*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Wednesday 25 December 2019

Kasus Endoskopi Gastroscopy : Corpus Alienum Tertelan Jarum Pentul

Kasus Endoskopi :
Pasien Tertelan Jarum Pentul

Dokter Operator :
dr. Gerie Amarendra Sp.PD-KGEH, FINASIM
Nurse Endoscopy :
Ns. Bayu Aji Sismanto

Pasien datang ke IGD RS X bersama orangtuanya seorang anak perempuan 11 tahun dengan Corpus Alienum Jarum Pentul. Pasien hanya mengeluh nyeri saat menelan.


Anamnesa pasien :

Keadaan umum baik ,
HR : 87 x/menit ,
RR : 20 x/menit ,
Suhu : 36.8 derajat celcius.
CM
CA -/- SI -/-
Cor S1 S2 reg M- G-
Pulmo ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd supel NT - BU +
Eks hangat

Persiapan tindakan : Pemeriksaan Penunjang

ABDOMEN 2 POSISI AP LAT :
Preperitoneal fat line sisi kanan-kiri baik.
Psoas line kesan tegas dan simetris. Kontur kedua ginjal baik.
Distribusi udara usus mencapai rektum.
Tidak tampak dilatasi usus maupun penebalan dinding usus.
Tak tampak multiple air fluid level patologis maupun udara bebas ekstralumen.
Tidak tampak bayangan batu radioopak di proyeksi traktus urinarius.
Tampak opasitas bentuk jarum di proyeksi setinggi intra gastric
Tulang-tulang kesan intak.

Kesan:
- Tampak corpal jarum di proyeksi intragastric.


RO THORAX PA VIEW :
Jantung tidak membesar (CTR < 50%).
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal.
Tampak infiltrat di perihiller, parahiller, paracardial bilateral.
Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostofrenikus lancip.

Kesan:
- Gambaran TB.
- Besar cor normal.
- Sistema tulang intact.

Persiapan Anestesi :
Pasien dipuasakan selama 6-8 jam sebelum tindakan

Pelaksanaan Tindakan :
Persiapan alat : 
Menggunakan skope gastroscopy dengan acsesoris

Hasil gambar untuk scope gastroscopy fujinon
Hasil gambar untuk captivator large oval

Hasil gambar untuk captivator large ovalHasil gambar untuk captivator large oval


Hasil Pemeriksaan / Tindakan
Setelah proses pembiusan maka proses gastroskopi dengan memasukan skope kedalam mulut pasien menyusuri orofaring dan sekitar 20-25 cm nampak Jarum pentul bersarang dilambung dan dilanjutkan dengan pengambilan jarum dengan biopsi forcep, captivator dan acsesoris lainnya.
Dan akhirnya jarum dapat diambil dan pasien dimonitor kesadarannya sampai proses endoskopinya selesai dan pasien dibawa di ruang pulih sadar.




Tuesday 10 December 2019

Tata Cara Pengajuan PKB Online PPNI Perpanjangan STR

Tata Cara Pengajuan PKB Online

Pastikan sudah memiliki NIRA, ingat username dan password, (jika lupa segera hubungi pengurus PPNI Komisariat anda)

jika sudah ada dan ingat silahkan melanjutkan tahapan berikut :

1. Buka www.ppni-inna.org kemudian klik "Membership" atau via website www.ppnisleman.org plih "Anggota Lama"
Tampilan via website www.ppni-inna.org

 
 Sebelum pada tahap pengisian PKB Online anda harus perhatikan biodata diri pada login pertama pastikan sudah sesuai dan terisi lengkap.

2. Pilih menu "PKB" disebelah kiri akan ada pilihan Halaman Petunjuk Teknis Pengisian Borang PKB



3. Pilih menu "Formulir Permohonan Melakukan PKB"
    List Permohonan Melakukan PKB siapkan file:
     - Ukuran dokumen bukti tidak boleh melebihi dari 300 KB
     - Type dokumen bukti hanya dalam bentuk (jpeg,PNG,gif) dan PDF .
     - Penamaan file dokumen bukti tidak boleh menggunakan  
       karakter   (&) dan tidak boleh menggunakan spasi, untuk 
       memisahkan kata bisa menggunankan karakter (-)atau (_)

 
 4. Halaman Borang Kegiatan PKB


 


 


 

 
 

 


 



 5. Surat Rekomendasi


 



Wednesday 25 September 2019

APA ITU KOLONOSKOPI ? APA YANG HARUS DISIAPKAN SEBELUM TINDAKAN KOLONOSKOPI ?

Kolonoskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya gangguan atau kelainan pada usus besar (kolon) dan rektum yang sering menimbulkan gejala berupa sakit perut, darah pada tinja, diare kronis, gangguan buang air besar atau gambaran abnormal di usus pada pemeriksaan foto Rontgen dan CT scan.

Kolonoskopi atau juga dikenal sebagai tindakan teropong usus, kerap dilakukan untuk melihat adanya indikasi dari penyebab kanker usus besar. Orang yang berusia 50 tahun ke atas memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker usus besar. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan kolonoskopi setiap 10 tahun setelah memasuki usia tersebut guna mendeteksi kemungkinan kanker usus besar.

 

Persiapan Kolonoskopi dan Prosedur Pemeriksaan yang Dilakukan - Alodokter

Persiapan Sebelum Kolonoskopi

Sebelum memulai kolonoskopi, Anda harus menceritakan kepada dokter terlebih dahulu jika memiliki kondisi medis tertentu, seperti kehamilan, gangguan paru-paru atau jantung, riwayat alergi obat, serta riwayat penyakit diabetes. Hal ini bertujuan agar dokter dapat memberikan obat tertentu sebagai penyesuaian yang diperlukan sebelum kolonoskopi.
Setelah melakukan konsultasi dengan dokter, maka terdapat beberapa langkah selanjutnya sebagai persiapan sebelum kolonoskopi, di antaranya:
  • Membersihkan usus
    Dokter akan meminta Anda untuk mengosongkan usus besar Anda. Membersihkan usus besar bertujuan untuk memperjelas lapangan pandang pemeriksaan sehingga mempermudah proses kolonoskopi.
  • Membatasi atau menghindari makanan tertentu
    Untuk membantu membersihkan usus, beberapa jenis makanan padat kemungkinan akan diminta untuk dibatasi atau bahkan tidak dikonsumsi sebelum kolonoskopi. Demikian pula, minuman jenis tertentu.
  • Minum obat pencahar
    Dokter mungkin juga menyarankan minum obat pencahar, baik dalam bentuk pil atau bentuk cair. Agar usus besar benar-benar bersih dari kotoran sebelum dilakukan kolonoskopi.
  • Menggunakan enema
    Pada sebagian, persiapan konoloskopi dilakukan dengan pembilasan untuk membersihkan usus besar menggunakan alat enema. Hal ini dapat dilakukan pada malam hari sebelum kolonoskopi atau atau beberapa jam sebelumnya. Tindakan ini sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan medis.

Prosedur saat Memulai Kolonoskopi

Kolonoskopi harus dilakukan oleh dokter terlatih. Pemeriksaan ini umumnya berlangsung sekitar 30 menit hingga 1 jam. Adapun langkah awalnya, dokter akan memberi obat penenang yang membuat Anda merasa rileks, bahkan mengantuk. Umumnya posisi yang disarankan yaitu berbaring miring, meski ada kemungkinan dokter akan meminta Anda berubah posisi selama pemeriksaan.
Setelah sudah siap, dokter akan mulai memasukkan kolonoskop melalui anus hingga mencapai pangkal usus besar. Kolonoskop merupakan sebuah alat menyerupai tabung selang kecil yang panjang. Kolonoskop juga fleksibel, yang memudahkan pergerakan sehingga memungkinan untuk memeriksa seluruh bagian organ usus besar.
Kemudian, alat ini dapat mengambil gambar lapisan usus besar, agar dokter dapat melihat layar untuk memeriksa dan menilai kelainan yang terjadi pada usus besar.
Selama prosedur kolonoskopi berlangsung, Anda mungkin merasa kram ringan. Namun, Anda bisa mengurangi kram dengan mengambil beberapa tarikan napas yang dalam. Saat dokter selesai, kolonoskop perlahan ditarik sambil mencermati lapisan usus Anda dengan seksama.
Jika dokter melihat sesuatu yang abnormal atau mencurigakan pada usus besar, maka dokter dapat mengambil contoh jaringan untuk diidentifikasi (biopsi jaringan). Bahkan pada sebagian kasus, seperti polip usus, kolonoskop dapat berfungsi sebagai alat diagnosis sekaligus mampu mengangkat jaringan tersebut tanpa memerlukan operasi besar. Merupakan hal yang wajar, jika terjadi sedikit pendarahan dari anus setelah dilakukan biopsi atau pengangkatan jaringan. Kondisi ini umumnya akan membaik dalam beberapa hari.
Komplikasi kolonoskopi sangat jarang terjadi, namun jika mengalami nyeri perut atau pendarahan secara berlebihan, maka segera konsultasikan ke dokter untuk pengobatan lebih lanjut.

Analisa Aplikasi ESI Triage dan METTS Triage

  ESI Triage dan METTS Triage 
Gambar terkait
Tujuan triage pada emergency department (ED) adalah memprioritaskan pasien yang datang dengan mengidentifikasi dan menilai kondisi pasien yang membutuhkan penanganan segera dan tidak memiliki waktu lama untuk menunggu. Perawat harus bertindak secara cepat dalam melakukan pengkajian dan membuat laporan secara singkat mengenai kebutuhan pasien akan penanganan dan berapa lama penanganan dapat ditunda pada pasien lainnya. Menjadi sangat urgent bagi perawat untuk benar-benar memiliki kompetensi dalam melakukan triage terutama perawat yang berdinas di emergency department (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007).
Saat melakukan triage dibutuhkan pengkajian secara fokus dan komprehensif mengenai kondisi pasien. Pengkajian atau triage fokus adalah pengkajian yang menjurus langsung kepada konsep penyakit dan injury yang dialami oleh pasien. Pengkajian fokus dapat digunakan untuk menskrining kondisi pasien dan kebutuhan akan penanganan berdasar konsep ABC management. Sedangakan triage komprehensif adalah pengkajian pasien secara lengkap terkait history, pengukuran tanda-tanda vital, riwayat alergi, dan penampilan fisik pasien (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007).
Melihat tujuan dan fokus dalam pemberian penanganan, di dunia banyak sekali berkembang penerapan berbagai model triage seperti Australian Triage Scale (ATS), National Triage Scale, Menchester Triage Scale, Emergency Severity Index (ESI) (Farokhnia and Gorransson, 2011). Sehingga, dalam analisa jurnal ini penulis akan membahas mengenai triage yang selama ini diterapkan di luar negeri dan akan mencoba melihat kemungkinan aplikasinya di Indonesia .
Di negara Swedan, mulai menerapkan penggunaan triage dengan 2 model triage baru yang ditawarkan yaitu METTS (Medical and Emergency Triage and Treatment System) dan ADPT (Adaptive Process Triage). Kedua model tersebut memiliki komponen logistic dan tujuan untuk memperbaiki alur keluar masuk pasien dalam ED (Farokhnia and Gorransson, 2011).
METTS secara umum memberikan skala dalam memprioritaskan pasien yang masuk ke ED dan planning dalam perawatan kepada pasien. METTS dan ADPT dikembangkan dari pemikiran beberapa studi menunjukkan bahwa kegiatan triage berfokus pada tiga hal yaitu skala triage, pengambilan keputusan triage dan triage keperawatan dan perpective pasien terhadap triage (Farokhnia and Gorransson, 2011).
Jurnal penelitian yang disampaikan oleh Farokhnia dan Gorransson pada tahun 2011 mengenai “Swedish emergency department triage and interventions for improved patient flows: a national update” melaporkan mengenai peningkatan penerapan kualitas triage pada emergency department di Sweden dari tahun 2009 (73%) ke tahun 2010 (97%). Swedish Council on Health Technology Assesment mencoba mengirimkan kuesioner kepada manajer emergency department di seluruh rumah sakit di Swedan (74 rumah sakit). Kuesioner berisi pertanyaan mencakup mengenai aspek dalam penerapan intervensi triage yang digunakan selama ini dan perencanaan untuk tindakan kepada pasien yang akan diterapkan oleh perawat (Farokhnia and Gorransson, 2011).
Emergency department di Swedan sebagian besar telah menggunakan sakala triage dalam penerapan sehari-harinya. Terutama pada tahun 2009 dan baru 18 emergency department yang mulai menerapkan METTS dan terdapat peningkatan menjadi 48 emergency department yang mulai menerapkan METTS  di negara Swedan. Terdapat beberapa planning yang dapat diberikan perawat kepada pasien sebagai treatment yang menjadi kunci dalam triage METTS seperti pemeriksaan lab, x-ray, CT-scan dan konsultasi yang dapat dirujuk terkait kondisi pasien (Farokhnia and Gorransson, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian ini, METTS sangat umum untuk dapat diaplikasikan dengan kondisi geograpik yang berbeda. Perkembangan ini sangat mendukung pemberian pelayanan kepada pasien karena parktisi klinik di Swedan pada akhirnya memiliki persamaan persepsi dalam penanganan pasien. Bagaimanapun dalam METTS patient safety merupakan kunci utama dalam penanganannya. Penerapan METTS yang memfokuskan pada skala triage dan penerapan evidence based dalam pemberian intervensi kepada pasien diharapkan dalam prosesnya dapat menurunkan waktu tunggu pasien dan length of stay pasien di ruang emergency (Farokhnia and Gorransson, 2011).
METTS hampir memiliki kesamaan dengan ESI triage yang dilakukan di Eropa. Jurnal yang berjudul “ Validation of the Emergency Severity Index (ESI) in Self Referred patients in a European Emergency Department” ditulis oleh Jolande Francis, Bas, Maarten dan Arie  pada tahun 2007 memberikan gambaran mengenai uji kevalidan algoritma ESI pada pasien yang datang ke emergency department rumah sakit pendidikan dan non pendidikan di Eropa. Dalam pelaksanaan studi ini, peneliti melakukan penelitian kepada 42000 pasien dari beberapa rumah sakit.
Sebelum diterapkannya algoritma ESI triage, tidak ada triage secara formal yang digunakan dalam ED tersebut dan biasanya pasien akan mendapatkan waktu tinggal yang lama hingga dipindahkan. Sehingga pada penerapan pertama kali ESI triage ini, pada hari pertama perawat dan dokter diajarkan mengenai penerapan ESI triage di ED. Penerapan dilihat hingga hari ke 5 dan data kemudian diambil pertama kali dan dilanjutkan hingga hari ke 39 (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007).
Kesimpulan yang dapat dilihat dari penelitian ini, kategori triage ESI yang digunakan telah reliable untuk memprediksi keparahan kondisi pasien. Dimana data yang diperoleh  dapat digunakan sebagai sumber pengambilan keputusan apakah pasien dapat dipulangkan setelah kondisi stabil, diputuskan untuk masuk rumah sakit dan mendapatkan perawatan observasi di emergency department atau  untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Penerapan ESI ini awalnya dikembangkan di US emergency department dimana angka hospitalisasi dapat diprediksi dengan jelas melalui ESI triage. Penerapan ESI triage juga dapat melihat pemeriksaan diagnostic yang kemungkinan dibutuhkan oleh pasien. (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007).
ESI merupakan konsep baru triage yang menggunakan lima skala dalam pengklasifikasian pasien di emergency department. ESI terus dikembangkan dalam beberapa versi dan penggunaan terakhir adalah ESI versi 4 yang telah disertai dengan algoritma. Dalam mengaplikasikannya, saat perawat bertemu dengan pasien pertama kali, harus dapat segera melakukan penilaian kondisi pasien dan memberikan keputusan akhir perawatan/observasi, pemulangan atau pemindahan ke ruang perawatan (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007).
ESI memiliki kesamaan dengan Australian Triage, Canadian Triage dan United Kingdom scale yang sama-sama menggunakan lima (5) skala dalam memprioritaskan pasien yang datang ke emeregency department. Namun, ESI berbeda dengan beberapa triage yang telah ada sebelumnya.   Dalam aplikasinya, Australian Triage, Canadian Triage dan United Kingdom scale memiliki tujuan dalam triagenya untuk membedakan seberapa lama pasien dapat menunggu untuk mendapatkan perawatan di emergency department sebagai evaluasi keberhasilan. Sedangkan ESI tidak menggunakan ekspektasi interval waktu untuk mengevaluasi perawatan (Gilboy, Tanabe, Travers, Rosenau,  2011).
Tabel 1: ESI Triage dan ATS Triage
ESI Triage
Level
Respon Time perawat
1 = Unstable
0 (Immediate)
2 = Threatned
Minutes
3 = Stable
≤ 60
4 = Stable
Could be delayd
5 = Stable
Could be delayd
Keuntungan penggunaan ESI adalah mengidentifikasi dengan cepat pasien yang membutuhkan perawatan segera dengan fokus memberikan respon cepat setelah penentuan level dari pengkajian. ESI triage merupakan pemilahan secara cepat dengan membagi ke dalam lima kelompok dengan karakteristik klinik yang berbeda pada sumber kebutuhan paien dan kebutuhan operasional atau penatalaksanaanya (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007). Dalam aplikasi algoritma, terdapat empat kunci utama pada ESI triage, yaitu:
  1. Apakah pasien memerlukan intervensi penyelamatan kehidupan dengan segera?
  2. Apakah pasien ini dapat menunggu?
  3. Berapa banyak sumber data yang akan pasien butuhkan?
  4. Bagaimana kondisi vital sign pasien?
Berdasar pada pertanyaan tersebut, kemudian pasien akan dirujuk berdasarkan level ESI triage yang telah ada dari level 1-5. Setelah tertuju pada masing-masing level, pasien akan segera dirujuk oleh perawat untuk mendapatkan intervensi sesuai dengan level yang telah ditentukan. Melihat hal ini, kompetensi perawat dalam menilai kondisi pasien saat pertama kali bertemu adalah hal yang sangat pokok untuk dapat dimilki. Dibawah ini terdapat algoritma penentuan level triage ESI.
Dalam algoritma tersebut, hanya digambarkan pemberian level pada kondisi pasien. Pada panduan ESI triage secara detail, dijabarkan mengenai rujukan yang digunakan untuk menentukan menentukan pelvelan seperti pada poin A dapat dijelaskan bahwa ketika pasien telah ditentukan masuk dalam level 1 dimana membutuhkan resusitasi atau penyelamatan nyawa segera, maka ada beberapa intervensi yang telah direkomendasikan untuk dapat dilakukan baik tindakan invasive maupun tindakan non invasive. Tindakan tersebut dimulai dari pengontrolan airway/breathing (intubasi, ventilasi, nasal kanul), electrical therapy (defibrillation, kardioversi, external pacing, monitor jantung), procedure (open thoracotomy, akses intraoseus), hemodinamik (kontrol perdarahan, IV akses), pengobatan ( Dopamine, Atropine, ASA IV nitrogliserin, heparin). Dalam kondisi level 1, perawat dapat melakukan pengkajian kepada pasien terkait kondisi selama diberikan perawatan dengan AVPU (alert, verbal, pain dan unresponsive) (Gilboy, Tanabe, Travers, Rosenau,  2011).
Contoh berikutnya pada poin B sebelum menentukan level pasien, perawat harus memahami kondisi atau situasi yang memungkinkan pada penyakit-penyakit tertentu memiliki risiko tinggi untuk mengalami lethargic/disorientasi, dll. Sehingga dapat ditentukan jika pasien memiliki faktor risiko tersebut, maka pasien dapat digolongkan dalam level 2. Jika tidak, masuk dalam level 3, 4, atau 5 (Gilboy, Tanabe, Travers, Rosenau,  2011). 
Langkah kerja aplikasi ESI selama di emergency department telah dipandu menggunakan algoritma yang kemudian dirujuk kepada intervensi yang harus dilakukan. Intervensi yang diberikan kepada pasien pada masing-masing level telah dirujuk oleh ESI triage. Sehingga dinilai cukup efektif untuk meningkatkan respon kepada pasien saat masuk ke UGD (Gilboy, Tanabe, Travers, Rosenau,  2011).
Melihat konsep triage ESI dan METTS yang telah dijabarkan, penerapan triage ESI dan METTS di Indonesia memungkinkan untuk dilakukan hanya jika kompetensi perawat, dokter, peralatan, obat-obatan yang tersedia di emergency department rumah sakit kita telah memenuhi standar. Namun, sebagi permulaan tidak menutup kemungkinan ESI triage untuk dapat diterapkan di rumah sakit pusat atau provinsi yang peralatannya untuk mendukung penanganan pasien segera telah cukup lengkap dibandingkan rumah sakit daerah.
Konsep triage ESI sesungguhnya sangat aplikatif untuk diterapkan karena penilaian yang dilakukan tidak terlalu memakan waktu lama. Selain itu, kemudahan rujukan intervensi sesuai dengan level klasifikasi ESI telah dipaparkan pada panduan penggunaan ESI triage.
Daftar Pustaka:
Bolk, J. E., Mencl, F., Rijswijck, B. T. F. V., Simons, M. P., Vught, A. B. V. (2007). Validation of the emergency severity index (ESI) in self referred patients in a European emergency department.  Emerg Med J. 24: 170-174
Farokhnia, N.n and Gorransson, K. E. (2011). Swedish emergency department triage and interventions for improved patient flows: a national update. Scandinavian Journal of Trauma, Resucitation and Emergency Medicine. 19: 72.
Gilboy, N., Tanabe, P., Travers, D., Rosenau, A. M. (2011). Emergency Severity Index (ESI); A Triage Tool for Emetgency Department Care Version 4. AHRQ Publication. www.ahrq.gov.

Memilih Triase Emergency Severity Index (ESI) di Indonesia

 Triase Emergency Severity Index (ESI)

art-20mei-3Sebagai bagian persiapan akreditasi versi baru, rumah sakit memperbaiki sistem triase di instalasi gawat darurat (IGD). Kondisi IGD yang padat dan tidak terprediksi kerap menjadikan sumber daya yang ada terbenam dalam kepadatan pasien yang masuk (1). Kepadatan ini menurut Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat dianggap sebagai krisis nasional. Kepadatan pasien IGD selain mengu
payakan keselamatan pasien, juga mengancam privasi pasien, dan membuat frustasi staf IGD (2) sehingga proses triase dirasa sebagai kebutuhan dan bukan sekedar pemenuhan standar.
Triase adalah tingkatan klasifikasi pasien berdasarkan penyakit, keparahan, prognosis, dan ketersediaan sumber daya (3). Definisi ini lebih tepat diaplikasikan pada keadaan bencana atau korban masal. Dalam kegawatdaruratan sehari-hari, triase lebih tepat dikatakan sebagai metode untuk secara cepat menilai keparahan kondisi, menetapkan prioritas, dan memindahkan pasien ke tempat yang paling tepat untuk perawatan (1).
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih menggunakan sistem triase "klasik". Sistem triase ini sebenarnya mengadaptasi sistem triase bencana, dengan membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Hitam untuk pasien meninggal, merah untuk pasien gawat (ada gangguan jalan nafas, pernafasan, atau sirkulasi), kuning untuk pasien darurat, dan sisanya hijau. Sistem tiga level ini tidak cocok bagi IGD rumah sakit modern yang perlu mempertimbangkan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti.
Sejauh penelusuran yang bisa dilakukan penulis, ada beberapa sistem triase berbasis bukti yang bisa diacu. Sistem tersebut antara lain Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS) dari Canada, Manchester Triage Scale (MTS) dari Inggris, Austraian Triage Scale (ATS) dari Australia, dan Emergency Severity Index (ESI) dari Amerika Serikat. Berbeda dengan sistem triase "klasik", sistem-sistem ini mengelompokkan pasien ke dalam lima level berjenjang. Sistem penjenjangan lima level ini lebih terpercaya dibanding dengan pengelompokan tiga level seperti pada sistem triase "klasik" (1,3).
Emergency Severity Index (ESI) dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan di Amerika Serikat. Sistem ESI bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.
Menarik untuk membahas ESI dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.
Triase ESI bersandar pada empat pertanyaan dasar (4) algoritme pada gambar 1. Kategorisasi ESI 1, ESI 2, dan ESI 5 telah jelas. Kategori ESI 2 dan ESI 3 mensyaratkan perawat triase mengetahui secara tepat sumber daya yang diperlukan. Contoh sumber daya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan, pemberian cairan intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka laserasi. Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan dihitung satu sumber daya. Demikian pula CT Scan kepala, foto polos thorax, dan foto polos ekstremitas bersamaan dihitung sebagai satu sumber daya.
Anak-anak adalah populasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam triase. Bila pada sistem yang lain belum jelas mengenai kriteria triase pasien pediatri, ESI mempunyai satu bagian tersendiri mengenai triase pada anak-anak. Bagian ini memberikan petunjuk yang jelas mengenai apa saja yang harus diperiksa ketika melakukan triase pasien anak-anak. Inilah yang tidak dijumpai pada sistem triase yang lain.
Aslinya, ESI dibuat dalam konteks IGD sebagai antar muka EMS dan pelayanan rumah sakit. Sebuah penelitian di Eropa (5) juga menambahkan fakta menarik mengenai ESI pada pasien yang datang sendiri ke IGD, kondisi yang lebih mirip dengan Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa sistem triase ESI ini dapat dipercaya dan diandalkan pada pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD. Tidak ada modifikasi yang perlu dilakukan pada algoritme sistem triase ESI untuk pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD.
Berbagai fakta di atas meyakinkan kita bahwa sistem triase ESI berpotensi diaplikasi di IGD rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan keselamatan pasien dan efisiensi pelayanan. Kepala IGD perlu merencanakan waktu dan strategi untuk dapat berpindah dari sistem triase "klasik" menjadi sistem triase ESI ini. Namun, alasan efisiensi sumber daya dan keselamatan pasien sudah cukup bagi IGD rumah sakit untuk merencanakan sistem yang lebih baik. Salam!
Penyusun
Robertus Arian Datusananatyo (Kepala Instalasi Gawat Darurat RS Panti Rapih)
Tulisan ini adalah opini pribadi.
Daftar Pustaka
  1. Christ M, Grossmann F, Winter D, Bingisser R, Platz E. Modern triage in the emergency department. Dtsch Arztebl Int [Internet]. 2010 Dec [cited 2013 Aug 8];107(50):892–8. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3021905&tool=pmcentrez&rendertype=abstract 
  2. Oredsson S, Jonsson H, Rognes J, Lind L, Göransson KE, Ehrenberg A, et al. A systematic review of triage-related interventions to improve patient flow in emergency departments. Scand J Trauma Resusc Emerg Med [Internet]. 2011 Jan [cited 2013 Aug 16];19:43. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3152510&tool=pmcentrez&rendertype=abstract 
  3. Mace SE, Mayer TA. Chapter 155 Triage. In: Jill M. Baren, Rothrock SG, Brennan JA, Brown L, editors. Pediatric Emergency Medicine. 1st ed. Philadephia: Elsevier Health Sciences; 2008. p. 1087–96.
  4. Gilboy N, Tanabe P, Debbie T, Rosenau AM. Emergency Severity Index (ESI): A Triage Tool for Emergency Department Care Version 4 Implementation Handbook 2012 Edition. AHRQ Publi. Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality; 2011.
  5. Elshove-Bolk J, Mencl F, van Rijswijck BTF, Simons MP, van Vugt AB. Validation of the Emergency Severity Index (ESI) in self-referred patients in a European emergency department. Emerg Med J [Internet]. 2007 Mar [cited 2013 Sep 12];24(3):170–4. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2660021&tool=pmcentrez&rendertype=abstract

Monday 2 September 2019

Gastroskopi atau endoskopi saluran pencernaan bagian atas (upper gastrointestinal endoscopy).

Gastroskopi - Tindakan Endoskopi
Saluran Pencernaan bagian atas
post by 06051994


Gastroskopi, Ini yang Harus Anda Ketahui - AlodokterGastroskopi atau endoskopi saluran pencernaan bagian atas (upper gastrointestinal endoscopy). Prosedur pemeriksaan kondisi kerongkongan, perut, dan usus dua belas jari (duodenum) dengan menggunakan alat pemindai bernama endoskop, yaitu selang tipis dan fleksibel yang dilengkapi lampu dan kamera.

Secara spesifik, berikut adalah kondisi-kondisi yang dapat terlihat saat dilakukan gastroskopi:

Selain secara visual, kondisi tersebut dapat dipastikan dengan pengambilan sampel jaringan lambung (biopsi) menggunakan alat endoskop untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium.
Biasanya kondisi-kondisi di atas dapat akan menimbulkan gejala, seperti:
  • Nyeri ulu hati.
  • Rasa panas di dada.
  • Mual dan muntah secara berulang.
  • Sulit menelan (disfagia).
  • Muntah darah.
  • Buang air besar berwarna hitam.  
  • Anemia.
Selain untuk mendiagnosis, gastroskopi juga dapat digunakan untuk mengatasi kondisi tersebut, misalnya mengangkat tumor atau polip, menghentikan perdarahan, melebarkan saluran pencernaan yang menyempit akibat GERD, kanker lambung, atau karena radiasi.

Peringatan Gastroskopi

Prosedur gastroskopi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang mengalami syok, serangan jantung, infeksi selaput perut (peritonitis), perobekan lambung dan usus 12 jari (perforasi), atau infeksi berat. Selain itu, prosedur gastroskopi pada pasien yang memiliki penyakit jantung koroner, diabetes, hipertensi, penurunan kesadaran, atau tidak kooperatif, juga perlu berhati-hati.
Jika pasien akan menjalani proses biopsi, sebaiknya berhati-hati apabila sedang mengonsumsi obat antikoagulan, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), metformin, atau sedang suntik insulin. Hal ini berisiko menimbulkan perdarahan saat biopsi.
Jika Anda alergi terhadap salah satu obat penenang, beritahu dokter agar obat dapat disesuaikan.

Sebelum Gastroskopi

Pasien akan diminta untuk berpuasa selama 4-8 jam sebelum gastroskopi untuk mengosongkan lambung dan usus. Pasien masih diperbolehkan untuk mengonsumsi air putih 2-3 jam sebelum prosedur. Ikuti saran dokter untuk menghentikan obat-obatan agar terhindar dari efek samping dan komplikasi.
Pasien akan diminta untuk melepaskan kacamata, lensa kontak, dan gigi palsu sebelum prosedur dilakukan. Pihak rumah sakit juga akan memberikan pakaian khusus dan penahan mulut untuk digunakan.

Prosedur Gastroskopi

Dokter penyakit dalam konsultan saluran pencernaan (KGEH) akan merebahkan pasien dan memberikan semprotan anestesi lokal ke dalam mulut pasien untuk membuat tenggorokan menjadi baal. Jika diperlukan, pasien akan diberikan suntikan obat penenang, terutama pada anak-anak.
Pasien dibaringkan di atas meja pemeriksaan dengan posisi tubuh miring ke arah kiri dan dokter akan memasukkan endoskop ke dalam tenggorokan. Pasien akan diminta untuk menelannya agar dapat terdorong ke dalam kerongkongan. Pasien mungkin akan merasa tidak nyaman pada tahap ini, namun rasa tersebut akan mereda saat alat mulai terdorong ke dalam.
Dokter kemudian akan memeriksa jika terdapat kelainan di sekitar kerongkongan, lambung, hingga usus dua belas jari melalui pemindaian kamera yang tersambung pada layar monitor. Apabila ditemukan kelainan tertentu, dokter akan merekamnya untuk menentukan diagnosis dan tindakan lebih lanjut. Saat ini dokter dapat memasukkan udara untuk mempermudah pemeriksaan. Pasien mungkin akan merasa kembung dalam proses ini, tetapi akan membaik sesaat setelah prosedur dilakukan. Jika diperlukan, akan diambil sampel jaringan esofagus, lambung atau usus 12 jari, untuk diperiksa di laboratorium.
Seperti telah dikatakan, gastroskopi juga dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit tertentu. Misalnya untuk mengangkat polip, atau mengikat pembuluh darah dan menyuntikan zat kimia (sclerotherapy) untuk menghentikan perdarahan. Jika pasien mengalami penyempitan pada kerongkongan, dokter akan memasukkan balon atau stent melalui endoskop pada kerongkongan untuk melebarkannya.
Setelah prosedur selesai, dokter akan mengeluarkan endoskop secara perlahan melalui mulut pasien. Secara umum, prosedur gastroskopi memerlukan waktu 15-30 menit, tergantung dari jenis pemeriksaan dan tindakan lanjutan yang dilakukan.

Sesudah Gastroskopi

Umumnya pasien diperbolehkan untuk pulang dan beraktivitas seperti biasa setelah menjalani prosedur gastroskopi. Namun, akan dipertimbangkan juga kondisi kesehatan pasien sebelum melakukan gastroskopi. Misalnya pasien yang mengalami muntah darah akan disarankan menjalani rawat rawat inap untuk menstabilkan kondisi akibat kehilangan darah. Bagi pasien yang diberikan suntikan obat penenang, pasien tidak diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan, mengoperasikan alat berat, atau mengonsumsi alkohol selama 24 jam setelah prosedur. Disarankan untuk menghubungi keluarga atau kerabat untuk menemani dan mengantarkan pulang.
Hasil pemindaian umumnya akan diberitahukan pada pasien dalam hitungan jam. Namun, jika diperlukan analisa mendalam, pasien akan diminta untuk menemui dokter yang merujuknya setelah beberapa hari untuk membicarakan hasil pemeriksaan dan diagnosis lebih lanjut.
Pasien mungkin akan merasakan kembung, kram perut, atau nyeri tenggorokan selama beberapa jam atau beberapa hari setelah prosedur gastroskopi. Ini merupakan kondisi normal dan akan mereda dengan sendirinya. Pola makan juga akan disesuaikan agar dapat mempercepat proses pemulihan. Jika efek samping memburuk atau Anda mengalami efek samping yang lain, segera konsultasikan dengan dokter.

Komplikasi Gastroskopi

Gastroskopi memiliki risiko komplikasi yang sangat jarang. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain reaksi alergi terhadap obat penenang, pneumonia aspirasi, perdarahan, atau robeknya esofagus, lambung, serta usus 12 jari setelah prosedur dilakukan.
Segera temui dokter jika Anda mengalami gejala-gejala, seperti:
  • Mual dan muntah.
  • Demam.
  • Merasakan sensasi panas di sekitar area yang disuntik obat penenang.
  • Nyeri perut hebat.
  • Sesak napas.
  • Muntah darah.
  • Buang air besar berwarna hitam.

Wednesday 3 July 2019

CANDESARTAN OBAT HIPERTENSI

candesartan-alodokter
CANDESARTAN 
OBAT HIPERTENSI


Candesartan adalah obat penghambat reseptor angiotensin II (ARB) yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Dengan turunnya tekanan darah, maka komplikasi hipertensi, seperti stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal, dapat dicegah.
Angiotensin II merupakan zat yang membuat pembuluh darah menyempit. Obat ini bekerja dengan menghambat efek dari zat tersebut. Saat angiotensin II dihambat, pembuluh darah akan lemas dan melebar sehingga aliran darah menjadi lebih lancar dan tekanan darah turun. Selain untuk hipertensi, candesartan juga diberikan kepada pasien penderita gagal jantung.
Merek dagangCandefion, Candesartan Cilexetil, Quatan, Canderin, Blopress Plus, Candapress, Unisia, Candotens, Canidix
Tentang Candesartan
Golongan Penghambat reseptor angiotensin II (ARB)
Kategori Obat resep
Manfaat Menurunkan tekanan darah
Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak 1 tahun ke atas
Kategori kehamilan dan menyusui Kategori D: Ada bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar dari risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa.Belum diketahui apakah candesartan dapat diserap ke dalam ASI atau tidak. Bila Anda sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter. 
Bentuk obat Tablet

Peringatan:

  • Harap berhati-hati bagi penderita angioedema, hiponatremia, gangguan hati, kalsium tinggi dalam darah, penyakit kelenjar paratiroid, serta gangguan katup jantung dan pembuluh darah arteri.
  • Candesartan berpotensi menyebabkan hipotensi, jika dikonsumsi bersama dengan diuretik, atau dikonsumsi saat pasien menjalani cuci darah atau operasi.
  • Candesartan berpotensi menyebabkan hiperkalemia, jika dikonsumsi bersama dengan obat-obatan yang mengandung kalium atau ACE inhibitor.
  • Anak di bawah 1 tahun tidak boleh mengonsumsi obat ini, karena bisa berdampak pada kesehatan ginjal.
  • Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter
 Gambar terkait

Dosis Candesartan

Kondisi Dosis
Hipertensi Dewasa: 8 mg per hari, dan dapat ditingkatkan sesuai respons tubuh pasien terhadap obat. Dosis maksimal adalah 32 mg per hari, 1 kali sehari atau dapat dibagi menjadi beberapa jadwal konsumsi. Dosis pemeliharaan adalah 8 mg per hari.Anak-anak usia 1-5 tahun: 200 mcg/kgBB per hari, dan dapat ditingkatkan hingga 40-400 mcg/kgBB per hari, sesuai dengan respons tubuh pasien terhadap obat.Anak usia di atas 6 tahun dengan berat di bawah 50 kg: 4-8 mg per hari, dan dapat diringkatkan hingga 16 mg per hari.Anak usia di atas 6 tahun dengan berat di atas 50 kg: 8-16 mg per hari, dan dapat hingga 32 mg per hari.
Gagal jantung Dewasa: 4 mg per hari sebagai awal, dan dapat digandakan tiap 2 minggu. Dosis maksimal adalah 32 mg per hari.

Mengonsumsi Candesartan dengan Benar

Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang terdapat pada kemasan obat dalam menggunakan candesartan.
Candesartan umumnya digunakan sekali sehari. Dokter akan memberikan dosis yang rendah sebagai dosis awal, kemudian ditingkatkan dan disesuaikan dengan respons tubuh pasien terhadap obat. Untuk anak, dosis juga ditentukan berdasarkan berat badan.
Candesartan tablet dapat diminum sebelum atau setelah makan. Gunakan air putih untuk meminum candesartan.
Jangan memulai atau menghentikan pengobatan, serta jangan mengurangi atau menambah dosis tanpa adanya anjuran dokter.
Bagi Anda yang lupa mengonsumsi candesartan, disarankan untuk segera melakukannya apabila jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis.
Interaksi Obat
Berikut ini adalah interaksi yang dapat terjadi jika menggunakan candesartan bersama dengan obat-obatan lain:
  • Mengurangi efek antihipertensi dan meningkatkan risiko gangguan fungsi ginjal, jika dikonsumsi bersama dengan obat antiinflamasi nonsteroid.
  • Berpotensi meningkatkan kadar obat lithium dalam darah.
  • Konsumsi candesartan bagi penderita diabetes yang juga mengonsumsi obat aliskiren, berpotensi meningkatkan terjadinya gagal ginjal, hipotensi, dan hiperkalemia.

Bahaya dan Efek Samping Candesartan

Berikut ini adalah beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan candesartan:
  • Bengkak pada kedua tungkai
  • Pusing
  • Peningkatan lemak trigliserida dalam darah
  • Hiperurisemia (peningkatan asam urat)
  • Lemas
  • Sakit maag
  • Diare
  • Mual
  • Nyeri sendi
  • Sakit punggung

AMLODIPINE OBAT HIPERTENSI

Amlodipine-AlodokterAMLODIPINE 
OBAT HIPERTENSI


Amlodipine adalah obat untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Obat ini juga bisa digunakan untuk membantu mengatasi serangan angina pectoris atau angin duduk. Amlodipine bisa dikonsumsi secara tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain. Dengan menurunkan tekanan darah, obat ini membantu mencegah serangan stroke, serangan jantung, dan penyakit ginjal.
Amlodipine bekerja dengan cara melemaskan dinding dan melebarkan diameter pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan mengurangi tekanan darah dalam pembuluh.
Obat ini juga menghalangi kadar kalsium yang masuk ke sel otot halus di dinding pembuluh darah jantung. Kalsium akan membuat otot dinding pembuluh darah berkontraksi. Dengan adanya penghambatan kalsium yang masuk, dinding pembuluh darah akan menjadi lebih lemas.
Merek dagangA-B Vask, Actapin, Amcor, Amdixal, Amlocor, Amlodipine Fahrenheit, Amlogal, Amlogrix, Cardisan, Cardivask, Divasik, Ethivask, Finevask, Fulopin, Gensia, Gracivask, Gravask 5/Gravask 10, Lupin, Normoten, Opivask, Pehavask, Provask, Simvask-5/Simvask-10, Stamotens, Tensivask, Theravask

Tentang Amlodipine

Golongan Calcium-channel blocker (antagonis kalsium)
Kategori Obat resep
Manfaat Mengatasi hipertensi dan serangan angina pectoris
Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak umur 6 ke atas
Kategori kehamilan dan menyusui Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.
Bentuk obat Tablet

Peringatan:

  • Obat ini bisa membuat kepala terasa pusing. Hindari mengemudi, mengoperasikan peralatan berat, atau melakukan aktivitas yang butuh kewaspadaan dan konsentrasi, khususnya pada orang tua.
  • Tidak disarankan meminum banyak jus grapefruit. Kandungan bahan kimia dalam grapefruit bisa meningkatkan kadar amlodipine di dalam aliran darah.
  • Jangan memberikan obat ini pada orang lain tanpa resep dokter meskipun mereka memiliki kondisi yang sama. Penggunaan obat secara sembarangan bisa berbahaya.
  • Beri tahu dokter jika memiliki riwayat gangguan liver, jantung, pembuluh darah jantung, serangan jantung, dan tekanan darah rendah.
  • Jika alergi atau overdosis terjadi, segera temui dokter

 Gambar terkait

Dosis Amlodipine

Dosis yang biasanya dianjurkan untuk orang dewasa adalah 5-10 mg per hari. Dosis untuk orang tua lebih rendah, yaitu 2,5 mg per hari. Sedangkan dosis untuk anak-anak dan remaja adalah 2,5-5 mg per hari. Dosis akan disesuaikan dengan kondisi dan respons pasien terhadap obat ini.

Mengonsumsi Amlodipine dengan Benar

Untuk mengoptimalkan efek amlodipine, tentukan waktu yang sama setiap harinya untuk meminum obat ini, dan jangan melewatkan dosis. Pastikan ada jarak yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya.
Penggunaan obat ini sebaiknya diiringi dengan pemeriksaan teratur ke dokter agar kondisi kesehatan bisa terus terpantau. Minumlah amlodipine dengan air putih, sebelum atau sesudah makan.
Jika tidak sengaja lupa meminum amlodipine, disarankan untuk segera melakukannya apabila jeda dengan jadwal minum berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, jangan menggandakan dosis.
Obat ini tidak akan menyembuhkan hipertensi, tapi membantu mengendalikannya dan mencegah penyakit lain, seperti gagal jantung dan gangguan pada ginjal.

Interaksi Obat

Penggunaan bersama obat-obatan berikut dapat mempengaruhi kadar obat di dalam darah, oleh karenanya membutuhkan penyesuaian dosis:
Amiodarone, atazanavir, ceritinib, clarithromycin, clopidogrel, conivaptan, cyclosporine, dantrolene, digoxin, domperidone, droperidol, eliglustat, idelalisib, lacosamide, piperaquine, simvastatin, tacrolimus, tegafur, dan telaprevir.
Penggunaaan amlodipine dengan indinavir dapat meningkatkan potensi efek samping obat. Selain itu, penggunaan amlodipine dengan simvastatin dapat meningkatkan risiko terjadinya miopati.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Amlodipine

Semua obat berpotensi menyebabkan efek samping, tapi tidak semua orang akan mengalaminya. Ketika pertama kali mengonsumsi amlodipine, Anda mungkin akan mengalami sakit kepala, rasa panas dan kegerahan. Gejala ini umumnya akan membaik dalam beberapa hari.
Bicarakan dengan dokter jika mengalami efek samping berkepanjangan dan menyulitkan Anda. Beberapa efek samping lain yang mungkin terjadi adalah:
  • Merasa lelah atau pusing.
  • Jantung berdegup kencang.
  • Merasa mual dan tidak nyaman di bagian perut.
  • Pergelangan kaki membengkak.
Jika mengalami reaksi alergi seperti ruam, gatal-gatal, pembengkakan pada wajah, lidah atau tenggorokan, sakit kepala parah dan kesulitan bernapas, hentikan pemakaian dan segera temui dokter.

GLIMEPIRIDE OAD ( OBAT ANTI DIABETIC )



glimepiride - Alodokter 

GLIMEPIRIDE 
OAD ( OBAT ANTI DIABETIC )

Glimepiride adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan kadar gula darah tinggi pada penderita diabetes tipe 2. Obat ini bekerja dengan cara mendorong pankreas untuk memproduksi insulin dalam tubuh dan membantu tubuh menggunakan insulin secara lebih efisien. Glimepiride tidak dapat digunakan untuk mengobati penderita diabetes tipe 1, karena obat ini hanya dapat membantu menurunkan gula darah pada penderita yang mampu memproduksi insulin secara alami dalam tubuhnya.
Dengan mengendalikan kadar gula darah, glimepiride bermanfaat untuk membantu mencegah gagal ginjal, retinopati diabetik, serangan jantung, atau stroke, yang merupakan komplikasi dari diabetes.
Merek dagang: Amadiab, Amaryl, Anpiride, Gliariade, Glucokaf, Gluvas, Mapryl, Metrix, Pimaryl, Relide, Velacom, Versibet, Actaryl, Diaglime, Friladar, Glamarol, Glimepiride, Glimetic, Glucoryl, Mepirilid, Norizec, Simryl, Pridiab, Paride, Solosa, Diaversa

Tentang Obat Glimepiride

Golongan Antidiabetes sulfonylurea
Kategori Obat resep
Manfaat Mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes tipe 2
Dikonsumsi oleh Dewasa
Kategori kehamilan dan menyusui Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.Belum diketahui apakah glimepiride diserap ke dalam ASI atau tidak. Oleh karena itu, ibu menyusui disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi obat ini, agar dokter dapat mempertimbangkan antara manfaat dengan risikonya.
Bentuk obat Tablet

Peringatan:

  • Hindari mengonsumsi glimepiride jika memiliki alergi terhadap obat ini atau antibiotik golongan sulfonamida.
  • Berhati-hatilah dan konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter jika sedang atau berencana mengonsumsi obat-obatan lain, termasuk suplemen dan produk herba.
  • Berhati-hatilah dan konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter jika menderita atau memiliki riwayat kondisi berikut ini:
    • Defisiensi G6PD, yaitu kondisi rusaknya sel darah merah akibat kelainan genetik.
    • Gangguan hormon yang melibatkan kelenjar adrenal, hipofisis (pituitari), atau tiroid.
    • Penyakit jantung.
    • Penyakit ginjal.
    • Penyakit liver.
  • Beri tahu dokter bahwa sedang mengonsumsi glimepiride jika akan menjalani tindakan operasi, termasuk operasi gigi.
  • Hindari konsumsi alkohol ketika sedang menjalani pengobatan dengan glimepiride. Alkohol dapat menyebabkan efek samping glimepiride semakin memburuk.
  • Hindari berada terlalu lama berada di bawah paparan sinar matahari karena glimepiride dapat menyebabkan kulit sensitif terhadap sinar matahari. Gunakan pakaian yang menutup seluruh lengan, kacamata, dan tabir surya.
  • Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah mengonsumsi glimepiride, segera temui dokter.
 Gambar terkait

 

 

Dosis Glimepiride

Kondisi Usia Dosis
Diabetes melitus tipe 2 Dewasa Dosis awal: 1-2 mg per hari. Dosis dapat ditingkatkan dengan penambahan 1-2 mg setiap 1-2 minggu.Dosis lanjutan: 4 mg per hari.Dosis maksimum: 6 mg per hari.
Lansia Dosis awal: 1 mg, sekali sehari.

Mengonsumsi Glimepiride dengan Benar

Konsumsi glimepiride sesuai anjuran dokter dan jangan lupa untuk membaca keterangan pada label kemasan. Glimepiride biasanya dikonsumsi sekali sehari, sebelum atau sesudah makan. Gunakan air putih untuk menelan tablet.
Usahakan untuk mengonsumsi glimepiride secara rutin pada jam yang sama setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan efek obat.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi glimepiride, disarankan untuk segera melakukannya begitu ingat, jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis.
Glimepiride membantu mengendalikan gula darah dalam tubuh, namun tidak menyembuhkan diabetes. Jangan berhenti mengonsumsi obat, meskipun telah merasa lebih baik. Konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter sebelum berhenti mengonsumsi obat ini.
Periksa kadar gula darah secara rutin, sehingga dokter dapat mengetahui perkembangan kesehatan Anda. Dokter mungkin akan menurunkan atau menaikkan dosis, sesuai dengan kondisi Anda.
Selama mengonsumsi glimepiride, dokter mungkin juga akan menganjurkan untuk menjalankan diet sehat, berhenti merokok, dan berolahraga secara rutin. Hal ini akan membantu proses pengobatan.
Simpanlah glimepiride di tempat yang kering, tertutup, serta jauh dari paparan sinar matahari dan jangkauan anak-anak.

Interaksi Obat

Ada beberapa risiko yang dapat terjadi ketika glimepiride dikonsumsi bersama dengan obat lainnya, yaitu:
  • Glimepiride dapat menyebabkan hipoglikemia atau kadar gula darah rendah jika dikonsumsi bersama dengan obat-obatan berikut ini:
  • Efektivitas glimepiride untuk menurunkan kadar gula darah akan berkurang jika dikonsumsi bersamaan dengan jenis obat berikut ini:
  • Kombinasi glimepiride dengan insulin pada pasien gagal jantung akan meningkatkan risiko efek samping yang berkaitan dengan jantung.

Efek Samping Glimepiride

Efek samping glimepiride yang mungkin muncul umumnya berupa:
  • Pusing dan sakit kepala
  • Mual
  • Muntah
  • Ruam
Selain itu, ada efek samping lain yang mungkin terjadi dan bersifat serius, antara lain:
Kadar gula darah rendah atau hipoglikemia juga dapat terjadi selama pasien mengosumsi glimepiride. Gejala kadar gula darah rendah, di antaranya adalah:
  • Jantung berdebar
  • Area di sekitar mulut mati rasa
  • Jari mengalami kesemutan
  • Otot melemah
  • Penglihatan kabur
  • Tremor
  • Disorientasi atau bingung
  • Hilang kesadaran
Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala atau merasakan efek samping yang bersifat serius.


METFORMIN OBAT OAD ( OBAT ANTI DIABETIC )

Hasil gambar untuk metforminMETFORMIN
OBAT OAD ( OBAT ANTI DIABETIC )
Ns. Bayu Aji Sismanto

Metformin adalah obat antidiabetes yang dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes, Obat ini dapat dikonsumsi secara tunggal, dikombinasikan dengan obat antidiabetes lain, atau diberikan bersama insulin. Guna mendapat hasil maksimal, dosis metformin harus diseimbangkan dengan jumlah atau jenis makanan yang dikonsumsi, serta intensitas olahraga dan aktivitas yang dilakukan.

Dalam menurunkan kadar gula darah yang tinggi, metformin bekerja dengan cara menghambat proses glukoneogenesis dan glikogenolisis, memperlambat penyerapan glukosa pada usus, serta meningkatkan sensitifitas insulin dalam tubuh. Kendati demikian, obat ini tidak dapat diberikan pada penderita diabetes yang masih tergantung pada suntikan insulin sepenuhnya.
Merek Dagang: Diaformin XR, Efomet, Forbetes, Fordica 50 XR, Glucophage,    Glucophage XR,  Glucotika. Gludepatic, Glufor,  Gradiab,  Nevox/Nevox XR

Tentang Metformin

Jenis obat  Obat antidiabetes biguanid
Golongan  Obat resep
Manfaat  Menurunkan kadar gula darah yang tinggi pada pengidap diabetes tipe 2
Dikonsumsi oleh  Dewasa dan anak-anak berusia 10 tahun ke atas
Bentuk Obat  Tablet dan cairan yang diminum
Kategori kehamilan  Kategori B: Studi pada binatang percobaan tidak  memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum  ada studi terkontrol pada wanita hamil

 


Peringatan:
  • Beri tahu dokter jika memiliki alergi terhadap obat ini, obat lain, atau bahan tertentu.
  • Konsultasikan pada dokter terlebih dahulu jika memiliki riwayat gangguan pernapasan (misalnya asma), kekurangan darah, serta gangguan ginjal dan hati.
  • Bicarakan pada dokter jika akan melakukan prosedur medis tertentu, terutama pemeriksaan radiologi dengan menggunakan zat pewarna iodin.
  • Informasikan pada dokter jika sedang menggunakan obat lain, termasuk obat bebas, suplemen, atau herbal.
  • Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera hubungi dokter.


Dosis Metformin
Dosis penggunaan metformin berbeda-beda untuk tiap pasien. Dokter akan menyesuaikan takaran penggunaan metformin sesuai tingkat keparahan diabetes, riwayat kesehatan, dan reaksi tubuh pasien terhadap obat.
Dosis awal untuk orang dewasa adalah 500-850 mg yang diminum 1-2 kali sehari. Dosis ini dapat ditingkatkan hingga 2-3 gram/hari dengan interval waktu1 minggu dari dosis awal.
Dosis awal untuk anak-anak di atas 10 tahun adalah  500 mg yang diminum 1-2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap hingga 2 gram setiap hari yang terbagi dalam 2-3 dosis pemakaian. Interval waktu antara dosis awal dengan dosis lanjutan minimal adalah 1 minggu.

Mengonsumsi Metformin dengan Benar

Pastikan Anda mengonsumsi metformin sesuai dengan anjuran dokter. Baca informasi yang tertera pada kemasannya sebelum mulai mengonsumsi obat ini. Jika ragu, hubungi dokter.
Beri jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan mengonsumsi metformin pada jam yang sama setiap harinya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Obat ini biasanya dianjurkan untuk dikonsumsi saat makan atau segera sesudah makan.
Metformin dapat menyebabkan perubahan pada siklus menstruasi yang membuat ovulasi meningkat sehingga mempertinggi kemungkinan untuk hamil.
Pemeriksaan secara rutin sebaiknya dilakukan selama mengonsumsi obat ini untuk memantau kadar gula darah serta kesehatan kaki dan mata. Kenali juga gejala-gejala hipoglikemia (kadar gula darah yang terlalu rendah), seperti pandangan menjadi kabur, kulit kering, dan sering mengeluarkan urine. Selain itu, kenali juga gejala-gejala hiperglikemia (kadar gula darah yang terlalu tinggi), seperti kulit pucat, gelisah, detak jantung cepat, pusing, dan mual.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi metformin, disarankan segera melakukannya jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, jangan menggandakan dosis metformin.

Interaksi Obat

Berhati-hati saat mengonsumsi metformin dengan:
  • Alkohol dan bahan pewarna iodin, karena dapat meningkatkan risiko asidosis laktik.
  • Diuretik thiazide, obatan-obatan golongan phenothiazine kontrasepsi oral,  vit b3, penghambat kanal kalsium, kostikosteroid, atau isoniazid, karena dapat mempersulit pengendalian kadar gula darah.
  • Obatan-obatan golongan sulfonylurea, karena dapat menimbulkan efek tambahan.
  • ACE inhibitor, karena dapat menurunkan kadar gula darah puasa, yaitu kadar gula darah setelah pasien dipuasakan selama 8 jam.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Metformin

Sama seperti obat lain, metformin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang umumnya terjadi saat mengonsumsi metformin adalah:
  • Mual dan muntah.
  • Penurunan nafsu makan
  • Rasa logam dalam mulut
  • Sakit perut
  • Batuk dan suara serak.
  • Diare.
  • Nyeri otot dan kram
  • Lemas dan mengantuk