*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Friday 19 February 2016

Biografi K.H. Yahya Al-Mutamakkin dikutip dari blog al.hikmah

Biografi K.H. Yahya Al-Mutamakkin
Melihat nama belakang tamu kita ini, ingatan kita segera tertuju pada satu sosok ulama kharismatis, asli Kajen, Jawa Tengah, Syaikh Ahmad Mutamakkin. Konon, Mbah Mutamakkin, sebutan populer Syaikh Ahmad Mutamakkin, adalah seorang tokoh yang menjadi cikal bakal atau nenek moyang orang Kajen dan sekitarnya, termasuk Purwodadi. Salah satunya, ya, Gus Yahya, demikian biasanya K.H. Yahya Al-Mutamakkin disapa.



Nama belakang “Al-Mutamakkin” tentu diambil dari nama sang buyut. Menurut Gus Yahya, penisbahan nama sang leluhur bukan untuk gagah-gagahan, melainkan menjaga silsilah. Lebih dari itu, sang abah, K. H. Abdul Wahid Al-Mutamakkin, ingin agar nama itu dapat menjadi sesuatu yang membuat putranya selalu bercermin dengan kealiman Mbah Mutamakkin.

Sementara nama Yahya itu sendiri diambil abahnya, yang terilhami dari nama seorang waliyullah asal Blora, Kiai Yahya. Semasa hidupnya, Kiai Yahya sengaja menjauh dari kota untuk menghindari fitnah, menuju ke pelosok desa untuk beribadah. Ulama-ulama alim dahulu memang seperti ini. Bila di kota sudah semakin ramai dan penuh maksiat, ia akan hijrah ke desa yang lebih kondusif untuk ibadah.

Seperti yang pernah dilakukan datuk para habib, Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Kala itu, Al-Muhajir hendak bertolak dari Baghdad lantaran daerah itu sudah cukup ramai. Untuk mendapatkan tempat yang lebih steril dari fitnah, ia beserta rombongan hijrah ke Hadhramaut.

Lagi-lagi, sang abah memiliki tujuan khusus dengan nama yang diberikannya pada sang putra. Apa lagi kalau bukan menjadi doa agar Gus Yahya mampu meneladani akhlaq dan ilmu Kiai Yahya. Maka, sejak lahir pada tahun 1975, nama “Yahya Al-Mutamakkin” menjadi nama resmi Gus Yahya, sapaan akrabnya.

Kepribadian Gus Yahya amat bersahaja. Tutur katanya lembut, bahasanya santun, suaranya pelan, namun tetap terdengar tegas. Ia juga sangat rendah hati. Wawasan keagamaannya luas. Dalam perbincangan, sesekali ia menyitir ayat-ayat Al-Qur’an dan sabda Rasulullah SAW.

Nyantri ke Luar Negeri
Sedari kecil, Gus Yahya mengenyam pendidikan agama dengan baik. Lazimnya anak kiai pada masa itu yang mendapatkan pendidikan agama pertama langsung dari sang abah, ia pun demikian. Dengan telaten abahnya mengajar Gus Yahya.

Sebetulnya ia sempat sekolah formal hingga kelas 3 SD. Namun, karena satu dan lain hal, akhirnya ia keluar dan belajar secara khusus dengan seorang guru di rumahnya.

Ketika usinya mulai beranjak dewasa, Gus Yahya melanjutkan belajar di Pesantren K.H. Abdul Selo, Pesantren K.H. Umar Ali, yang masih terhidung famili, dan tentunya di pesantren datuknya, Mbah Mutamakkin, Kajen.

Tidak cukup sampai di situ, ia juga melanjutkan belajar ke Bangil, Jawa Timur.

Merasa belum puas dengan ilmu yang selama ini didapat, saat usianya beranjak 16 tahun, ia belajar kepada Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, Solo. Di tempat terahir ini, ia nyantri cukup lama, kurang lebih selama empat tahun, sejak tahun 1991 hingga tahun 1995.

Gus Yahya merasa bersyukur lahir dari keturunan Mbah Mutamakkin. Bukan bermaksud mengkultuskan, namun, baginya, anugerah ini menjadi keuntungan tersendiri bagi anak keempat dari delapan bersaudara ini. Sehingga abahnya, yang juga seorang ulama, memiliki himmah yang tinggi terhadap ilmu agama. Ini diwariskan sang buyut. Dan semangat itu juga yang diwariskan sang abah kepada Gus Yahya, sehingga abahnya selalu mendukung dan memotivasi agar Gus Yahya tak pernah berhenti belajar. Bahkan hingga ke mancangara.

“Abah memang begitu memotivasi saya untuk belajar kepada para ulama yang hebat di mancanegara. Ini bukan bermaksud mengecilkan peran ulama Indonesia, biar bagaimanapun banyak ulama Indonesia yang memiliki reputasi sekaliber ulama internasional. Akan tetapi yang dimaksud oleh sang abah, apabila berkesempatan belajar di macanegara, khususnya di negeri para nabi, ada keistimewaan tersendiri, yakni saya bisa mendapatkan berkah pada tempat-tempat tertentu, seperti Makkah dan Madinah, yang tidak terdapat di Indonesia. Selain itu tentunya bisa membangun jaringan dengan ulama internasional,” kata Gus Yahya.

Pucuk dicita, ulam pun tiba. Pada tahun 1995, Gus Yahya berkesempatan berangkat ke Madinah, belajar bersama Habib Zein Bin Sumaith. Kesempatan ini merupakan hadiah dari sang guru tercintanya, Habib Anis Al-Habsyi.

Alkisah, sebelum berangkat ke Madinah, Gus Yahya sempat mendapatkan tawaran dari Dr. Abdullah Al-Yamani untuk belajar di beberapa negeri, seperti Amerika dan Pakistan. Ulama dari Jeddah ini memang dikenal sangat antusias kepada pelajar Indonesia yang memiliki motivasi belajar di luar negeri.

Sebagai seorang murid, Gus Yahya mengkonsultasikan perihal tersebut kepada Habib Anis. Akan tetapi habib yang murah senyum ini kurang setuju bila Gus Yahya mengambil tawaran Dr. Abdullah Al-Yamani, ia menasihati Gus Yahya untuk bersabar.

Tahun 1993, Habib Anis bersama rombongan berangkat ke Hadhramaut dan Madinah. Rupanya, saat Habib Anis bertemu Habib Zein Bin Sumaith di Madinah, beliaulah yang mendaftarkan Gus Yahya. Tentu saja jalannya menjadi mulus dengan campur tangan Habib Anis.

Maka berangkatlah Gus Yahya ke Madinah pada tahun 1995.

Habib Zein menerima dengan senang hati.

“Subhanallah, saya yang dhaif ini mendapat perlakuan istimewa, baik zhahir maupun bathin, dari Habib Zein. Tentu ini berkat Habib Anis,” kata Gus Yahya merendah.

Gus Yahya begitu mengagumi sosok gurunya ini. “Kekaguman saya kepada almarhum tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Beliau adalah suri teladan yang hampir-hampir sempurna. Baik itu ilmu, keperibadian, maupun akhlaqnya. Beliau selalu tersenyum kepada siapa saja dan dalam keadaan apa saja. Akhlaq mulia lainnya, beliau begitu memuliakan tamu.

Suatu ketika pernah ada tamu yang akan datang dan kebetulan beliau meminta saya untuk merapikan kamar tamu tersebut. Saat itu beliau berpesan, ‘Bersihkan dengan sebaik-baiknya, kalau untuk tamu itu harus yang terbaik, bahkan yang jauh lebih baik dari kita’,” kata Gus Yahya mengenang.

Almarhum juga pernah berpesan khusus kepada Gus Yahya sesaat sebelum berangkat ke Madinah. Saat itu almarhum Habib Anis sedang sakit dan berobat ke Jakarta. Sebagai seorang murid, Gus Yahya sangat ingin bertemu untuk berpamitan dengan sang guru. Syukur-syukur bisa mendapatkan nasihat untuk bekal selama di kota Nabi. Apalagi Habib Anis memiliki peran penting dalam kepergiannya itu. Ia berusaha mencari keberadaan Habib Anis, ke sana-kemari.

Singkat cerita, Gus Yahya berhasil menemukannya di salah satu kediaman kerabatnya di bilangan Jakarta.
“Saat itu saya hanya berbicara berdua dengan beliau. Beliau memberikan beberapa wasiat, namun yang masih saya ingat di antaranya, ‘Apa yang sudah kamu terima dari Masjid Ariyadh, Solo, seperti wirid dan amal lainya, kamu istiqamahkan.’

Bahkan tidak hanya nasihat, beliau juga sempat memberikan sangu (ongkos), padahal saya muridnya, seharusnya saya yang lebih pantas memberikan itu kepada beliau,” tutur Gus Yahya sumringah.

Di Madinah, Gus Yahya nyantri selama empat tahun. Di kota Nabi SAW itu, ia belajar ilmu fiqih, alat, tasawuf, tafsir, dan sebagainya, kepada Habib Zein Bin Sumaith, Habib Salim Asy-Syathiri, yang sebelum menetap kembali di Hadhramaut masih mondar-mandir Madinah-Tarim, dan ulama yang lainnya.

Satu pembelajaran unik di Madinah yang mungkin tidak didapatkan di tempat lain, kala itu, yaitu sistem ujian Habib Zein. Santri diajak untuk mengasah kecerdasan dan menguatkan hafalan dengan cara diskusi dan ujian setiap pekan. Habib Zein sendiri yang bertanya kepada santri tentang hukum dan dalil suatu permasalahan. Waktunya dua kali dalam sepekan.

Bagi Gus Yahya, sistem seperti itu begitu berkesan. Padahal umumnya seorang siswa atau santri merasa takut bila menghadapi ujian. Apalagi dalam waktu yang sering. Biasanya ujian itu setahun dua kali, bukan seminggu dua kali. Namun ini tidak berlaku bagi Gus Yahya. Ujian dua kali dalam seminggu bukan menjadi momok baginya. Inilah media baginya untuk mengukur pemahamannya selama ini.

Setiap Jum’at malam ujian nahwu dan Sabtu pagi ujian fiqih. Karenanya tidak mengherankan bila santri-santri Habib Zein terkenal dalam penguasaan masalah fiqih, sedikit banyak karena pengaruh sistem ujian seperti itu.

Tahun 1999, seiring waktu belajarnya akan usai, Gus Yahya mulai bimbang. Apakah ia harus kembali ke Indonesia, atau tetap belajar kepada Habib Zein di Madinah. Muslim mana yang tidak betah tinggal di Madinah, nikmatnya masya Allah....

Ketika tengah berada di Masjid Nabawi, ia mengkonsultasikannya kepada sang guru.

Setelah ia menceritakan permasalahannya, dengan tegas Habib Zein menasihati, “Sebaiknya kamu lihat yang paling bermanfaat dan afdhal buat umat. Apabila kamu lebih dibutuhkan di Indonesia, pulanglah. Sebaliknya, bila menurut kamu belajar di Madinah itu yang terbaik, menetaplah.”

Saat itu juga Gus Yahya langsung mendapatkan jawaban, seolah isyarah dari Allah SWT, ia begitu yakin untuk memilih pilihan pertama, kembali ke Indoensia. Menurutnya, orangtua mengirimnya belajar hingga ke luar negeri bukan tanpa alasan. Ia yakin, ketika dirasa telah memiliki cukup bekal ilmu ia memang harus kembali membatu sang abah meneruskan perjuangannya dalam berdakwah.

Mulai Berdakwah
Awalnya, sekembali dari Madinah pada tahun 1999, Gus Yahya sempat berdakwah di Jakarta. Di Ibu Kota, ia tinggal di kediaman ayah angkatnya, H. Mustofa, daerah Kalibata, yang mendirikan Yayasan Al-Azhari. Sambil berdakwah, ia juga memanfaatkan waktunya untuk menjalin silaturahim dengan para alumnus dari Madinah.

Bersama salah satu kawan dekatnya, asal Bekasi, Habib Muhammad Vad’aq, ia menggagas terbentuknya organisasi murid-murid Habib Zein, yang menampung seluruh alumnus. Pada tahun yang sama, berdirilah organisasi Ath-Thayyibah.

Masih di tahun yang sama, Gus Yahya sempat berencana untuk membangun pesantren di bilangan Cibitung, Bekasi. Kala itu ada salah seorang hartawan yang mewakafkan tanah seluas 5.000 m untuk santri Habib Zein.

Namun, setelah beristikharah, Gus Yahya mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk hijrah ke arah wetan atau timur. Maka ia tidak jadi mendirikan pesantren di Kota Patriot itu.
Tahun 2000, ia pun memutuskan kembali ke Jawa Tengah. Namun tidak langsung kembali ke kampung halaman untuk mengasuh pesantren peninggalan datuknya, K.H. Dahlan Al-Mutamakkin, ia memilih mendirikan pesantren di Semarang.

Pesantren Mahasiswa
Tumbangnya rezim Soeharto sedikit banyak merupakan kontribusi mahasiswa. Peran mahasiswa sebagai agent of change harus dibentengi dengan ilmu agama.

Secara akademis, ilmu sains, teknologi, dan sebagainya, mereka memang menguasai dengan baik. Namun jika pemahaman spiritualnya kering, akan muncul keadaan seperti sekarang ini: Pejabat pintar, tapi keblinger, pintar membodohi rakyatnya. Banyak yang ahli dalam bisnis, tapi lihai memanipulasi.

Berangkat dari sini, Gus Yahya bersama sahabatnya, K.H. Musolih Azhari dan Habib Hasan, mendirikan pesantren mahasiswa. Pembelajarannya seputar fiqih, akhlaq, tasawuf, tafsir, dan sebagainya. Misinya, untuk mencetak intelektual muslim dan muslim intelektual serta santri yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan sarjana yang berjiwa santri.

Selain mengajar di pesantren mahasiswa, ia juga mengembangkan dakwah remaja dengan cara keliling dari satu masjid kampus ke masjid kampus lain. Namanya Majelis Dakwah Pemuda Al-Izzah. Remajanya masih dari kalangan mahasiswa. Namun berbeda dengan pesantren mahasiswa, kajian ini digelar sekali dalam sepekan dan jama’ahnya tidak hanya santri mahasiswa.

Dengan menggunakan metode pendekatan ilmiah, presentasi, diskusi, dan lain-lain, pengajian ini kerap membahas tema-tema permasalahan bangsa dan umat saat itu, agar kontekstual dan mampu menarik jama’ah.

Misalnya, saat ini kembali mencuat isu terorisme. Karena terorisme sering dikait-kaitkan dengan jihad, padahal sesungguhnya tidak ada kaitannya sama sekali, pengajiannya pun membahas kosep seputar jihad.

Menanggapi bahwa terorisme juga terjadi di antara sesama umat Islam, “Sebetulnya bila dicari akar permasalahannya, kelompok radikal itu bersumber dari kelompok yang suka membid’ahkan orang lain, menuduh amaliah sunnah sebagian bid’ah, sesat, dan syirik.... Pada akhirnya mereka merasa bahwa hanya merekalah yang benar. Mereka ingin mengubah namun tidak memiliki kemampuan... maka akhirnya menggunakan jalan pintas, jihad yang salah,” kata Gus Yahya.

Dalam setiap ta’limnya, Gus Yahya selalu menekankan pentingnya belajar kepada seorang guru yang telah jelas keilmuan dan aqidahnya, yang umumnya, selain melakukan perintah Allah SWT, juga mendawamkan amaliyah sunnah Rasulullah dan salafush shalih. Sejatinya, dalam belajar, seorang murid juga harus mengikuti petuah dan nasihatnya, tidak sebatas mengikuti pakaian dan jubahnya.

Ada kisah dari seorang ulama tasawuf, Abu Yazid Al-Busthami. Satu hari, ada seseorang mendatanginya dan berkata, “Wahai Imam, saya ingin jubah antum, berikan kepada saya, agar saya mendapatkan keberkahan.”

Abu Yazid menjawab, “Jangankan jubahku ini, kalaupun engkau meminta kulit yang melindungi dagingku ini, akan aku sayat dan berikan kepadamu. Tapi sebetulnya ini tidak akan bermanfaat bila engkau tidak mengikuti petuah dan nasihatku, engkau akan mendapatkan barakah bila menjalankan bimbinganku....”

Kini, Gus Yahya memimpin Pesantren Darut Tauhid Al-Mutamakkin, peninggalan sang datuk. Nama Darut Tauhid diberikan oleh abahnya, yang mendapat nama dari ulama kenamaan asal Makkah, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Sementara Al-Mutamakkin diambil untuk bertabarruk kepada buyutnya, Mbah Mutamakkin. Dahulu pesantren ini belum memiliki nama, lazimnya pesantren-pesantren dahulu yang hanya dinamai dengan nama daerah.

Meskipun saat ini ia telah menetap dan mengasuh pesantren di Purwodadi, melanjutkan ta’lim abahnya setiap Ahad Legi, dua pekan sekali setiap Rabu, Gus Yahya masih aktif menjalankan aktivitasnya mengajar di pesantren mahasiswa dan pengajian remaja di Semarang dan tempat-tempat lainnya.

Wednesday 17 February 2016

DR Rita Kartikasari: Perawat Stres Bisa Diatasi dengan Terapi Dzikir

DR Rita Kartikasari: Perawat Stres Bisa Diatasi dengan Terapi Dzikir

DR Rita Kartikasari: Perawat Stres Bisa Diatasi dengan Terapi Dzikir
NET
FOTO DOKUMEN di webseite RSI Sultan Agung Semarang 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG
http://jateng.tribunnews.com/2016/02/02/dr-rita-kartikasari-perawat-stres-bisa-diatasi-dengan-terapi-dzikir
 
Sebagian besar pelayanan di rumah sakit (RS) dilakukan oleh perawat. Sehingga, bila berbicara mengenai kualitas pelayanan kesehatan pasti berkaitan dengan perawat. Terkadang, karena dituntut untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan pada pasien, perawat seringkali alami stress.

“Perawat sering stress bisa jadi karena tingginya beban kerja ketika menghadapi pasien atau keluarga pasien” 

ujar Manajer Penelitian dan Pengembangan RSI Sultan Agung, DR Rita Kartikasari, SKM, M.Kes. Agar stress ini bisa terkendali atau setidaknya terkurangi ketika bekerja, DR Rita Kartikasari, SKM, M.Kes memperkenalkan sebuah studi analisis yang dilakukan untuk mengetahui masalah performa dari perawat. Yakni dengan metode pendekatan SPIEM (Spiritual and Intervention Emotional).

“SPIEM merupakan sebuah intervensi spiritual dan emosional kepada perawat melalui metode dzikir” ujar Rita. SPIEM, lanjut Rita diadopsi dari model pelatihan keperawatan yang terdiri dari tahapan teaching, guiding, dan environment.

Lebih lanjut Rita mengatakan, Teaching berkenaan dengan pengembangan pengetahuan dan skill perawat untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan spiritual dan emosional. Guiding berkenaan dengan tindakan yang dilakukan untuk memberikan dorongan kepada perawat dalam membuat keputusan pada aktivitas dunia kerja dalam pelayanan. “Sementara environment merupakan pola pendekatan yang menekankan pada praktik bagaimana dzikir dilakukan dengan benar. Dalam sesi environment, peserta diajak bermuhasabah dengan bepanduan pada instruktur.
Perawat yang terpapar metode SPIEM ini menurut Rita, akan mudah beradaptasi dengan kondisi stresor yang berkepanjangan. “Tubuh yang memiliki religius, lebih cenderung memiliki ketenangan diri sehingga berdampak pada mekanisme pengaturan kecemasan ketika menghadapi stress saat bekerja” ujar Rita. Penelitian yang dilakukan oleh DR. Rita Kartikasari, SKM, M.Kes telah termuat dalam forum International kajian sains di Uzbezkistan. (*)

KOMITE KEPERAWATAN - PMK.49.2013 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013




PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013
                                                                                                                                                                                                                                                             

TENTANG


KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang  :  a.    bahwa      untuk      meningkatkan      profesionalisme, pembinaan etik dan disiplin  tenaga keperawatan, serta menjamin mutu pelayanan kesehatan dan melindungi keselamatan         pasien      perlu      dibentuk      Komite Keperawatan di Rumah Sakit;
b.    bahwa     berdasarkan     pertimbangan     sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit;


Mengingat    :  1.    Undang-Undang   Nomor   32   Tahun   2004   tentang Pemerintahan                  Daerah   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia  Tahun  2004  Nomor  125,  Tambahan Lembaran       Negara  Republik  Indonesia  Nomor  4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
2.    Undang-Undang   Nomor   36   Tahun   2009   tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004   Nomor   114,   Tambahan   Lembaran   Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

3.    Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
2009   Nomor   153,   Tambahan   Lembaran   Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);

4.    Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga   Kesehatan   (Lembaran  Negara  Tahun  1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);


5. Keputusan . . .

















- 2 -

5.    Keputusan          Menteri          Kesehatan          Nomor
369/MENKES/SK/III/2007   tentang   Standar   Profesi
Bidan;

6.
Peraturan           Menteri           Kesehatan
Nomor

HK.02.02/MENKES/148/I/2010    tentang
Izin    dan
Penyelenggaraan  Praktik  Perawat  sebagaimana  telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 473);

7.    Peraturan           Menteri           Kesehatan           Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);

8.
Peraturan           Menteri
Kesehatan

Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010
Tentang
Izin
dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 501);

9.    Peraturan           Menteri           Kesehatan           Nomor
1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 603);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :  PERATURAN  MENTERI  KESEHATAN  TENTANG  KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT.


BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini yang dimaksud dengan:

1.    Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural rumah sakit yang mempunyai                      fungsi   utama   mempertahankan   dan   meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi.


2. Rumah Sakit . . .

















- 3 -

2.    Rumah    Sakit    adalah    institusi    pelayanan    kesehatan    yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
3.    Kewenangan  Klinis  tenaga  keperawatan  adalah  uraian  intervensi keperawatan dan kebidanan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan berdasarkan area praktiknya.
4.    Penugasan  Klinis  adalah  penugasan  kepala/direktur  Rumah  Sakit kepada  tenaga  keperawatan  untuk  melakukan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan di Rumah Sakit tersebut berdasarkan daftar Kewenangan Klinis.
5.    Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian Kewenangan Klinis.
6.    Rekredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah memiliki Kewenangan Klinis untuk menentukan kelayakan pemberian Kewenangan Klinis tersebut.
7.    Peraturan Internal Staf Keperawatan adalah aturan yang mengatur tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme tenaga keperawatan di Rumah Sakit.
8.    Audit Keperawatan adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi perawat dan bidan.
9.    Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan dengan reputasi dan kompetensi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan tenaga keperawatan.
10. Buku Putih adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga keperawatan yang digunakan untuk menentukan Kewenangan Klinis.


Pasal 2

Penyelenggaraan Komite Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan serta mengatur tata kelola klinis yang baik agar  mutu  pelayanan  keperawatan  dan pelayanan kebidanan yang berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan terlindungi.





Pasal 3 . . .

















- 4 -

Pasal 3

Tenaga  keperawatan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  2  meliputi perawat dan bidan.


Pasal 4

(1)   Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, semua asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan yang dilakukan oleh setiap tenaga keperawatan di Rumah Sakit dilakukan atas Penugasan Klinis dari kepala/direktur Rumah Sakit.

(2)   Penugasan   Klinis   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   berupa pemberian                       Kewenangan      Klinis      tenaga      keperawatan      oleh kepala/direktur  Rumah  Sakit  melalui  penerbitan  surat  Penugasan Klinis kepada tenaga keperawatan yang bersangkutan.

(3)   Surat   Penugasan   Klinis   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) diterbitkan                      oleh    kepala/direktur    Rumah    Sakit    berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan.

(4)   Dalam   keadaan   darurat   kepala/direktur   Rumah   Sakit   dapat memberikan                        surat    Penugasan    Klinis    secara    langsung    tidak berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan.

(5)   Rekomendasi Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah dilakukan Kredensial dengan ketentuan bahwa Rumah       Sakit   merupakan   tempat   untuk   melakukan   pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga.


BAB II
KOMITE KEPERAWATAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 5

(1)   Dalam rangka mewujudkan tata kelola klinis yang baik, setiap Rumah
Sakit harus membentuk Komite Keperawatan.

(2)   Komite   Keperawatan   merupakan   organisasi  non  struktural  yang dibentuk di Rumah Sakit yang keanggotaannya terdiri dari tenaga keperawatan.
(3)   Komite  Keperawatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bukan merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan.


Bagian Kedua . . .

















- 5 -

Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan


Pasal 6

Komite Keperawatan dibentuk oleh kepala/direktur Rumah Sakit.


Pasal 7

(1)   Susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang-kurangnya terdiri dari:
a.    ketua Komite Keperawatan;
b.    sekretaris Komite Keperawatan; dan c.    subkomite.
(2)   Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi Komite Keperawatan                        sekurang-kurangnya   dapat   terdiri   dari   ketua   dan sekretaris merangkap subkomite.


Pasal 8

(1)   Keanggotaan  Komite  Keperawatan  ditetapkan  oleh  kepala/direktur Rumah                Sakit    dengan    mempertimbangkan    sikap    profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi, dan perilaku.

(2)   Jumlah   personil   keanggotaan   Komite   Keperawatan   sebagaimana dimaksud                    pada   ayat   (1)   disesuaikan   dengan   jumlah   tenaga keperawatan di Rumah Sakit.


Pasal 9

(1)   Ketua  Komite  Keperawatan  ditetapkan  oleh  kepala/direktur  Rumah Sakit dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit.

(2)   Sekretaris Komite Keperawatan dan ketua subkomite ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit berdasarkan rekomendasi dari ketua Komite Keperawatan dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit.


Pasal 10

(1)   Subkomite sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) terdiri dari:
a.    subkomite Kredensial;
b.    subkomite mutu profesi; dan
c.    subkomite etik dan disiplin profesi.

(2) Subkomite . . .

















- 6 -

(2)   Subkomite Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertugas merekomendasikan Kewenangan Klinis yang adekuat sesuai kompetensi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan.

(3)   Subkomite mutu profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf b bertugas                 melakukan   audit   keperawatan   dan   merekomendasikan kebutuhan                 pengembangan   profesional   berkelanjutan   bagi   tenaga keperawatan.

(4)   Subkomite etik dan disiplin profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertugas merekomendasikan pembinaan etik dan disiplin profesi.


Bagian Ketiga
Fungsi, Tugas, dan Kewenangan


Pasal 11

(1)   Komite Keperawatan mempunyai fungsi meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit dengan cara:
a.     melakukan  Kredensial  bagi  seluruh  tenaga  keperawatan  yang akan melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit;
b.    memelihara mutu profesi tenaga keperawatan; dan
c.    menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi perawat dan bidan.

(2)   Dalam melaksanakan fungsi Kredensial, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a.    menyusun daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih;
b.    melakukan verifikasi persyaratan Kredensial;
c.    merekomendasikan Kewenangan Klinis tenaga keperawatan;
d.    merekomendasikan pemulihan Kewenangan Klinis;
e.     melakukan Kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang ditetapkan;
f.      melaporkan  seluruh  proses  Kredensial  kepada  Ketua  Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada kepala/direktur Rumah Sakit;

(3)   Dalam   melaksanakan   fungsi   memelihara   mutu   profesi,   Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a.     menyusun  data  dasar  profil  tenaga  keperawatan  sesuai  area praktik;


b. merekomendasikan . . .

















- 7 -

b.     merekomendasikan    perencanaan    pengembangan    profesional berkelanjutan tenaga keperawatan;
c.    melakukan audit keperawatan dan kebidanan; dan
d.    memfasilitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan.

(4)   Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a.    melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan;
b.     melakukan    pembinaan    etik    dan    disiplin    profesi    tenaga keperawatan;
c.     merekomendasikan  penyelesaian  masalah  pelanggaran  disiplin dan masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan keperawatan dan kebidanan;
d.    merekomendasikan pencabutan Kewenangan Klinis; dan
e.     memberikan  pertimbangan  dalam  mengambil  keputusan  etis dalam asuhan keperawatan dan kebidanan.


Pasal 12

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan berwenang:

a.    memberikan rekomendasi rincian Kewenangan Klinis;

b.    memberikan rekomendasi perubahan rincian Kewenangan Klinis; c.    memberikan rekomendasi penolakan Kewenangan Klinis tertentu; d.    memberikan rekomendasi surat Penugasan Klinis;
e.     memberikan   rekomendasi   tindak   lanjut   audit   keperawatan   dan kebidanan;
f.     memberikan  rekomendasi  pendidikan  keperawatan  dan  pendidikan kebidanan berkelanjutan; dan
g.     memberikan      rekomendasi      pendampingan      dan      memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.


Bagian Keempat
Hubungan Komite Keperawatan dengan Kepala/Direktur


Pasal 13

(1)   Kepala/direktur  Rumah  Sakit  menetapkan  kebijakan,  prosedur  dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan tugas Komite Keperawatan.

(2)   Komite   Keperawatan   bertanggung   jawab   kepada   kepala/direktur
Rumah Sakit.


Bagian Kelima . . .

















- 8 -

Bagian Kelima
Panitia Adhoc


Pasal 14

(1)   Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan dapat dibantu oleh panitia adhoc.

(2)   Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala/direktur   Rumah  Sakit  berdasarkan  usulan  ketua  Komite Keperawatan.

(3)   Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari tenaga keperawatan yang tergolong sebagai Mitra Bestari.

(4)   Tenaga keperawatan yang tergolong sebagai Mitra Bestari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari Rumah Sakit lain, organisasi profesi perawat, organisasi profesi bidan, dan/atau institusi pendidikan keperawatan dan institusi pendidikan kebidanan.



BAB III
PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN


Pasal 15

(1)   Setiap   Rumah   Sakit   wajib   menyusun   peraturan   internal   staf keperawatan dengan mengacu pada peraturan internal korporasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)   Peraturan internal staf keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup tenaga perawat dan tenaga bidan.

(3)   Peraturan internal staf keperawatan disusun oleh Komite Keperawatan dan disahkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.

(4)   Peraturan  internal  staf  keperawatan  berfungsi  sebagai  aturan  yang digunakan oleh Komite Keperawatan dan staf keperawatan dalam melaksanakan tata kelola klinis yang baik di Rumah Sakit.
(5)   Tata    cara    penyusunan    Peraturan    Internal    Staf    Keperawatan dilaksanakan dengan berpedoman pada lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Kesehatan ini.







BAB IV . . .

















- 9 -

BAB IV PENDANAAN


Pasal 16

(1)   Kepengurusan Komite Keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai dengan aturan dan kebijakan Rumah Sakit.

(2)   Pelaksanaan kegiatan Komite Keperawatan didanai dengan anggaran
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 17

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Komite Keperawatan dilakukan oleh Menteri, Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi, Dewan Pengawas Rumah Sakit, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan perhimpunan/asosiasi perumahsakitan dengan melibatkan organisasi profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.


Pasal 18

(1)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diarahkan untuk meningkatkan kinerja Komite Keperawatan dalam rangka menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, serta keselamatan pasien di Rumah Sakit.

(2)   Pembinaan  dan  pengawasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan melalui:

a.    advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;

b.    pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan c.    monitoring dan evaluasi.
(3)   Dalam rangka pembinaan Komite Keperawatan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan  sanksi  administratif  berupa teguran lisan dan teguran tertulis






BAB VI . . .

















- 10 -

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 19

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Rumah Sakit yang telah memiliki Komite Keperawatan harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.



BAB VII KETENTUAN PENUTUP


Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Komite Keperawatan dilaksanakan dengan berpedoman pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 21

Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2013

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
NAFSIAH MBOI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1053

















- 11 -

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 49 TAHUN 2013
TENTANG KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT BAB I
PENDAHULUAN


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit di Indonesia terus berkembang baik jumlah, jenis maupun kelas rumah sakit sesuai dengan kondisi atau masalah kesehatan masyarakat, letak geografis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peraturan serta kebijakan yang ada.


Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari berbagai jenis pelayanan seperti pelayanan medik, keperawatan dan penunjang medik yang diberikan kepada pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.


Rumah Sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pendidikan  dan  pelatihan  sumber  daya  manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi bidang kesehatan.

Dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan dan/atau perawatan serta dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya. Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.








Penyelenggaraan . . .

















- 12 -

Penyelenggaraan pelayanan keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit ditentukan oleh tiga komponen utama yaitu: jenis pelayanan keperawatan dan kebidanan yang diberikan, sumber daya manusia tenaga keperawatan sebagai pemberian pelayanan dan manajemen sebagai tata kelola pemberian pelayanan.


Tenaga keperawatan di Rumah Sakit merupakan jenis tenaga kesehatan terbesar (jumlahnya antara 50–60%), memiliki jam kerja 24 jam melalui penugasan shift, serta merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan pasien melalui hubungan profesional. Tenaga keperawatan memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat sesuai kewenangan dalam memberikan asuhan   keperawatan   dan   asuhan   kebidanan   kepada   pasien   dan keluarganya.


Diperlukan tenaga keperawatan yang kompeten, mampu berpikir kritis, selalu berkembang serta memilki etika profesi sehingga pelayanan keperawatan dan kebidanan dapat diberikan dengan baik, berkualitas dan aman bagi pasien dan keluarganya.


Dalam profesi tenaga keperawatan dikenal tindakan yang bersifat mandiri dan tindakan yang bersifat delegasi. Tindakan yang bersifat mandiri merupakan kompetensi utama dari profesi tenaga keperawatan yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Tindakan yang bersifat mandiri ini merupakan kewenangan yang melekat dan menjadi tanggung jawab penuh dari tenaga keperawatan. Kewenangan tenaga keperawatan untuk melakukan tindakan medik merupakan tindakan yang bersifat delegasi yang memerlukan Kewenangan Klinis tertentu dan perlu dikredensial. Dengan demikian, tindakan medik yang bersifat delegasi, tetap menjadi tanggung jawab tenaga medis yang memberikan delegasi.


Pertumbuhan  tenaga  keperawatan di Rumah Sakit masih belum optimal, karena kurangnya komitmen terhadap pertumbuhan profesi, kurangnya keinginan belajar terus-menerus, dan pengembangan diri belum menjadi perhatian utama bagi individu tenaga keperawatan dan rumah sakit.

Tenaga  keperawatan  di  Rumah  Sakit  cenderung melakukan tugas rutin dalam memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan. Hal ini digambarkan dengan berbagai kondisi antara lain: tidak jelasnya uraian tugas dan cenderung melakukan tugas rutin, selalu mengalami konflik dan frustasi  karena  berbagai  masalah  etik  dan  disiplin  tidak  diselesaikan dengan baik, jarang dilakukan pembinaan etika profesi.


Tenaga . . .

















- 13 -

Tenaga keperawatan juga memiliki motivasi yang rendah serta kesempatan yang   terbatas   untuk   meningkatkan   kemampuan   profesinya   melalui kegiatan-kegiatan audit keperawatan dan kebidanan serta kegiatan pendidikan berkelanjutan.


Agar profesionalisme dan pertumbuhan profesi tenaga keperawatan dapat terjadi dan terus berkembang, maka diperlukan suatu mekanisme dan sistem pengorganisasian yang terencana dan terarah yang diatur oleh suatu wadah keprofesian yang sarat dengan aturan dan tata norma profesi sehingga dapat menjamin bahwa sistem pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan  dan  kebidanan  yang  diterima  oleh  pasien,  diberikan  oleh tenaga keperawatan dari berbagai jenjang kemampuan atau kompetensi dengan benar (scientific) dan baik (ethical) serta dituntun oleh etika profesi keperawatan dan kebidanan. Mekanisme dan sistem pengorganisasian tersebut adalah Komite Keperawatan.


Komite adalah wadah non struktural  yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada kepala/direktur  Rumah  Sakit  dalam  rangka  peningkatan  dan pengembangan pelayanan kesehatan di rumah sakit.


Komite Keperawatan bertugas membantu kepala/direktur Rumah Sakit dalam melakukan kredensial, pembinaan disiplin dan etika profesi keperawatan dan kebidanan serta pengembangan profesional berkelanjutan termasuk memberi masukan guna pengembangan standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan dan kebidanan.


Dalam   melaksanakan   fungsi   dan   tugasnya,   diperlukan   dukungan, kebijakan internal staf keperawatan, serta dukungan sumber daya dari rumah sakit.

Pada saat ini, sebagian besar Rumah Sakit merasakan perlu adanya Komite Keperawatan, sehingga dibentuklah komite dengan peraturan masing- masing dan mekanisme pelaksanaan yang bervariasi. Pemahaman tentang Komite Keperawatan juga berbeda-beda, fungsi,   tugas dan kewenangan komite terkadang duplikasi dengan direktur atau bidang keperawatan. Akhirnya Komite Keperawatan yang ada belum mampu meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan dan kebidanan kepada pasien dan keluarganya.




Berdasarkan . . .

















- 14 -

Berdasarkan  kondisi  tersebut,  diperlukan adanya Pedoman Penyelenggaraan Komite Keperawatan Rumah Sakit yang diatur dengan peraturan menteri kesehatan, sehingga dapat diimplementasikan, berkontribusi meningkatkan kinerja pengelolaan klinik bagi tenaga keperawatan yang akhirnya dapat menjamin pasien dan masyarakat menerima pelayanan berkualitas dan aman.

Lingkup peraturan menteri ini hanya mengatur pelaksanaan profesi tenaga keperawatan dalam lingkungan Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan ketiga. Berbagai ketentuan yang mengatur pelayanan kesehatan tingkat pertama tidak diterapkan dalam peraturan ini.















































BAB II  . . .

















- 15 -

BAB II
KOMITE KEPERAWATAN


A.    KONSEP DASAR KOMITE KEPERAWATAN


Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural Rumah Sakit yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme Kredensial, penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi, sehingga  pelayanan  asuhan  keperawatan  dan  asuhan  kebidanan kepada pasien diberikan secara benar (ilmiah) sesuai standar yang baik (etis) sesuai kode etik profesi, serta hanya diberikan oleh tenaga keperawatan yang kompeten dengan kewenangan yang jelas.


Komite Keperawatan hendaknya dapat memberikan jaminan kepada kepala/direktur Rumah Sakit, bahwa tenaga keperawatan memiliki kompetensi kerja yang tinggi sesuai standar pelayanan dan berperilaku baik sesuai etika profesinya.


Komite Keperawatan bertugas membantu kepala/direktur Rumah Sakit dalam melakukan Kredensial, pembinaan disiplin dan etika profesi tenaga keperawatan serta pengembangan professional berkelanjutan.


B.    HUBUNGAN DENGAN PENGELOLA RUMAH SAKIT


Komite Keperawatan merupakan kelompok profesi tenaga keperawatan yang secara struktur fungsional berada di bawah kepala/direktur Rumah Sakit dan bertanggungjawab langsung kepada kepala/direktur Rumah Sakit. Komite Keperawatan dibentuk melalui mekanisme yang disepakati, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala/direktur Rumah Sakit menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan tugas Komite   Keperawatan.   Komite   Keperawatan   bekerja   sama   dan melakukan koordinasi dengan kepala bidang/direktur keperawatan serta saling memberikan masukan tentang perkembangan profesi keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit.





C. PENGORGANISASIAN  . . .



C.    PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN


Komite Keperawatan paling sedikit terdiri dari ketua, sekretaris dan sub komite. Dalam melaksanakan tugasnya ketua komite dibantu oleh sub komite yang terdiri dari sub komite Kredensial, mutu profesi dan disiplin profesi.


Ketua komite ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di rumah sakit. Sekretaris dan subkomite diusulkan oleh ketua komite dan ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di rumah sakit.


Persyaratan yang harus dipenuhi oleh personil Komite Keperawatan yaitu memiliki kompetensi yang tinggi sesuai jenis pelayanan atau area praktik, mempunyai semangat profesionalisme, serta reputasi baik. Jumlah personil keanggotaan Komite Keperawatan disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di rumah sakit.


Struktur dan kedudukan Komite Keperawatan dalam organisasi Rumah Sakit dapat diadaptasi sesuai kelas rumah sakit, seperti gambaran berikut.


Gambar.  Struktur dan Kedudukan Komite Keperawatan


KEPALA/DIREKTUR RUMAH SAKIT




KOMITE MEDIK

KOMITE KEPERAWATAN

DIREKTUR

DIREKTUR

DIREKTUR

DIREKTUR




SUBKOMITE KREDENSIAL

SUBKOMITE MUTU PROFESI

SUBKOMITE ETIK DAN
DISIPLIN

















- 16 -

Dalam melaksanakan fungsinya Komite Keperawatan dibantu oleh panitia adhoc yang terdiri dari Mitra Bestari sesuai disiplin/spesifikasi dan  peminatan  tenaga  keperawatan  berdasarkan  kebutuhan  rumah
sakit.

D. SUB KOMITE  . . .

















- 17 -

D.   SUBKOMITE KREDENSIAL


Proses Kredensial menjamin tenaga keperawatan kompeten dalam memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan kepada pasien sesuai dengan standar profesi. Proses Kredensial mencakup tahapan review, verifikasi dan evaluasi terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kinerja tenaga keperawatan.


Berdasarkan hasil proses Kredensial, Komite Keperawatan merekomendasikan kepada kepala/direktur Rumah Sakit untuk menetapkan Penugasan Klinis yang akan diberikan kepada tenaga keperawatan  berupa     surat  Penugasan  Klinis.  Penugasan  Klinis tersebut berupa daftar Kewenangan Klinis yang diberikan oleh kepala/direktur Rumah Sakit kepada tenaga keperawatan untuk melakukan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan dalam lingkungan Rumah Sakit untuk suatu periode tertentu.


1.    Tujuan

a.     Memberi  kejelasan  Kewenangan  Klinis  bagi  setiap  tenaga keperawatan;
b.    Melindungi  keselamatan  pasien  dengan  menjamin  bahwa tenaga keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan memiliki kompetensi dan Kewenangan Klinis yang jelas;
c.     Pengakuan dan penghargaan terhadap tenaga keperawatan yang berada di semua level pelayanan.


2.    Tugas

Tugas sub komite Kredensial adalah:

a.    menyusun daftar rincian Kewenangan Klinis;
b.    menyusun   buku   putih   (white   paper)   yang   merupakan dokumen persyaratan terkait kompetensi yang dibutuhkan melakukan     setiap    jenis    pelayanan    keperawatan    dan kebidanan sesuai dengan standar kompetensinya. Buku putih disusun oleh Komite Keperawatan dengan melibatkan Mitra Bestari (peer  group) dari berbagai unsur organisasi profesi keperawatan dan kebidanan, kolegium keperawatan, unsur
pendidikan tinggi keperawatan dan kebidanan;




c. menerima  . . .

















- 18 -

c.    menerima hasil verifikasi persyaratan Kredensial dari bagian
SDM meliputi:
1.    ijazah;
2.    Surat Tanda Registrasi (STR);
3.    sertifikat kompetensi;
4.    logbook yang berisi uraian capaian kinerja;
5.    surat penyataan telah menyelesaikan program orientasi Rumah Sakit atau orientasi di unit tertentu bagi tenaga keperawatan baru;
6.    surat hasil pemeriksaan kesehatan sesuai ketentuan. d.    merekomendasikan tahapan proses Kredensial:
1.    perawat dan/atau bidan mengajukan permohonan untuk memperoleh Kewenangan Klinis kepada Ketua Komite Keperawatan;
2.    ketua   Komite   Keperawatan   menugaskan   Subkomite Kredensial  untuk melakukan  proses Kredensial (dapat dilakukan secara individu atau kelompok);
3.    sub komite membentuk panitia adhoc untuk melakukan review, verifikasi dan evaluasi dengan berbagai metode: porto folio, asesmen kompetensi;
4.    sub komite memberikan laporan hasil Kredensial sebagai bahan rapat menentukan Kewenangan Klinis bagi setiap tenaga keperawatan.
e.     merekomendasikan pemulihan Kewenangan Klinis bagi setiap tenaga keperawatan.
f.     melakukan  Kredensial  ulang  secara  berkala  sesuai  waktu yang ditetapkan.
g.    sub  komite  membuat  laporan  seluruh  proses  Kredensial
kepada  Ketua  Komite  Keperawatan  untuk  diteruskan  ke kepala/direktur Rumah Sakit.


3.    Kewenangan

Sub komite Kredensial mempunyai kewenangan memberikan rekomendasi rincian Kewenangan Klinis untuk memperoleh surat Penugasan Klinis (clinical appointment).


4.    Mekanisme Kerja

Untuk melaksanakan tugas sub komite Kredensial, maka ditetapkan mekanisme sebagai berikut:
a.    mempersiapkan  Kewenangan  Klinis  mencakup  kompetensi
sesuai area praktik yang ditetapkan oleh rumah sakit;


b. menyusun  . . .

















- 19 -

b.    menyusun Kewenangan Klinis dengan kriteria sesuai dengan persyaratan Kredensial dimaksud;
c.     melakukan  assesmen  Kewenangan  Klinis  dengan  berbagai metode yang disepakati;
d.    memberikan    laporan    hasil    Kredensial    sebagai    bahan rekomendasi memperoleh Penugasan Klinis dari kepala/direktur Rumah Sakit;
e.     memberikan    rekomendasi    Kewenangan    Klinis    untuk memperoleh Penugasan Klinis dari kepala/direktur Rumah Sakit dengan cara:
1)    tenaga  keperawatan  mengajukan  permohonan  untuk memperoleh Kewenangan Klinis kepada Ketua Komite Keperawatan;
2)    ketua  Komite  Keperawatan  menugaskan  sub  komite Kredensial  untuk melakukan  proses Kredensial (dapat dilakukan secara individu atau kelompok);
3)    sub  komite  melakukan  review,  verifikasi  dan  evaluasi dengan berbagai    metode:    porto    folio,    asesmen kompetensi;
4)    sub komite memberikan laporan hasil Kredensial sebagai bahan rapat menentukan Kewenangan Klinis bagi setiap tenaga keperawatan.
f.     melakukan  pembinaan  dan  pemulihan  Kewenangan  Klinis secara berkala;
g.     melakukan  Kredensial  ulang  secara  berkala  sesuai  waktu yang di tetapkan.


E.    SUBKOMITE MUTU PROFESI


Dalam rangka menjamin kualitas pelayanan/asuhan keperawatan dan kebidanan,  maka  tenaga  keperawatan  sebagai  pemberi  pelayanan harus memiliki kompetensi, etis dan peka budaya. Mutu profesi tenaga keperawatan harus selalu ditingkatkan melalui program pengembangan profesional berkelanjutan yang disusun secara sistematis, terarah dan terpola/terstruktur.

Mutu  profesi  tenaga  keperawatan  harus  selalu  ditingkatkan  secara terus menerus sesuai perkembangan masalah kesehatan, ilmu pengetahuan dna teknologi, perubahan standar profesi, standar pelayanan serta hasil-hasil penelitian terbaru.



Kemampuan . . .

















- 20 -

Kemampuan dan keinginan untuk meningkatkan mutu profesi tenaga keperawatan di Rumah Sakit masih rendah, disebabkan karena beberapa hal antara lain: kemauan belajar rendah, belum terbiasa melatih berpikir kritis dan reflektif, beban kerja berat sehingga tidak memiliki   waktu,   fasilitas-sarana   terbatas,   belum   berkembangnya sistem pendidikan berkelanjutan bagi tenaga keperawatan.


Berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu profesi tenaga keperawatan antara lain audit, diskusi, refleksi diskusi kasus,   studi   kasus,   seminar/simposium   serta   pelatihan,   baik dilakukan di dalam maupun di luar rumah sakit.


Mutu profesi yang tinggi akan meningkatkan percaya diri, kemampuan mengambil keputusan klinik dengan tepat, mengurangi angka kesalahan dalam pelayanan keperawatan dan kebidanan.   Akhirnya meningkatkan  tingkat  kepercayaan  pasien  terhadap  tenaga keperawatan dalam pemberian pelayanan keperawatan dan kebidanan.


1.    Tujuan

Memastikan mutu profesi tenaga keperawatan sehingga dapat memberikan  asuhan  keperawatan  dan  kebidanan  yang berorientasi kepada keselamatan pasien sesuai kewenangannya.


2.    Tugas

Tugas sub komite mutu profesi adalah:
a.     menyusun data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area praktik;
b.    merekomendasikan  perencanaan  pengembangan profesional berkelanjutan tenaga keperawatan;
c.     melakukan    audit    asuhan    keperawatan    dan    asuhan kebidanan;
d.    memfasilitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan.


3.    Kewenangan

Subkomite mutu profesi mempunyai kewenangan memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebidanan, pendidikan keperawatan dan kebidanan berkelanjutan serta pendampingan.



4. Mekanisme  . . .

















- 21 -

4.    Mekanisme kerja

Untuk   melaksanakan   tugas   subkomite   mutu   profesi,   maka ditetapkan mekanisme sebagai berikut:
a.     koordinasi  dengan  bidang  keperawatan  untuk  memperoleh data dasar tentang profil tenaga keperawatan di RS sesuai area praktiknya berdasarkan jenjang karir;
b.    mengidentifikasi kesenjangan kompetensi yang berasal dari data          subkomite   Kredensial   sesuai   perkembangan   ilmu pengetahuan dan teknologi dan perubahan standar profesi. Hal tersebut menjadi dasar perencanaan CPD;
c.     merekomendasikan  perencanaan  CPD  kepada  unit  yang berwenang;
d.    koordinasi   dengan   praktisi   tenaga   keperawatan   dalam melakukan pendampingan sesuai kebutuhan;
e.    melakukan audit keperawatan dan kebidanan dengan cara:
1)    pemilihan topik yang akan dilakukan audit;
2)    penetapan standar dan kriteria;
3)    penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit;
4)    membandingkan  standar/kriteria  dengan  pelaksanaan pelayanan;
5)    melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria;
6)    menerapkan perbaikan;
7)    rencana reaudit.
f.     menyusun laporan kegiatan subkomite untuk disampaikan kepada Ketua Komite Keperawatan.


F.    SUBKOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI


Setiap tenaga keperawatan harus memiliki disiplin profesi yang tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan dan menerapkan etika profesi dalam praktiknya. Profesionalisme tenaga keperawatan dapat ditingkatkan dengan melakukan pembinaan dan penegakan disiplin profesi serta penguatan nilai-nilai etik dalam kehidupan profesi.









Nilai etik  . . .

















- 22 -

Nilai etik sangat diperlukan bagi tenaga keperawatan sebagai landasan dalam memberikan pelayanan yang manusiawi berpusat pada pasien. Prinsip “caring” merupakan inti pelayanan yang diberikan oleh tenaga keperawatan. Pelanggaran terhadap standar pelayanan, disiplin profesi keperawatan dan kebidanan hampir selalu dimulai dari pelanggaran nilai moral-etik yang akhirnya akan merugikan pasien dan masyarakat.


Beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggaran atau timbulnya masalah etik antara lain tingginya beban kerja tenaga keperawatan, ketidakjelasan Kewenangan Klinis, menghadapi pasien gawat-kritis dengan kompetensi yang rendah serta pelayanan yang sudah mulai berorientasi pada bisnis.


Kemampuan  praktik  yang  etis  hanya merupakan kemampuan yang dipelajari pada saat di masa studi/pendidikan, belum merupakan hal yang penting dipelajari dan diimplementasikan dalam praktik.


Berdasarkan hal tersebut, penegakan disiplin profesi dan pembinaan etika profesi perlu dilakukan secara terencana, terarah dan dengan semangat yang tinggi sehingga pelayanan keperawatan dan kebidanan yang   diberikan   benar-benar   menjamin   pasien   akan   aman   dan mendapat kepuasan.


1.    Tujuan

Subkomite etik dan disiplin profesi bertujuan:
a.     agar  tenaga  keperawatan  menerapkan  prinsip-prinsip  etik dalam             memberikan   asuhan   keperawatan   dan   asuhan kebidanan;
b.    melindungi pasien dari pelayanan yang diberikan oleh tenaga keperawatan yang tidak profesional;
c.     memelihara   dan   meningkatkan   profesionalisme   tenaga keperawatan.


2.    Tugas

a.    melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan;
b.    melakukan   pembinaan   etik   dan   disiplin   profesi   tenaga keperawatan;
c.    melakukan   penegakan   disiplin   profesi   keperawatan   dan
kebidanan;



d. merekomendasikan  . . .

















- 23 -

d.    merekomendasikan         penyelesaian         masalah-masalah pelanggaran                       disiplin   dan   masalah-masalah   etik   dalam kehidupan profesi dan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan;
e.     merekomendasikan pencabutan Kewenangan Klinis dan/atau surat Penugasan Klinis (clinical appointment);
f.     Memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis
dalam asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.


3.    Kewenangan

Subkomite etik dan disiplin profesi mempunyai kewenangan memberikan usul rekomendasi pencabutan Kewenangan Klinis (clinical privilege) tertentu, memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian Kewenangan Klinis (delineation  of clinical privilege), serta memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.


4.    Mekanisme kerja

a.     melakukan   prosedur   penegakan   disiplin   profesi   dengan tahapan:
1)    mengidentifikasi  sumber  laporan  kejadian  pelanggaran etik dan disiplin di dalam rumah sakit;
2)    melakukan telaah atas laporan kejadian pelanggaran etik dan disiplin profesi.
b.    membuat  keputusan.  Pengambilan  keputusan  pelanggaran etik profesi dilakukan dengan melibatkan panitia Adhoc.
c.    melakukan tindak lanjut keputusan berupa:
1)    pelanggaran  etik  direkomendasikan  kepada  organisasi profesi keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit melalui Ketua Komite;
2)    pelanggaran disiplin profesi diteruskan kepada direktur medik dan keperawatan/direktur keperawatan melalui Ketua Komite Keperawatan;
3)    rekomendasi pencabutan Kewenangan Klinis diusulkan kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada kepala/direktur Rumah Sakit.
d.    Melakukan   pembinaan   etik   dan   disiplin   profesi   tenaga keperawatan, meliputi:
1)    pembinaan ini dilakukan secara terus menerus melekat dalam pelaksanaan praktik keperawatan dan kebidanan
sehari-hari.


2). menyusun  . . .

















- 24 -

2)    menyusun   program   pembinaan,   mencakup   jadwal, materi/topik dan metode serta evaluasi.
3)    metode  pembinaan  dapat  berupa  diskusi,  ceramah, lokakarya, “coaching”, simposium, “bedside teaching, diskusi refleksi kasus dan lain-lain disesuaikan dengan lingkup pembinaan dan sumber yang tersedia.
e.    menyusun laporan kegiatan sub komite untuk disampaikan
kepada Ketua Komite Keperawatan.






















































BAB III  . . .

















- 25 -

BAB III
PETUNJUK TEKNIS PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN (NURSING STAF BY LAWS)


A.    PENDAHULUAN


Peraturan internal staf keperawatan merupakan peraturan penyelenggaraan profesi staf keperawatan dan mekanisme tata kerja Komite Keperawatan. Yang dimaksud dengan staf keperawatan meliputi perawat dan bidan. Peraturan ini dirasakan penting karena staf keperawatan merupakan jumlah terbesar dari tenaga kesehatan lain di Rumah Sakit, memiliki kualifikasi berjenjang dan sebagai profesi yang berhubungan langsung dengan pasien dan keluarganya.


Rumah Sakit wajib menyusun peraturan internal staf keperawatan dengan mengacu pada peraturan internal korporasi dan peraturan perundang-undangan  yang  berlaku.  Peraturan  internal  staf keperawatan disusun oleh Komite Keperawatan dan disahkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.


Peraturan internal staf keperawatan sebagai acuan serta dasar hukum yang sah bagi Komite Keperawatan dan kepala/direktur Rumah Sakit dalam   hal   pengambilan   keputusan   tentang   staf   keperawatan. Termasuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban Komite Keperawatan kepada kepala/direktur Rumah Sakit tentang profesionalisme staf keperawatan rumah sakit.


Peraturan internal staf keperawatan berbeda untuk setiap Rumah Sakit dan tidak mengatur pengelolaan rumah sakit.   Pengaturan utamanya tentang Penugasan Klinis staf keperawatan, mekanisme mempertahankan dan pendisiplinan profesi keperawatan.


B.    SUBSTANSI PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN


Adapun sistematika petunjuk teknis peraturan internal staf keperawatan meliputi:


1.    PENDAHULUAN
2.
BAB I
KETENTUAN UMUM
3.
BAB II
TUJUAN


4. BAB III  . . .

















- 26 -

4.
BAB III
KEWENANGAN KLINIS
5.
BAB IV
PENUGASAN KLINIS
6.
BAB V
KOMITE KEPERAWATAN
7.
BAB VI
RAPAT
8.
BAB VII
SUBKOMITE KREDENSIAL, MUTU PROFESI, ETIKA DAN


DISIPLIN PROFESI
9.
BAB VIII
PERATURAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIS
10.
BAB IX
TATA CARA REVIEW DAN PERBAIKAN PERATURAN


INTERNAL STAF KEPERAWATAN
11.
BAB X
PENUTUP

Lingkup substansi yang diatur dalam mukadimah/pendahuluan dan bab-bab beserta pasal-pasalnya sekurang-kurangnya berisi, sebagai berikut:



MUKADIMAH/PENDAHULUAN

Mukadimah memberi gambaran tentang perlunya profesionalisme staf keperawatan  dan tata kelola klinis (clinical governance) yang dilakukan oleh Komite Keperawatan. Dalam mukadimah ini dapat dikemukakan visi dan misi  para staf keperawatan di Rumah Sakit yang  pada dasarnya peduli terhadap  keselamatan  pasien.  Kepedulian  ini  diwujudkan  melalui mekanisme Kredensial dan mekanisme peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dan kebidanan lainnya.
Mukadimah ini menegaskan peraturan internal staf keperawatan   (nursing staff bylaws) ini adalah upaya untuk memastikan agar hanya staf keperawatan   yang kompeten sajalah yang boleh melakukan asuhan keperawatan dirumah sakit. Kebijakan ini didukung oleh pihak pemilik rumah sakit.

BAB I KETENTUAN UMUM

Berisi pengertian yang memuat definisi dan penjelasan tentang istilah-istilah dan konsep-konsep yang digunakan dalam peraturan internal staf keperawatan.


BAB II TUJUAN
Tujuan peraturan internal staf keperawatan   (nursing staf bylaws) adalah agar Komite Keperawatan dapat menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance) melalui mekanisme Kredensial, peningkatan mutu profesi, dan penegakan disiplin profesi. Selain itu peraturan internal


staf keperawatan  . . .

















- 27 -

staf keperawatan  (nursing staf bylaws) juga bertujuan untuk memberikan dasar hukum bagi mitra bestari (peer group) dalam pengambilan keputusan profesi melalui Komite Keperawatan. Putusan itu dilandasi semangat bahwa hanya staf keperawatan  yang kompeten dan berperilaku profesional sajalah yang boleh melakukan asuhan keperawatan dirumah sakit.

BAB III KEWENANGAN KLINIS

Pada awal bab ini, harus ditentukan bahwa semua asuhan keperawatan hanya boleh dilakukan oleh staf keperawatan  yang telah diberi Kewenangan Klinis  melalui  proses  Kredensial.  Untuk  itu  harus  diatur  tentang  jenis kategori   staf   keperawatan   sesuai   dengan   lingkup   kewenangan   yang diberikan padanya, misalnya pengaturan Kewenangan Klinis sementara (temporary clinical privilege), Kewenangan Klinis dalam keadaan darurat (emergency clinical privilege), dan Kewenangan Klinis bersyarat (provisional clinical privilege). Pada bab ini juga diatur mengenai lingkup Kewenangan Klinis  (clinical  privilege)  untuk  pelayanan  keperawatan  dan  kebidanan tertentu dengan berpedoman pada buku putih (white paper). Tata cara penyusunan buku putih (white  paper) yang dilakukan oleh mitra bestari (peer group) di Rumah Sakit juga diatur.

Bab   ini   mengatur   pula   proses   penilaian   untuk   merekomendasikan pemberian Kewenangan Klinis untuk masing-masing staf keperawatan  yang selanjutnya dilaksanakan oleh subkomite Kredensial.
Dalam bab ini diatur pula prosedur tentang tata cara pemberian dan pengakhiran privilegeoleh kepala/direktur Rumah Sakit yang direkomendasikan oleh subkomite etika dan disiplin profesi melalui Komite Keperawatan.


BAB IV PENUGASAN KLINIS

Setiap staf keperawatan yang melakukan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan harus memiliki surat Penugasan Klinis dari Pimpinan Rumah Sakit berdasarkan rincian Kewenangan Klinis setiap staf keperawatan yang direkomendasikan Komite Keperawatan.

BAB V
DELEGASI TINDAKAN MEDIK

Kewenangan tenaga keperawatan untuk melakukan tindakan medik merupakan tindakan yang bersifat delegasi yang memerlukan Kewenangan Klinis tertentu dan perlu diKredensial. Dengan demikian, tindakan medik yang bersifat delegasi, tetap menjadi tanggung jawab tenaga medis yang
memberikan delegasi.



BAB V  . . .

















- 28 -

BAB V
KOMITE KEPERAWATAN

Bab ini mengatur mengenai pengorganisasian Komite Keperawatan, organisasi, tugas dan fungsi, masa jabatan Komite Keperawatan dan cara penetapan ketua Komite Keperawatan dan perangkatnya. Dalam bab ini subkomite  yang  ada  dibawah  Komite  Keperawatan  ditetapkan  secara limitatif,   yaitu   subkomite   Kredensial,   subkomite   mutu   profesi,   dan subkomite disiplin profesi. Pedoman pengorganisasian dan tata kerja Komite Keperawatan di Rumah Sakit harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan ini.

BAB VI RAPAT

Bab ini mengatur mengenai mekanisme pengambilan keputusan di bidang profesi oleh Komite Keperawatan melalui rapat-rapat. Pengaturan tersebut meliputi  jadwal  rapat  rutin,  kapan  perlu  ada  rapat  khusus,  ketentuan jumlah  quorum  persyaratan  rapat,  notulen  rapat,  prosedur  rapat  dan peserta rapat, persyaratan menghadiri rapat dan lain sebagainya. Dengan demikian, mekanisme rapat ini dapat dijadikan dasar hukum yang dipertanggungjawabkan bagi pengambilan klinis keputusan dibidang profesi keperawatan dan kebidanan.

BAB VII SUBKOMITE KREDENSIAL

Bab ini mengatur tentang peranan Komite Keperawatan dalam melakukan mekanisme Kredensial dan Rekredensial bagi seluruh staf keperawatan  di rumah   sakit.   Pedoman   pengorganisasian   dan   tata   kerja   subkomite Kredensial di Rumah Sakit mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan ini.

BAB VIII SUBKOMITE MUTU PROFESI

Bab ini mengatur peranan Komite Keperawatan untuk menjaga mutu profesi para staf keperawatan melalui subkomite mutu profesi. Hal ini dilakukan melalui audit keperawatan dan pendidikan dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional development). Pedoman pengorganisasian dan tata kerja subkomite mutu profesi di Rumah Sakit
mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan ini.










BAB IX  . . .

















- 29 -

BAB IX
SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI

Bab ini mengatur tentang upaya pendisiplinan staf keperawatan   yang dilakukan oleh subkomite disiplin profesi. Hal ini dilakukan melalui peringatan  tertulis  sampai  penangguhan  Kewenangan  Klinis  staf keperawatan   yang dinilai melanggar disiplin profesi, baik seluruhnya maupun sebagian. Dengan ditangguhkannya Kewenangan Klinis maka staf keperawatan  tersebut  tidak  diperkenankan  melakukan  tindakan keperawatan dan kebidanan di rumah sakit. Perubahan Kewenangan Klinis akibat tindakan disiplin profesi tersebut di atas ditetapkan dengan surat keputusan kepala/direktur Rumah Sakit atas rekomendasi Komite Keperawatan. Pedoman pengorganisasian dan tata kerja subkomite etika dan disiplin profesi di Rumah Sakit mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan ini.

BAB X
PERATURAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIS

Untuk melaksanakan tata kelola klinis diperlukan aturan-aturan profesi bagi staf  keperawatan  secara  tersendiri  diluar  nursing  staff  by  laws.  Aturan profesi tersebut antara lain adalah:
pemberian pelayanan keperawatan dan kebidanan dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional serta kebutuhan dasar pasien;
kewajiban melakukan konsultasi dan/atau merujuk pasien kepada tenaga keperawatan lain yang dianggap lebih mampu;

BAB XI
TATA CARA REVIEW DAN PERBAIKAN PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN

Bab ini mengatur review dan perubahan peraturan internal staf keperawatan (nursing staf bylaws), kapan, siapa yang mempunyai kewenangan dan bagaimana mekanisme perubahan peraturan internal staf keperawatan (nursing staf bylaws) yang disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini.

BAB XII KETENTUAN PENUTUP

Bab ini memuat ketentuan mengenai tanggal mulai pemberlakuan dan ketentuan pencabutan peraturan internal staf keperawatan (nursing staf bylaws) yang lama.Peraturan Internal Staf keperawatan   ditetapkan oleh
kepala/Dikrektur Rumah Sakit.




BAB V  . . .

















- 30 -

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN



Pembinaan  dan  pengawasan  Komite  Keperawatan    Rumah Sakit adalah suatu proses penilaian, umpan balik serta perbaikan seluruh kegiatan Komite Keperawatan di Rumah Sakit secara komprehensif dan berkesinambungan.


Pembinaan dan pengawasan diarahkan pada peningkatan kinerja Komite Keperawatan dalam rangka menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan serta keselamatan pasien di Rumah Sakit. Pembinaan dan pengawasan  Komite  Keperawatan  Rumah  Sakit  dilaksanakan  Menteri, Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi, Dewan Pengawas Rumah Sakit, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan perhimpunan/asosiasi perumahsakitan dengan melibatkan organisasi profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.


Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Komite Keperawatan
Rumah Sakit minimal mencakup:

1.    dokumen rencana kerja dan anggaran Komite Keperawatan;

2.    dokumen manajemen mutu pelaksanaan Komite Keperawatan;

3.    sistem dan program Kredensial tenaga keperawatan;

4.    sistem dan program peningkatan mutu profesi; dan

5.    sistem dan program pembinaan etik dan disiplin profesi.


Langkah/strategi pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Komite Keperawatan Rumah Sakit meliputi:

1.    menetapkan tujuan pembinaan dan pengawasan;

2.    merumuskan lingkup dan sasaran pembinaan dan pengawasan;

3.    membuat jadwal pembinaan dan pengawasan;

4.    melakukan pembinaan dan pengawasan melalui kegiatan antara lain:

a.    advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;

b.    pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan c.    monitoring dan evaluasi.
5.    memberikan umpan balik hasil pembinaan dan pengawasan;
6.    melakukan perbaikan, peningkatan berdasarkan hasil pembinaan dan evaluasi;



7. mendokumentasikan  . . .

















- 31 -

7.    mendokumentasikan   seluruh   proses   dan   hasil   pembinaan   dan pengawasan;
8.    merekomendasikan    hasil    pembinaan    dan    pengawasan    kepada manajemen rumah sakit; dan
9.    dalam rangka pembinaan Komite Keperawatan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat memberikan  sanksi  administratif  berupa teguran lisan dan teguran tertulis kepada kepala/direktur rumah sakit.






















































BAB VI  . . .

















- 32 -

BAB VI PENUTUP



Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka setiap Rumah Sakit agar membentuk Komite Keperawatan dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini, sehingga tata kelola klinis dapat terselenggara dengan baik dan benar.



MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


ttd
NAFSIAH MBOI