*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Sunday 15 January 2023

PERAN, FUNGSI, TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PERAWAT

PERAN PERAWAT

Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Mubarak dan Chayatin (2009) terdiri dari :

  • Pemberi Asuhan Keperawatan
    • Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

  • Advokat Klien
    • Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
  • Edukator
    • Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
  • Koordinator
    • Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.
  • Kolaborator
    • Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
  • Konsultan
    • Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
  • Peneliti / Pembaharu
    • Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan.


FUNGSI PERAWAT


Peran dan fungsi tidak bisa dipisahkan dalam sebuah tugas profesi dan tanggungjawab profesi. Jika peran perawat yang komplek tentunya diimbangi akan fungsi perawat yang juga menjadi dasar dalam menjalankan perannya. Apa saja fungsi perawat mari kita ulas satu persatu. Perawat akan melaksanakan beberapa fungsi diantaranya :

  • Fungsi Independent
    • Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
  • Fungsi Dependen
    • Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
  • Fungsi Interdependen
    • Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.


TUGAS DAN WEWENANG PERAWAT


Tugas perawat dalam menjalankan peran nya sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya tahun 1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

  1. Mengumpulkan Data
  2. Menganalisis dan mengintrepetasi data
  3. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan
  4. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku, sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi KDM.
  5. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan
  6. Menilai tingkat pencapaian tujuan.
  7. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan
  8. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.
  9. Mencatat data dalam proses keperawatan
  10. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan
  11. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan
  12. membuat usulan rencana penelitian keperawatan
  13. menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.
  14. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan
  15. Membuat rencana penyuluhan kesehatan
  16. Melaksanakan penyuluhan kesehatan
  17. Mengevaluasi penyuluhan kesehatan
  18. Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
  19. Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan maupun tim kesehatan lain.
  20. Menerapkan keterampilan manajemen dalam keperawatan klien secara menyeluruh.
Wewenang perawat dalam penyelenggaraan praktek keperawatan menurut Permenkes RI No. 148 tahun 2010 tentang Registrasi dan Praktek Perawat yang tertuang pada BAB III pasal 8 adalah sebagai berikut:
  1. Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, tingkat ketiga.
  2. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan :
  1. Pelaksanaan asuhan keperawatan;
  2. Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat; dan
  3. Pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.


NOTE'S 
  1. Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi pengkajian, penetapan diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
  2. Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
  3. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud ayat (5) meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
  4. Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan obat bebas terbatas dan/atau obat bebas terbatas.

Perbedaan Early Warning System (EWS) dan Early Warning System Score (EWSS)

Early Warning System (EWS) dan Early Warning System Score (EWSS)

Penyusun  : Bayu Aji Sismanto, S.Kep., Ners.
Email        : bayuajisismanto@gmail.com

Label   : 
Masuk dalam Akreditasi JCI Chapter Care of Patients (COP),  
Akreditasi (SNARS-KARS) Chapter Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
 

Early Warning System Score (EWSS) atau disebut juga Early Warning Score (EWS) adalah sebuah sistem pemantauan dengan skoring fisiologis umum yang digunakan di unit pelayanan medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Alat ini sederhana dan mudah digunakan disamping tempat tidur, sehingga perawat akan lebih siap mengevaluasi perubahan kondisi pasien dan melakukan intervensi dengan tepat. Sistem Nasional Akreditas Rumah Sakit (SNARS) edisi satu telah memasukkan sistem EWS dalam penilaian akreditasi, sehingga dengan adanya regulasi ini, rumah sakit di Indonesia dituntut untuk dapat menerapkan alat deteksi dini ini dalam menentukan pasien mana yang perlu dipantau dengan lebih intensif.

Dalam meningkatkan angka keselamatan dan pemantauan dini pasien melalui  EWS dapat mencegah perburukan kondisi bahkan terjadinya henti jantung. Perubahan parameter dapat diamati 6 sampai dengan 8 jam sebelum terjadinya henti jantung dan panggilan code blue. EWS terdiri dari 7 parameter yang terdiri dari pernafasan, saturasi oksigen, tekanan darah sistolik, nadi, tingkat kesadaran, suhu dan tambahan skor 2 jika pasien mengunakan alat bantu nafas untuk mempertahankan saturasi oksigen pasien. Masing-masing parameter akan dikonversikan kedalam bentuk angka, dimana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera mungkin. Pengkajian EWS dapat dilakukan pada pasien baru di IGD dan ruang rawat inap.

NEWS- Royal College of Physicians (2017)


Adapun prosedur pengkajian EWS sebagai berikut :

  1. Perawat melakukan pengkajian EWS pada semua pasien IGD dan rawat inap didokumentasikan pada form EWS.
  2. Perawat menulis tanggal dan jam pengkajian EWS.
  3. Hasil yang telah didapat di nilai sesuai dengan skor yang telah ditetapkan.
  4. Tuliskan hasil yang didapat untuk parameter frekuensi nafas, saturasi oksigen, suhu, tekanan darah sistolik dan denyut jantung.
  5. Untuk parameter alat bantu nafas, jika pasien menggunakan alat bantu nafas ditulis “ya” dan diberi skor 2, jika tidak memiliki alat bantu ditulis “tidak” dan diberi skor 0.
  6. Untuk parameter kesadaran digunakan metode AVPU, pasien sadar (Awakeness) diberi skor 0. Jika pasien mengalami penurunan kesadaran dan harus menggunakan rangsangan suara (Verbal) atau nyeri (Pain). Jika pasien sama sekali tidak sadar (Unresponsive) diberi skor 3.

Total Skor

Kategori Skoring

Frekuensi Observasi

Intervensi

0-1

Normal (HIjau)

Setiap 8 jam

Observasi dan dokumentasi

2-3

Rendah (Kuning)

Setiap 4 jam

Observasi dan dokumentasi

4-6

Sedang (Orange)

Setiap Jam

Perawat melapor ke dokter jaga

Perawat mengobservasi pasien bersama dengan dokter jaga setiap jam

Perawat mendokumentasi setiap jam

Perawat/dokter jaga melapor ke DPJP

Perawat/dokter jaga mempersiapkan pasien jika mengalami perburukan kondisi untuk perawatan HCU

≥7

Tinggi (Merah)

Bedside Monitoring

Observasi dilakukan oleh perawat bersama dengan dokter jaga/DPJP/intensivis

Pemantauan pasien secara terus menerus dan didokumentasikan per jam

Aktivitas code blue system bila pasien henti jantung/henti nafas

Rencanakan transfer pasien ke ruang ICU/CVCU dengan menggunakan alat bantu nafas


Pemantauan EWS disertai dengan tatalaksana tindakan berdasarkan hasil skoring pengkajian pasien akan mampu mendukung kemampuan perawat dalam mengenali dan mengintervensi secara tepat waktu dalam mengatasi tanda-tanda perburukan kondisi pasien. Dengan adanya EWS akan mampu mendukung perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. EWS juga dapat digunakan pada pasien dewasa maupun pasien anak (bayi sampai dengan remaja) dengan memasukkan anatomi dan fisiologi anak-anak kedalam alat EWS tersebut.

Keberhasilan implementasi EWS dalam tatanan pelayanan kesehatan membutuhkan pengembangan dan evaluasi berkelanjutan. Pelaksanan program pendidikan seperti training dan simulasi EWS untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi perawat dalam menilai deteksi dini perburukan. Program pendidikan multidisiplin ini telah terbukti dalam meningkatkan kerjasama dan hubungan komunikasi antar dokter dan perawat dalam menangani kondisi pasien yang mengalami perburukan, sehingga pengambilan keputusan dan pengelolaan pasien dapat terlaksana dengan baik.

Dengan adanya deteksi dini perburukan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi pelayanan kesehatan, khususnya perawatan kesehatan di rumah sakit dalam mencegah dan mendeteksi lebih awal akan terjadinya perburukan pada kondisi pasien. Pengetahuan dan kompetensi perawat serta kemampuan kolaborasi yang baik dengan dokter akan memberikan hasil yang maksimal dalam penanganan pasien serta kemajuan dari pelayanan di rumah sakit.

 

Pustaka artikel : 

Sudjiati, E., Hariyati, Rr., (2019). Efektifitas Penggunaan Teknologi Early Warning Scoring System (EWSS) dalam Keperawatan. Jurnal Online Keperawatan Indonesia Vol 2 No.2 (34-39). Diakses pada 28 April 2021, dari http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/Keperawatan/article/download/892/806/

Pertiwi, D., Kosasih, C., Nuraeni, A., (2020). Tinjauan sistematis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi early warning score (EWS) oleh perawat di rumah sakit. Jurnal Kesehatan Vol. 11 No.2, diakses pada 29 April 2021 dari http://jurnal.stikescirebon.ac.id/index.php/kesehatan/article/download/223/pdf

Jamal, N., (2020). Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Perawat tending Early Warning Score (EWS) Di RSUP H. Adam Malik Medan. Diakses pada 29 April 2021, dari http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/28921/161101136.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Royal College of Physicians. (2017). National Early Warning Score (NEWS) 2: Standardising the assessment of acute-illness severity in the NHS. London: RCP. Diakses pada 29 April 2021, dari https://www.rcplondon.ac.uk/projects/outputs/national-early-warning-score-news-2

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT

 




PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013
                                                                                                                                                                                                                                                             

TENTANG


KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang   a.    bahwa      untuk      meningkatkan      profesionalisme, pembinaan etik dan disiplin  tenaga keperawatan, serta menjamin mutu pelayanan kesehatan dan melindungi keselamatan         pasien      perlu      dibentuk      Komite Keperawatan di Rumah Sakit;
b.    bahwa     berdasarkan     pertimbangan     sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit;


Mengingat     1.    Undang-Undang   Nomor   32   Tahun   2004   tentang Pemerintahan                  Daerah   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia  Tahun  2004  Nomor  125,  Tambahan Lembaran       Negara  Republik  Indonesia  Nomor  4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
2.    Undang-Undang   Nomor   36   Tahun   2009   tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004   Nomor   114,   Tambahan   Lembaran   Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

3.    Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
2009   Nomor   153,   Tambahan   Lembaran   Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);

4.    Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga   Kesehatan   (Lembaran  Negar Tahun  1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);


5. Keputusan . . .
- 2 -

5.    Keputusan          Menteri          Kesehatan          Nomor
369/MENKES/SK/III/2007   tentang   Standar   Profesi
Bidan;

6.
Peraturan           Menteri           Kesehatan
Nomor

HK.02.02/MENKES/148/I/2010    tentang
Izin    dan
Penyelenggaraan  Praktik  Perawat  sebagaimana  telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 473);

7.    Peraturan           Menteri           Kesehatan           Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik IndonesiTahun 2010 Nomor 585) sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);

8.
Peraturan           Menteri
Kesehatan

Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010
Tentang
Izin
dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 501);

9.    Peraturan           Menteri           Kesehatan           Nomor
1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 603);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan  PERATURAN  MENTERI  KESEHATAN  TENTANG  KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT.


BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini yang dimaksud dengan:

1.    Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural rumah sakit yang mempunyai                      fungsi   utama   mempertahankan   dan   meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi.


2. Rumah Sakit . . .
- 3 -

2.    Rumah    Sakit    adalah    institusi    pelayanan    kesehatan    yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
3.    Kewenangan  Klinis  tenaga  keperawatan  adalah  uraian  intervensi keperawatan dan kebidanan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan berdasarkan area praktiknya.
4.    Penugasan  Klinis  adalah  penugasan  kepala/direktur  Rumah  Sakit kepada  tenaga  keperawatan  untuk  melakukan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan di Rumah Sakit tersebut berdasarkan daftar Kewenangan Klinis.
5.    Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian Kewenangan Klinis.
6.    Rekredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah memiliki Kewenangan Klinis untuk menentukan kelayakan pemberian Kewenangan Klinis tersebut.
7.    Peraturan Internal Staf Keperawatan adalah aturan yang mengatur tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme tenaga keperawatan di Rumah Sakit.
8.    Audit Keperawatan adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi perawat dan bidan.
9.    Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan dengan reputasi dan kompetensi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan tenaga keperawatan.
10. Buku Putih adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga keperawatan yang digunakan untuk menentukan Kewenangan Klinis.


Pasal 2

Penyelenggaraan Komite Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan serta mengatur tata kelola klinis yang baik agar  mutu  pelayanan  keperawatan  dan pelayanan kebidanan yang berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan terlindungi.





Pasal 3 . . .


- 4 -

Pasal 3

Tenaga  keperawata sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal   meliputi perawat dan bidan.


Pasal 4

(1)   Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, semua asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan yang dilakukan oleh setiap tenaga keperawatan di Rumah Sakit dilakukan atas Penugasan Klinis dari kepala/direktur Rumah Sakit.

(2)   Penugasan   Klinis   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   berupa pemberian                       Kewenangan      Klinis      tenaga      keperawatan      oleh kepala/direktur  Rumah  Sakit  melalui  penerbitan  surat  Penugasan Klinis kepada tenaga keperawatan yang bersangkutan.

(3)   Surat   Penugasan   Klinis   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) diterbitkan                      oleh    kepala/direktur    Rumah    Sakit    berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan.

(4)   Dalam   keadaan   darurat   kepala/direktur   Rumah   Sakit   dapat memberikan                        surat    Penugasan    Klinis    secara    langsung    tidak berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan.

(5)   Rekomendasi Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah dilakukan Kredensial dengan ketentuan bahwa Rumah       Sakit   merupakan   tempat   untuk   melakukan   pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga.


BAB II
KOMITE KEPERAWATAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 5

(1)   Dalam rangka mewujudkan tata kelola klinis yang baik, setiap Rumah
Sakit harus membentuk Komite Keperawatan.

(2)   Komite   Keperawatan   merupakan   organisasi  non  struktural  yang dibentuk di Rumah Sakit yang keanggotaannya terdiri dari tenaga keperawatan.
(3)   Komite  Keperawatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bukan merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan.


Bagian Kedua . . .
- 5 -

Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan


Pasal 6

Komite Keperawatan dibentuk oleh kepala/direktur Rumah Sakit.


Pasal 7

(1)   Susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang-kurangnya terdiri dari:
a.    ketua Komite Keperawatan;
b.    sekretaris Komite Keperawatan; dan c.    subkomite.
(2)   Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi Komite Keperawatan                        sekurang-kurangnya   dapat   terdiri   dari   ketua   dan sekretaris merangkap subkomite.


Pasal 8

(1)   Keanggotaan  Komit Keperawatan  ditetapkan  oleh  kepala/direktur Rumah                Sakit    dengan    mempertimbangkan    sikap    profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi, dan perilaku.

(2)   Jumlah   personil   keanggotaan   Komite   Keperawatan   sebagaimana dimaksud                    pada   ayat   (1)   disesuaikan   dengan   jumlah   tenaga keperawatan di Rumah Sakit.


Pasal 9

(1)   Ketua  Komite  Keperawatan  ditetapkan  oleh  kepala/direktur  Rumah Sakit dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit.

(2)   Sekretaris Komite Keperawatan dan ketua subkomite ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit berdasarkan rekomendasi dari ketua Komite Keperawatan dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit.


Pasal 10

(1)   Subkomite sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) terdiri dari:
a.    subkomite Kredensial;
b.    subkomite mutu profesi; dan
c.    subkomite etik dan disiplin profesi.

(2) Subkomite . . .
- 6 -

(2)   Subkomite Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertugas merekomendasikan Kewenangan Klinis yang adekuat sesuai kompetensi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan.

(3)   Subkomite mutu profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf b bertugas                 melakukan   audit   keperawatan   dan   merekomendasikan kebutuhan                 pengembangan   profesional   berkelanjutan   bagi   tenaga keperawatan.

(4)   Subkomite etik dan disiplin profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertugas merekomendasikan pembinaan etik dan disiplin profesi.


Bagian Ketiga
Fungsi, Tugas, dan Kewenangan


Pasal 11

(1)   Komite Keperawatan mempunyai fungsi meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit dengan cara:
a.     melakukan  Kredensial  bagi  seluruh  tenaga  keperawatan  yang akan melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit;
b.    memelihara mutu profesi tenaga keperawatan; dan
c.    menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi perawat dan bidan.

(2)   Dalam melaksanakan fungsi Kredensial, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a.    menyusun daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih;
b.    melakukan verifikasi persyaratan Kredensial;
c.    merekomendasikan Kewenangan Klinis tenaga keperawatan;
d.    merekomendasikan pemulihan Kewenangan Klinis;
e.     melakukan Kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang ditetapkan;
f.      melaporkan  seluruh  proses  Kredensial  kepada  Ketua  Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada kepala/direktur Rumah Sakit;

(3)   Dalam   melaksanakan   fungsi   memelihara   mutu   profesi,   Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a.     menyusun  data  dasar  profil  tenaga  keperawatan  sesuai  area praktik;


b. merekomendasikan . . .



- 7 -

b.     merekomendasikan    perencanaan    pengembangan    profesional berkelanjutan tenaga keperawatan;
c.    melakukan audit keperawatan dan kebidanan; dan
d.    memfasilitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan.

(4)   Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a.    melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan;
b.     melakukan    pembinaan    etik    dan    disiplin    profesi    tenaga keperawatan;
c.     merekomendasikan  penyelesaian  masalah  pelanggaran  disiplin dan masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan keperawatan dan kebidanan;
d.    merekomendasikan pencabutan Kewenangan Klinis; dan
e.     memberikan  pertimbangan  dalam  mengambil  keputusan  etis dalam asuhan keperawatan dan kebidanan.


Pasal 12

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan berwenang:

a.    memberikan rekomendasi rincian Kewenangan Klinis;

b.    memberikan rekomendasi perubahan rincian Kewenangan Klinis; c.    memberikan rekomendasi penolakan Kewenangan Klinis tertentu; d.    memberikan rekomendasi surat Penugasan Klinis;
e.     memberikan   rekomendasi   tindak   lanjut   audit   keperawatan   dan kebidanan;
f.     memberikan  rekomendasi  pendidikan  keperawatan  dan  pendidikan kebidanan berkelanjutan; dan
g.     memberikan      rekomendasi      pendampingan      dan      memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.


Bagian Keempat
Hubungan Komite Keperawatan dengan Kepala/Direktur


Pasal 13

(1)   Kepala/direktur  Rumah  Sakit  menetapkan  kebijakan,  prosedur  dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan tugas Komite Keperawatan.

(2)   Komite   Keperawatan   bertanggung   jawab   kepada   kepala/direktur
Rumah Sakit.


Bagian Kelima . . .




- 8 -

Bagian Kelima
Panitia Adhoc


Pasal 14

(1)   Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan dapat dibantu oleh panitia adhoc.

(2)   Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala/direktur   Rumah  Sakit  berdasarkan  usulan  ketua  Komite Keperawatan.

(3)   Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari tenaga keperawatan yang tergolong sebagai Mitra Bestari.

(4)   Tenaga keperawatan yang tergolong sebagai Mitra Bestari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari Rumah Sakit lain, organisasi profesi perawat, organisasi profesi bidan, dan/atau institusi pendidikan keperawatan dan institusi pendidikan kebidanan.



BAB III
PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN


Pasal 15

(1)   Setiap   Rumah   Sakit   wajib   menyusun   peraturan   internal   staf keperawatan dengan mengacu pada peraturan internal korporasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)   Peraturan internal staf keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup tenaga perawat dan tenaga bidan.

(3)   Peraturan internal staf keperawatan disusun oleh Komite Keperawatan dan disahkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.

(4)   Peraturan  internal  staf  keperawatan  berfungsi  sebagai  aturan  yang digunakan oleh Komite Keperawatan dan staf keperawatan dalam melaksanakan tata kelola klinis yang baik di Rumah Sakit.
(5)   Tata    cara    penyusunan    Peraturan    Internal    Staf    Keperawatan dilaksanakan dengan berpedoman pada lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Kesehatan ini.







BAB IV . . .

 9 -

BAB IV PENDANAAN


Pasal 16

(1)   Kepengurusan Komite Keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai dengan aturan dan kebijakan Rumah Sakit.

(2)   Pelaksanaan kegiatan Komite Keperawatan didanai dengan anggaran
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 17

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Komite Keperawatan dilakukan oleh Menteri, Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi, Dewan Pengawas Rumah Sakit, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan perhimpunan/asosiasi perumahsakitan dengan melibatkan organisasi profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.


Pasal 18

(1)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diarahkan untuk meningkatkan kinerja Komite Keperawatan dalam rangka menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, serta keselamatan pasien di Rumah Sakit.

(2)   Pembinaan  dan  pengawasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan melalui:

a.    advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;

b.    pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan c.    monitoring dan evaluasi.
(3)   Dalam rangka pembinaan Komite Keperawatan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan  sanksi  administratif  berupa teguran lisan dan teguran tertulis






BAB VI . . .
- 10 -

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 19

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Rumah Sakit yang telah memiliki Komite Keperawatan harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.



BAB VII KETENTUAN PENUTUP


Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Komite Keperawatan dilaksanakan dengan berpedoman pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 21

Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2013

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
NAFSIAH MBOI