*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Iklan Artikel 13092024

Wednesday, 10 February 2016

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAKNOSA KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. S DI RUANG RAWAT INAP RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG



ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN DIAKNOSA KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. S
DI RUANG RAWAT INAP RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG


Disusun dan Diajukkan untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Praktik Klinik Stase Keperawatan Jiwa Clinical Exprosure IV







Disusun oleh :
Bayu Aji Sismanto                NIM. 30901201382
Hani Nur Intan Fitria           NIM. 30901201382
Adina Adelina                       NIM. 30901201382


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015




LEMBAR PENGESAHAN



Semarang,       Mei 2015
Mengetahui,
-------------------------------------------------


Pembimbing Akademik


Wahyu Endang , SKM
-------------------------------------------------

Pembimbing Klinik


Ns. Arief Nugroho, S.Kep



  


 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
KATA  PENGANTAR
DAFTAR
BAB I      PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang Masalah
2.         Tujuan Penulisan
3.         Sistematika
BAB II    TINJAUAN TEORI
1.         Pengertian
2.         Rentang Respon
3.         Proses Kemarahan
4.         Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
5.         Mekanisme Koping
6.         Penatalaksanaan
7.         Fokus Intervensi
BAB III   TINJAUAN KASUS
1.      Pengkajian
2.      Perencanaan
3.      Implementasi
4.      Evaluasi
BAB IV   PEMBAHASAN
BAB V    PENUTUP
Daftar Pustaka                                            







BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2.      Tujuan Penulisan
a)      Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b)      Tujuan Khusus
            Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3.      Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini kelompok mengkhususkan  pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.


BAB II
TINJAUAN TEORI

1.                Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
2.        Rentang Respon
                        Adaptif                                                                                   Maladaptif

                        Asertif            Frustasi                        Pasif           Agresif                 Kekerasan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a.          Respon marah yang adaptif meliputi :
1.      Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2.      Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.



b.    Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
         Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3.   Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4.   Tanda dan Gejala
1.    Muka merah
2.    Pandangan tajam
3.    Otot tegang
4.    Nada suara tinggi
5.    Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6.    Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a.    Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b.    Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.




Modul ekspresi marah
Rendah diri

            Rasa bersalah                                                                          Kecemasan

Bermusuhan


                                    Ekspresi Eksternal           Ekspresi Internal

c.         Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapt di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, keteganganpun akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d.        Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan.
e.         Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
5.    Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
  Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di tolak, di hina, di aniyaya atau saksi penganiayaan.
  Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
  Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
  Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan,  ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
1.        Tingkah Laku
a.    Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b.    Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :


1.    Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2.    Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah disamping dapat dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3.    Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain.
4.    Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
2.        Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a)      Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b)      Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
c)      Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d)     Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e)      Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1.         Aset ekonomi
2.         Kemampuan dan keahlian
3.         Tehnik defensif
4.         Sumber sosial
5.         Motivasi
6.         Kesehatan dan energi
7.         Kepercayaan
8.         Kemampuan memecahkan masalah
9.         Kemampuan sosial
10.     Sumber sosial dan material
11.     Pengetahuan
12.     Stabilitas budaya
3.        Penatalaksanaan  Umum
a.    Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b.   Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c.    Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d.      Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e.       Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi  biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).




  1. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
                                                      Orang lain atau lingkungan.                                  E



                                                             Perlaku kekerasan                                          CP


                                             Mekanisme koping individu in efektif                          C

Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )

5.      Diagnosa Keperawatan
1.         Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
2.         Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
  1. Fokus Intervensi
1.         Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a.    Memberi salam atau panggil nama klien
b.    Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c.    Jelaskan tujuan interaksi
d.   Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e.    Beri sikap aman dan empati
f.     Lakukan kontrak singkat tapi sering



TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
a.     Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b.     Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c.     Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a.    Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b.    Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c.    Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria evaluasi : 
      Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
      Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
      Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak.
Intervensi :
a.    Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b.    Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c.    Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a.     Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b.    Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c.    Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a.    Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
b.    Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c.    Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a.         Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.        Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel (saya kesal Anda berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak memenuhi keinginan saya).
c.         Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ; latihan asertif.
d.        Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain meminta pada Tuhan untuk beri kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan atau kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.          
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a.    Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b.    Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c.    Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d.   Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.
e.    Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah.
BAB II
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian                            :    -
Tanggal Masuk                                   :    -
Ruang                                                 :    Rawat Inap 1
I.              PENGKAJIAN
1.        Identitas Klien
Nama                                                  :  -
Alamat                                               :    -
Umur                                                  :    25 Tahun
Jenis Kelamin                                     :    Laki - laki
Status                                                 :    Belum Menikah
Agama                                                :    Islam
Pendidikan                                         :    SMP (Putus Sekolah)
Suku/Bangsa                                      :    Jawa/Indonesia
No. CM                                              :    -
2.        Identitas Penanggung Jawab
Nama                                                  :   -
Umur                                                  :    57 Tahun
Agama                                                :    Islam
Pekerjaan                                            :    Wiraswasta
Alamat                                               :    -
Hubungan dengan Klien                    :    Ayah Kandung
II.           KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka mengancam. Klien mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak terpenuhi, saat marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III.        ALASAN MASUK
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien  dirumah  bingung, agresif, labil, gelisah dan tidak mengontrol diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien merasa dibohongi dan keinginanya tidak dipenuhi. Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke RSJD untuk kembali di rawat inap.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
IV.        FAKTOR PREDISPOSISI
1.    Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11 tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit jiwa klaten >35x.
2.   Tidak mau kontrol, dan putus obat selama 1 minggu.
3.    Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
4.   Klien mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu masuk penjara selama 3 minggu karena mencoba membobol ATM.
V.           PEMERIKSAAN FISIK
1.        Tanda – tanda Vital :
1)        Tekanan darah             : 120 / 80 mmHg
2)        Nadi        : 78 x/menit
3)        Suhu badan                 : 36.4 0C
4)        Respirasi          : 23 x/menit
2.        Ukuran
1)        Tinggi Badan               : 168 cm
2)        Berat badan                 : 70 Kg
3.        Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada keluhan fisik.
VI.        PSIKOSOSIAL







1.        Genogram



















 













Keterangan :
                                 Laki – laki                                          Satu Rumah
                                 
                                  Perempuan                                          Garis Perkawinan

                                  Meninggal                                           Garis Keturunan

                                  Klien
2.    Konsep diri
a.    Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b.    Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien anak ke dua dari lima bersaudara.
c.    Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong, pengajian, pemuda dll.
d.   Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e.    Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya  adalah ayah dan adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
3.    Hubungan Sosial
a.    Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya, apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam keluarganya ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b.    Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian, arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu bangsalnya.
c.    Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di rumah sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4.    Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak pernah di kabulkan dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII.     STATUS MENTAL
1.    Penampilan
      Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
      Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
      Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :
2.    Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3.    Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4.    Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5.    Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6.    Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7.    Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8.    Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9.    Tingkat Kesadaran
           Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
           Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien bias menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10.    Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya. Dan klien dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan :  -
11.    Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat memfokuskan konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12.    Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13.    Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien  bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII.  KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1.        Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2.        BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik, menjaga  kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3.        Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi, kebersihan tubuh baik.
4.        Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit, klien dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
5.        Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas 6-8 jam perhari, baik malam maupun siang.
6.        Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7.        Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8.        Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX.        MEKANISME KOPING
  Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
  Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan menyiapkan makanan.
X.           MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1.        Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2.        Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3.        Masalah dengan kesehatan (-)
4.        Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
5.        Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI.        ASPEK MEDIK
Terapi obat :
  Inj. Lodomer                 : 1amp IM extra
  Trihexiyl Phenidyl         : 3 x 2 mg
  Haloperidol                   : 3 x 5 mg
  Resperidon                    : 2 x 2 mg

XII.     MASALAH KEPERAWATAN
1.        Prilaku kekerasan
2.        Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.        Harga diri rendah
4.        Disstres spiritual
XIII.  ANALISA DATA
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
1
DS : klien mengatakan dirumah marah-marah kepada ayahnya karena keinginanya tidak dipenuhi dan merasa dibohongi. Serta klien memukul ayahnya sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah tersinggung saat di ajak bicara, tatapan mata tajam, muka tampak merah.
Perilaku Kekerasan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2
DS : klien mengatakan saat mempunyai masalah dipendam sendiri, tidak mau bercerita.
DO : pasien tidak banyak bicara, pasien berdiam diri
Koping Individu Tidak Efektif
Perilaku Kekerasan

XIV.  POHON MASALAH

( Efek ) resiko mencederaidiri, orang lain, dan lingkungan

( Core Problem ) perilaku kekerasan (amuk)

( Causa / Penyebab ) harga diri rendah
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan

Perilaku Kekerasan

Koping Individu Tidak Efektif

XV.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.        Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan Perilaku Kekerasan
2.        Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Koping Individu Tidak Efektif

XVI.  RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Tujuan
Criteria hasil
Intervensi
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUM:
Kliendapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.



TUK 2:
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan penyebab kekerasan



TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan






TUK 4;
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan








TUK 5;
Klien dapat mengidentikasi akibat perilaku kekerasan





TUK 6 :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan














TUK 7 :
Klien dapat menggunakan obat dengan benar ( sesuai dengan program )
1.    klien mau membalas salam
2.    klien mau menjabat tangan
3.    klien mau menyebut nama
4.    klien mau tersenyum
5.    klien mau kontak mata
6.    klien mau mengetahui nama perawat

1.    klien mengungkapkan perasaanya
2.    klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah dari lingkungan atau orang lain

1.      klien mampu mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel
2.      klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.



1.    Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2.    Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3.    Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah

1.    Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan
      Akibat pada klien sendiri
      Akibat pada orang lain
      akibat pada lingkungan


1. klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara :
- Fisik: Tarik nafas dalam , olah raga, memukul bantal
- Verbal: Mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
2. klien dapat mendemonstrasikan cara fisik (memukul bantal) untuk mencegah perilaku kekerasan.





1.    Klien dapat menyebut kan obat – obat yang di minum dan kegunaanya ( jenis ,waktu,dosis,dan efek )







2.    Klien dapat minum obat sesuai program pengobatan
1.         ber salam panggil nama
2.        sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
3.        jelaskan maksud hubungan interaksi
4.        jelaskan kontrak yang akan dibahas
5.        beri rasa aman dan simpati
6.        lakukan kontak mata singkat tapi sering

1.     beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
2.     bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal



1.      Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah
2.      Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
3.      Simpulkan bersama klien tanda dan gejala kesal yang di alami

1.   Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien .
2.   Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3.   Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan klien masalahnya selesai

1.   bicarakan akibat dan cara yang dilakukan klien
2.   bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien

3.   Tanya pada klien apakah ia ingin mempelajari cara yang baru dan yang sehat.

1.    Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
2.    Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
3.    Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut atau dengan role play
4.    Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasikan cara tersebut
5.    Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang dipelajari saat jengkel atau marah.

1.Jelaskan jenis-jenis obat yang di minum pada klien dan keluarga.
2.Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seijin dokter
3.Jelaskan prinsip benar minum obat(baca nama yg tertera pd botol obat,dosis obat ,waktu dan cara minum)

1.Anjurkan klien minum obat tepat waktu
2.Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenang kan
3.Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.



XVII.    IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Waktu
Dx
SP
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Selasa
15/01/13
17.00



























17.00






















1





































SP 1






























SP 2






















1.     Membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2.     Menyapa klien dengan ramah,baik verbal maupun non verbal.
3.     Memperkenal diri dengan sopan.
4.     Menjelaskan tujuan pertemuan dengan lengkap
5.     Menanyakan nama klien dengan lengkap.
6.     Mengatakan dengan jujur dan menepati janji
7.     Menunjukkan rasa empati dan menerima klien apa adanya.
8.     Memberikan perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien

1.  Mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku kekerasan dan penyebab.
2.  Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab perilaku kekerasan
3.  Memberikan pujian terhadap kemampuan klien memngungkap kan persaan nya.








S  : Klien senang karena  disapa oleh perawat.
O :
      Klien mau berjabat tangan
      Klien mau bercerita tentang diri nya
      Kontak mata cukup
A : Klien mampu membina hubungan saling percaya, SP 1 tercapai.
P : Lanjutkan SP 2,klien dapat mengidentifikasi penyebab marah.
K : Klien di minta untuk mencari penyebab marah.










S : Klien marah apabila keinginannya tidak terpenuhi
O :
   Klien dapat mengungkapkan perasaan marah atau jengkel.
   Klien tampak tegang tegangan dan tatapan mata tajam.
A : Klien mampu mengungkapkan penyebab marah atau jengkel,SP 2 tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien dapat mengontrol dan penanganan perilaku kekerasan dengan cara sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum di ungkapkan
Rabu
16/01/2013
12.30

SP 3
1.  Mendiskusikan bersama klien tentang apa yang dirasakan saat klien marah
2.  Mendiskusikan bersama klien tentang tanda-tanda perilaku kekerasan.
S : klien saat marah akan berbicara dengan nada tinggi, tangan mengepal, matanya menatap tajam, wajahnya tampak merah.
O : pasien menunjukkan tanda-tanda :
a.  Nada suara tinggi
b.  Mata menatap tajam
c.  Tangan mengepal.
A : klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala saat marah atau jengkel. SP 3 tercapai.
K : klien diminta untuk mengidentifikasi perilaku kekerasan yang sering dilakukan.

SP 4
1.     Menganjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang bias dilakukan.
2.     Membantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan.
3.     Membicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan oleh klien masalah akan teratasi.
S : klien akan marah-marah apabila keinginanya tidak dipenuhi dan memukul pintu / jendela.
O : klien tampak :Tegang, tangan mengepal, mata menatap tajam, wajah memerah.
A : klien mampu mengungkapkan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan. SP 4 tercapai.
P : lanjutkan SP 5, klien dapat mengungkapkan perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K :klien diminta untuk mengingat kembali akibat yang akan ditimbulkan.
Kamis
18/01/2013
11.15

SP 5
1.    Membicarakan akibat atau kerugian dan cara yang dilakukan kilen pada saat marah
2.    Menyimpulkan bersama klien akibat dari cara yang digunakan oleh klien
3.    Menanyakan kepada klien apakah klien mau mempelajari cara-cara yang baru dan sehat
S : klien sangat menyesal dan ingin minta maaf setelah dirinya marah – marah dan memukul ayahnya.
O : klien tampak : sedih, ingin menangis, mata menatap tajam, wajah memerah.
A : klien mampu mengungkapkan akibat atau kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukannya, SP 5 tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien dapat mengontrol perilaku yang sering dilakukan saat marah.
K : klien diminta untuk berlatih mengontrol marah dengan cara sholat dan berdoa.
12.00

SP 6
1.    Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dan penanganan dengan cara sholan dan berdoa
2.    Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.
S : Klien mengatakan jarang sholat dan merasa doa nya tidak dikabulkan.
O : Klien tidak melaksanakan sholat dan berdoa.
A : SP 6 belum tercapai
P : Ulangi dan Pertahankan SP 6,
K : Klien diminta berlatih untuk meminum obat secara teratur

SP 7
1.    Melatih klien minum obat dengan teratur
2.    menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
S : Klien mengatakan minum obat secara teratur setelah makan.
O : Klien mau minum obat tanpa paksaan perawat.
A : SP 7 tercapai
P : Ulangi SP 6, dan pertahankan SP 1 – SP 7.
K : Klien diminta untuk mempertahankan apa yang telah dilakukan tadi.



BAB IV
PEMBAHASAN

A.      PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam, Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin, Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka memukuli ayah, pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan memilih untuk diam diri dan memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli di RS.
       IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
            Sesuai  dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang ada didalam teori.
B.       DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah, memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas (asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal ini didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila ada masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C.      INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7 tindakan yang telah dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa adanya, beri perhatian pada klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1 kelompok tidak mengalami hambatan karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk menungkapkan  perasaannya, membantu klien mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien mampu mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda, perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien mampu untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras, banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah yang klien lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan yaitu berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau cara yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan cara baru yang sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat dan kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak mengalami kendala karena klien kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara yang telah klien gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan dengan klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara baru dan sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6 ini kelompok mengalami kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak dapat melakukan Sholat dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D.      EVALUASI
Pengkajian inervensi  dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai berikut  :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marah-marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya. Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5 ini  penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini  penulis mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini  penulis tidak ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.



BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
            Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
 (Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)

Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1.        Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2.        Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3.        Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4.        Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5.        Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
1.        Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2.        Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.
3.        Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang konstruktif.
4.        Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5.        Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

Untuk di Rumah Sakit :
1.        Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2.        Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.

Untuk mahasiswa :
1.        Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2.        Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang keperawatan jiwa.







DAFTAR PUSTAKA


Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung

            Keliat B.A, 1998,  Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.

Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing. (Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby

Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

No comments:

Post a Comment

Iklan Bawah Postingan