*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Wednesday 25 January 2017

PPNI ”BERITA SIDAK RSUD JAMBI DI MEDIA TIDAK BERIMBANG. DPP PPNI AKHIRNYA ANGKAT BICARA DAN AUDIENSI KE GUBERNUR JAMBI

NewsNers.

Akhir akhir ini Ramai kali pembicaraan mengenai bapak artis dan gubernur jambi.
Paska sidak di rs plat merah dijambi.
.
Bahkan sampai pengurus ppni pusat menurunkan menugaskan pengurusnya untuk meluruskan permasalahan ini.

Suasana audiensi 
PPNI Pusat dan PPNI Jambi

Setelah mengklarifikasi kekediaman bapak gubernur jambi. Mengasilkan beberapa point seb.brikut.
.
Audience PPNI Bersama Gubernur Jambi, Rabu, Tanggal 25 Januari 2017 yang bertempat di Rumah Dinas Gubernur : 
1. Gubernur Jambi menghormati dan menghargai Profesi Perawat dan memberikan apresiasi pada perawat yg bekerja profesional
2. Gubernur Berjanji memperhatikan kesejahteraan Perawat Terutama Gaji dan Fasilitas kerja yg baik
3. Gubernur akan membenahi manajemen Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi
4. Gubernur menyatakan tidak ada pemecatan/pemberhentian Perawat 
5. Pemerintah Provinsi Jambi sangat membutuhkan tenaga Perawat
6. Gubernur mengajak PPNI Bersama sama untuk membina perawat dan juga membangun Provinsi Jambi
7. Gubernur mengucapkan Terimakasih kepada PPNI dan Perawat yang telah memberikan kontribusi yang baik dan mengajak untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik.
8. Gubernur mengajak PPNI untuk selalu menjalin komunikasi yang baik dengan Pemerintah.


Disisi lain juga ada pembahasan seperti ini dikala dr PPNI menyampaikan ke bapak artis gubernur jambi.
.
Jambi - Pasca sidak Gubernur Jambi H Zumi Zola yang di lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi, 20 Januari 2017 lalu. Seorang pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Jambi Muhammad Safrizal mengatakan bahwa media tidak berimbang dalam pemberitaan pasca sidak tersebut.

Hal ini dikatakannya langsung dihadapan Gubernur Jambi H Zumi Zola dan awak media yang waktu itu lagi meliput acara pertemuan Perwakilan PPNI Pusat dan sejumlah perwakilan PPNI Provinsi Jambi dan Perawat yang berkerja di RSUD Raden Mattaher Jambi, rabu (25/01).

Safrizal mengatakan pihaknya belum menyampaikan klarifikasi terkait sidak sebelum mendapat kejelasan yang jelas, bahkan kepada awak media, ia juga mengatakan pemberitaan ini juga tidak berimbang.

"Sekarang kami sudah turun bersama tim pusat, dari rumah sakit melihat faktanya di lapangan dicek ternyata memang ini yang ditampilkan itu ada yang belum ditampilkan yang semestinya ditampilkan jangan hanya seolah-olah yang negatifnya saja. Yang ada hanya perawat yang sudah tidur, padahal yang sedang berjaga di ruangan memberikan pelayanan dan menganti infus pasien waktu itu tidak terekspos di beritanya, hingga yang diberitanya hanya yang tidur saja ini yang perlu kami klarifikasi ternyata itu tidak benar," paparnya.

sumber :
Grup.WA.WHAPI.
Grup.Fb.SuaraPerawat
http://jambicrimenews.com/artikel/445-ppni-propinsi-jambi-salahkan-media-pemberitaan-sidak-rsud-jambi-tidak-berimbang

Sunday 22 January 2017

INFORMASI UKOM NERS 2017 - UKNI Pendaftaran peserta uji kompetensi tanggal 23 s.d. 4 Februari 2017


Pendaftaran peserta uji kompetensi tanggal 23 s.d. 4 Februari 2017

From. Suara Perawat Indonesia

Pendaftaran Uji Kompetensi Perawat
Adapun besaran biaya pelaksanaan uji kompetensi adalah sebagai berikut:
Program Diploma III Kebidanan danDiploma III Keperawatan sebesar: Rp.225.000,- (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah)
Program Profesi Ners sebesar: Rp.275.000,- (dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) 
sumber: uknersdikti go id (lihat ket. gambar)
Pendaftaran Uji Kompetensi Perawat
Pendaftaran Uji Kompetensi Perawat
Yth :
Rektor/Direktur/Pimpinan Institusi Pendidikan Tinggi bidang Kesehatan;
Koordinator Kopertis Wilayah I – XIV.
Dalam rangka penjaminan mutu dan standarisasi kompentensi lulusan pendidikan Program Diploma III Kebidanan, Diploma III Keperawatan, Profesi Ners, maka dilakukan uji kompetensi nasional sebagai bagian dari proses evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan sejak tahun 2013. Sehubungan dengan itu, mohon perhatian dari Bapak dan Ibu selaku pimpinan institusi untuk mempersiapkan pelaksanaan uji kompetensi sebagai berikut:
Uji Kompetensi diikuti oleh mahasiswa dan lulusan Program Diploma III Kebidanan, Diploma III Keperawatan, dan Profesi Ners yang memiliki izin penyelenggaraan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang masih berlaku, dengan kriteria sebagai berikut:
Mahasiswa yang telah menyelesaikan proses pendidikan;
Lulusan setelah 1 Agustus 2013 sudah memiliki ijazah dari Perguruan Tinggi, namun belum memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi;
Peserta yang tidak lulus uji kompetensi pada periode sebelumnya;
Calon peserta uji kompetensi harus terdaftar pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti http://forlap.ristekdikti.go.id/) dengan status mahasiswa dinyatakan LULUS. Untuk itu, pimpinan institusi harus memastikan semua calon peserta uji yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada klausul 1 (satu) terdaftar pada PD-Dikti.
Pendaftaran calon peserta uji kompetensi dilakukan mulai tanggal 23 Januari s.d. 4 Februari 2017 melalui sistem registrasi online dengan alamat laman sebagai berikut:
Uji kompetensi DIII Kebidanan: ukbidan.risktedikti.go.id
Uji kompetensi DIII Keperawatan: ukperawat.ristekdikti.go.id
Uji kompetensi Ners: ukners.ristekdikti.go.id
Biaya pelaksanaan uji kompetensi adalah sebagai berikut:
Program Diploma III Kebidanan dan Diploma III Keperawatan sebesar: Rp.225.000,- (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah)
Program Profesi Ners sebesar: Rp.275.000,- (dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
Demikian disampaikan, terima kasih atas kerjasamanya yang baik.

LP KEJANG DEMAM - LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN ANAK
KEJANG DEMAM DI RUANG BANGSAL ANAK

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia di bawah 6 tahun. Kriteria diagnostik mencakup : kejang pertama yang dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C, anak berusia kurang dari 6 tahun, tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat, anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan, kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum dengan pergerakkan klonik selama kurang dari 10 menit. Sistem syaraf pusat normal dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang demam setelah usia 6 tahun.
B. Etiologi
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
1. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-lain.
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
4. Perubahan cairan dan elektrolit.


5. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
a. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
b. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi
c. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya (Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis (Riyadi dan sujono, 2009).
C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
D. Pathways (Terlampir)

E. Klasifikasi Kejang Demam
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
1. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut;
a. Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama
b. Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
d. Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002).
F. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
b. BUN :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit           :           K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
G. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
1) Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
2) Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
1) Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
–  Fero barbital
–  Fenitorri
–  Klonazepam :
:
: 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
(indikasi khusus)


H. Fokus Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1. Data Subjektif
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
1) Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
2) Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.

3) Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
4) Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
a) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
b) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
c) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?

5) Frekuensi serangan
a) Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
b) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
c. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
f. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
g. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
3) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
h. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.


i. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
j. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
3) Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
4) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
5) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?.
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
7) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
8) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
9) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
10) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
11) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
12) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
13) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit?
14) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
15) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen di otak
4. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan kurangnya informasi.

J. Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
- Rasa nyaman terpenuhi.
- Cairan tubuh tetap seimbang antara intake dan output.
- Membran mukosa basah.
- Turgor kulit baik.
- Klien tidak merasa haus.
- Tanda-tanda vital normal. - Berikan cairan elektrolit sesuai dengan kebutuhan.
- Beri minum yang banyak.
- Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian cairan infus. - Diharapkan cairan tubuh terpenuhi
- Dapat menambah cairan yang hilang akibat suhu badan yang tinggi.
- Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
- Pasien dapat menunjukkan volume cairan stabil
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
- Monitor TTV
- Monitor tanda-tanda kekurangan cairan
- Catat intake & output pasien
- Monitor BB
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV - Untuk mengetahui perkembangan pasien
- Memantau adanya dehidrasi
- Untuk mengetahui keseimbangan masuk & keluarnya makanan
- Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi
- Memenuhi cairan atau nutrisi yang belum adekuatnya masukan oral
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen di otak

- Perawat dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas
- Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD dan ekspresi wajah.
- Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
- Menyatakan gejala berkurang
- Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya - Monitor TTV
- Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan
- Berikan posisi semi fowler
- Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku
- Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
- Kolaborasi pemberian oksigen & obat - Mengidentifikasi keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan
- Identifikasi adanya PK pulmonary edema
- Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru
- Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital jaringan
- Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
- Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru
- Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan
4. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang Risiko cedera dapat terkontrol
- Pasien terbebas dari cedera
- Keluarga pasien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cedera - Sediakan lingkungan yang aman
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai kondisi fisik
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
- Memasang side rail tempat tidur
- Membatasi pengunjung - Mencegah cedera pasien
- Kebutuhan keamanan pasien bergunan untuk mencegah cedera pasien
- Mengurangi risiko cedera
- Perlindungan kepada pasien supaya tidak jatuh dari tempat tidur
- Mengurangi kegelisahan pasien karena banyaknya pengunjung
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan kurangnya informasi.

Keluarga mengerti maksud dan tujuan dilakukan tindakan perawatan selama kejang.
- Keluarga mengerti cara penanganan kejang.
- Keluarga tanggap dan dapat melaksanakan peawatan kejang.
- Keluarga mengerti penyebab tanda yang dapat menimbulkan kejang. - Informasi keluarga tentang kejadian kejang dan dampak masalah, serta beritahukan cara perawatan dan pengobatan yang benar.
- Informasikan juga tentang bahaya yang dapat terjadi akibat pertolongan yang salah.
- Ajarkan kepada keluarga untuk memantau perkembangan yang terjadi akibat kejang.
- Kaji kemampuan keluarga terhadap penanganan kejang. - Diharapkan keluarga mengetahui cara perawatan dan pengobatan yang benar.
- Diharapkan keluarga mengerti akibat dari pertolongan yang salah.
- Diharapkan keluarga mengerti bahaya dari kejang.
- Dengan mengkaji pada keluarga diharapkan mampu menangani gejala-gejala yang menyebabkan kejang.




DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. (2007). Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta : Media Action.
Lumbantobing SM, . (1995). Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta : Gaya Baru
Lynda Juall C, (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Penerjemah Monica Ester. Jakarta : EGC
Marilyn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made. Jakarta : EGC
Matondang, Corry S. (2000). Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta : PT. Sagung Seto
Rendle John. (1999). Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi ke 6. Jakarta : Binapura Aksara
Riyadi dan Sujono, (2009). Buku Saku Pediatri. Jakarta : EGC
Santosa NI. (1989). Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta : Depkes RI
Santosa NI, (1993). Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : Depkes RI
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suharso Darto. (2000). Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : F.K. Universitas Airlangga
Sumijati M.E, dkk. (2000). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya : PERKANI  
Wahidiyat Iskandar. (1985). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2.  Jakarta : PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik.

LAPORAN PENDAHULUAN BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH - LP BBLR oleh Bayu Aji Sismanto

LAPORAN PENDAHULUAN BBLR
STASE KEPERAWATAN ANAK
BBLR DI RUANG PERISTI


A. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan umur kehamilan. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. Bayi yang dilahirkan berisiko meninggal dunia sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal (Depkes RI, 2005).

B. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
1. Menurut harapan hidupnya
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.
c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
2. Menurut masa gestasinya
a. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
C. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan Ismawati, 2010).
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu
1) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
2) Aktivitas fisik yang berlebihan
3) Perkawinan yang tidak sah
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
D. Tanda & Gejala
Menunjukkan   belum   sempurnanya   fungsi   organ   tubuh   dengan   keadaannya lemah :
1. Fisik
a. Bayi kecil
b. Pergrakan kurang dan masih lemah
c. kepala lebih besar dari pada badan
d. berat badan < 2500 gram
2. Kulit dan kelamin
a. Kulit tipis dan transparan
b. Lanugo banya
c. Rambut halus dan tipis
d. Genitalia belum sempurna
3. Sistem syaraf
a. Refleks moro
b. Refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna
4. Sistem muskuloskeletal
a. Axifikasi tengkorak sedikit
b. Ubun-ubun dan satura lebar
c. Tulang rawan elastis kurang
d. Otot-otot masih hipotonik
e. Tungkai abduksi
f. Sendi lutut dan kaki fleksi
g. Kepala menghadap satu jurusan
5. Sistem pernafasan
a. Pernafasan belum teratur sering apnoe
b. Frekwensi nafas bervariasi

E. Patofisiologis
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (premature) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu),tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilanya,yaitu tidak mencapai 2500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan,dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal,tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi,terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering tyerjadi selama masa kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.

F. Pathways
(Terlampir)

G. Penatalaksanaan
1. Pengaturan Suhu
a. Pertahankan dalam suhu 36,5 – 37,5 ºC
b. Luas permukaan tubuh > BB Ô Peningkatan kehilangan cairan & panas tubuh melalui kulit
c. Tipisnya lemak coklat (Brown Fat) Ôke-2 scapula
d. Lemak subcutas tipis
e. Letakkan pada tempat yang hangat (lampu), kering, dalam incubator, menunda memandikan bayi & gunakan metode kanguru.

2. Nutrisi
a. Reflek menghisap dan menelan negatif
b. Kapasitas lambung sedikit & enzim pencernaan (lipase) kurang
c. Berikan ASI dengan dot/sendok sedikit demi sedikit ± 60 cc / Kg BB/ hari pada hari I, dinaikkan setiap hari sampai 200 cc / Kg BB sehari pada minggu ke II
d. Cadangan glikogen dalam hati sangat sedikit ®Hipoglikemia
e. Perhatikan cara memberikan ASI/PASI dengan benar!!
f. Lakukan pijat bayi  !!
3. Bayi BBLR mudah terkena infeksi : Oleh sebab itu :
a. Pisahkan bayi BBLR dengan bayi yang terinfeksi
b. Cuci tangan sebelum & sesudah memegang bayi
c. Jangan merawat bayi bila sedang menderita infeksi saluran nafas (gunakan masker)
4.      Bayi BBLR bila terjadi kesulitan bernafas :
a. Cegah terjadi kedinginan dan infeksi
b. Beri ASI/PASI sedikit demi sedikit & sesering mungkin
c. Bila terjadi sesak lakukan :
1) Bersihkan jalan nafas
2) Jaga suhu tubuh bayi
3) Berikan oksigen jika tampak tanda-tanda cyanosis

H. Fokus pengkajian keperawatan
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36,5 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37,5 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
5. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksterhadap cahaya.
6. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah  arcus costaae     pada garis papila  mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
13. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
14. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
a. Tanda Fisiologis
1) Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih,walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
2) Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi,penyebabnya adalah : pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
2. Ketidakefektifan termoregolasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
3. Resiko tinggi infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
6. Kecemasan orang tua b.d situasi krisis,kurang pengetahuan.


J. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuro muscular
Tujuan                   :  Pola nafas efektif
Kriteria Hasil     : “RR 30-60 x/mnt, Sianosis (-), Sesak (-), Ronchi (-), Whezing  (-).
Intervensi :
a. Observasi pola nafas
b. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
c. Observasi adanya sianosis
d. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah
e. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi
f. Beri O2 sesuai program dokter
g. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2
h. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
i. Kolaborasi dengan tenaga medis lainya.
2. Ketidakefektifan termoregulasi b.d imaturasi control dan pengatur suhu dan berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh.
Tujuan                : Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil       : Suhu 36,5- 37,50C,kulit hangat, Sianosis (-), Ektremitas hangat.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Tempatkan bayi pada incubator
c. Awasi atau control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
d. Monitor tanda-tanda hipertermi.
e. Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
f. Ganti pakaian setiap basah.
g. Observasi adanya sianosis.

3. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi)
Tujuan            : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil  : Suhu 36.5-37,50C,tidak ada tanda-tanda infeksi,leukosit 5.000 – 10.000.
Intervensi  :
a. Kaji tanda- tanda infeksi.
b. Isolasi bayi BBLR dengan bayi lain.
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
d. Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
e. Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi
f. Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.
g. Kolaborasi dengan dokter.
h. Berikan antibiotic sesuai program.
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi(imaturasi saluran cerna).
Tujuan             : Nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil   : Reflek hisap dan menelan baik,Muntah (-),Kembung (-),berat badan meningkat 15 gr/hr dan turgor elastic.
Intervensi      :
a. Observasi intake dan output.
b. Observasi reflekmhisap dan menelan.
c. Beri minum sesuai kebutuhan.
d. Pasang NGT bila reflek program menghisap dan menelan tidak ada.
e. Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
f. Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral.
g. Kaji kesiapan ibu untuk menyusui bayi.
h. Timbang berat badan setiap hari.
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit,imobilisasi
Tujuan           : Integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Suhu 36,5-37,50C, Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit dan tanda- tanda infeksi (-).
Intervensi    :
a. Observasi vital sign.
b. Observasi tekstur dan warna kulit.
c. Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic.
d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
e. Jaga kebersihan kulit.
f. Ganti pakaian setiap basah.
g. Jaga kebersihan tempat tidur.
h. Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
i. Monitor suhu dalam incubator.
6. Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tuadan kondisi krisis.
Tujuan                 : Cemas berkurang.
Kriteria Hasil       : Orang tua tampak tenang,orang tua tidak bertanya Tanya lagi dan orang tua berpartisipasi dalam proses keperawatan.
Intervensi        :
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua.
b. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
c. Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya.
d. Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
e. Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumahsebelum bayi pulang.











Lampiran (Pathways)




























DAFTAR PUSTAKA

Ennis,Sharon Axton.2003.Pediatric Nursing Care Plans.Pearson Education.New Jersey.
Hidayat,Alimul A.2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak1.Penerbit Salemba Medica : Jakarta.
Faras Handayani. (2006). Berat Badan Lahir Rendah Tak Selalu Dirawat DiRumah sakit (On-Line) terdapat pada :http://www.tabloid-nakita,com/artikel.
Nelson.(1999).ilmu kesehatan Anak 1.EGC. Jakarta.
Sitohang , Nur Asnah.2004. Asuhan Keperawatan Pada Berat Badan Lahir Rendah. USU Repository @2006
Sowden, Betz Cicilia.2002. Keperawatan Pediatric.EGC.Jakarta.
Speirs,al.(1993).Ilmu Kesehatan Anak Untuk Perawat.IKIP Semarang Press. Semarang.
Whaley’s and Wong.(1996). Clinic Manual of PediatricNursing.4 th Edition. Mosby Company.
Zulhaida Lubis.(2003). Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang dilahirkan (On-Line). Terdapat pada : http://tumoutou.net/702-07134/zulhaida-lubis.htm.

Friday 13 January 2017

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI SBAR oleh Maldin Saputra

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI SBAR DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Saputra, Maldin (2016) HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI SBAR DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA. 
Untuk mendapatkan salinan secara lengkap silahkan kunjungi laman berikut :

HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT oleh Wahyu Aprilian Mardianto

HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

MARDIANTO, WAHYU APRILIAN (2016) HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA. 
Untuk mendapatkan salinan secara lengkap kunjungi laman berikut :

HUBUNGAN MOTIVASI SPIRITUAL DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT oleh Akhtiar Rahman Ibrahim

HUBUNGAN MOTIVASI SPIRITUAL DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Ibrahim, Akhtiar Rakhman (2016) HUBUNGAN MOTIVASI SPIRITUAL DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA. 
Untuk mendapatkan salinan secara lengkap kunjungi laman berikut :
Klik Link berikut : http://repository.unissula.ac.id/4666/

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DALAM MEMBERIKAN OBAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN oleh Lucky Koeru Setiawan

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DALAM MEMBERIKAN OBAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

Setiawan, Lucky Koeru (2016) HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DALAM MEMBERIKAN OBAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA. 
Kunjungi laman berikut untuk mendapatkan salinan secara lengkap :

PERSEPSI PASIEN TENTANG MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN oleh Siti Khaeriah

GAMBARAN PERSEPSI PASIEN TENTANG MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK

Khaeriah, Siti (2016) GAMBARAN PERSEPSI PASIEN TENTANG MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA.

Kunjungi laman berikut untuk mendapatkan salinan secara lengkap :
Klik Link berikut : http://repository.unissula.ac.id/4782/

http://repository.unissula.ac.id/4782/ 

http://repository.unissula.ac.id/4782/

HUBUNGAN KINERJA KOMITE KEPERAWATAN DENGAN MUTU PELAYANANAN KEPERAWATAN oleh Bayu Aji Sismanto

HUBUNGAN KINERJA KOMITE KEPERAWATAN DENGAN MUTU PELAYANANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Sismanto, Bayu Aji (2016) HUBUNGAN KINERJA KOMITE KEPERAWATAN DENGAN MUTU PELAYANANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA. 
Kunjungi laman berikut untuk mendapatkan salinan lengkap file.

Monday 2 January 2017

LP HAMBATAN MOBILITAS FISIK, LP INTOLANSI AKTIFITAS, LP KEBUTUHAN AKTIFITAS oleh Bayu Aji Sismanto



LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN
(HAMBATAN MOBILITAS FISIK DAN INTOLANSI AKTIFITAS)
Oleh : 
Bayu Aji Sismanto.,S.Kep



           I. KONSEP DASAR
A.    Pengertian
       Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan muskuloskeletel.

       Kebutuhan aktivitas (pergerakan) merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dengan kebutuhan dasar dan tidur, dan saling mempengaruhi manusia yang lain seperti istirahat.

        Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang itu tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal.

        Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.




B.     Klasifikasi
Tulang diklasifikasikan menurut bentuk dan lokasinya.
Menurut bentuknya :
a)      Tulang panjang (humerus, radius, femur, dan tibia)
b)      Tulang pendek (karpal dan tarsal)
c)      Tulang pipih (scapula, tulang rusuk, tulang tengkorak)
d)     Tulang dengan bentuk tidak teratur (vertebra dan mandibula)
e)      Tulang sesamoid ( patella)
 Menurut lokasinya :
a.       Tulang aksial (tulang wajah, cranial, hyoid, vertebra, tulang rusuk, dan sternum)
b.      Tulang apendikular (klavikula, scapula, humerus, radius, ulna, metacarpal, tulang pelvis, femur, patella, fibula, dan metatarsal).
       Kartilago merupakan jaringan ikat yang tersusun pada substansi yang kuat dan berfungsi untuk menyokong pada beberapa bagian tubuh, seperti saluran pendengaran, dan bagian invertebrata. Persendian merupakan pertemuan antara dua atau lebih dan setiap persendian mempunyai rentang gerak yang bervaskularisasi. Bursa merupakan kantong cairan synovial yang terletak pada lokasi gesekan di sekitar persendian antara tendon, ligament, dan tulang. Fungsinya untuk mengurangi tekanan pada struktur yang saling bersinggungan.

C.    Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal terdiri dari muskulus, tendon, ligament, tulang, kartilago, persendian, dan bursa. Semua struktur ini bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan. Ada tiga jenis otot utama pada manusia, yaitu : otot polos, otot rangka, dan otot jantung. Dari ketiga otot tersebut, otot yang paling berpengaruh untuk aktivitas atau pergerakan yaitu otot rangka.
Otot rangka, terdiri dari serabut-serabut yang tersusun dalam berkas yang disebut fasikel, semakin besar otot semakain banyak serabutnya.

a.       Otot biseps lengan pada lengan atas adalah otot yang besar dan tersusun dari 260.000 serabut.
b.      Otot kecil, seperti stapedius dalam telinga tengah, hanya terdiri dari 1.500 serabut.
Mekanisme interaksi aktin dan miosin pada sistem muskuloskeletal yaitu :

a.       Molekul aktin tersusun dari tiga protein
1.F- aktin fibrosa terbentuk dari dua rantai globular G-aktin yang berpilin satu sama lain.
2.Molekul tropomiosin membentuk filamen yang memanjang melebihi subunit aktin dan melapisi sisi yang berkaitan dengan crossbridge miosin.
3.Molekul troponin berkaitan dengan molekul tropomiosin dan menstabilkan posisi penghalang pada molekul tropomiosin.
b.      Molekul miosin terbentuk dari dua rantai protein berat yang identik dan dua pasang rantai ringan.

                                                              i.      Bagian ekor rantai yang berat berpilin satu sama lain dengan dua kepala protein globular atau crossbridge, menonjol di salah satu ujungnya.
                                                            ii.      Crossbridge menghubungkan filamen tebal ke filament tipis. Setiap crossbridge memiliki sisi pengikat aktin, sisi pengikat ATP, dan aktivitas ATPase (enzim yang menghidrolisis aktivitas ATP).
                                                          iii.      Beberapa ratus molekul miosin tersusun dalam setiap filamen tebal dengan ekor cambuknya yang saling bertumpang tindih dan kepala globularnya menghadap ke ujungnya.
Kesimpulannya, kontraksi otot terjadi apabila aktin berikatan dengan kepala miosin.

Sistem rangka manusia merupakan rangka dalam atau endosketeleton. Sistem rangka yang tersusun dari beragam jenis tulang tidak dapat bergerak secara aktif. Akan tetapi, aktivitas otot yang melekat pada tulang menyebabkan tulang tersebut ikut bergerak. Oleh sebab itu, rangka (tulang) dikenal sebagai alat gerak pasif, sedangkan otot dikenal sebagai alat gerak aktif.
Otot akan berkembang jika serabut-serabut otot mengalami pembesaran. tendon merupakan jaringan ikat fibrosa yang mengaitkan otot dengan periosteum ( membrane fibrosa yang menutupi tulang ). Tendon menyebabkan tulang bergerak sewaktu otot-otot skelet berkontraksi. Ligamen merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat dan padat yang mengikat antara satu tulang dengan tulang lain, juga membantu tulang untuk bergerak.

c.       Factor – factor yang mempengaruhi fungsi system muskuloskeletal
a)         Merokok, cenderung mempunyai pola pernafasan yang pendek, dengan pernafasan yang pendek, gerakpun harus di batasi, dan juga dapat muncul intoleransi aktivitas.
b)        Multiple aklerosis / cidera pada saraf tulang belakang
c)         Klien post operasi, cenderung membatasi gerakannya
d)        usia

d.      Macam – macam gangguan
a)          Fraktur
b)         Gout
c)          Arthritis oleh bakteri
d)         Cidera jaringan lunak / keras

Rencana Asuhan Keperawatan
a.       Pengkajian
1.      Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi :
a)     Riwayat aktivitas dan olah raga
b)    Toleransi aktivitas
c)     Jenis dan frekuensi olah raga
d)    Faktor yang mempengaruhi mobilitas
e)     Pengararuh imobilitas
2.      Pemeriksaan Fisik : Data Focus
·                     Kesejajaran tubuh
Mengidentifikasi perubahan postur tubuh akibat pertumbuhan dan perkembangan normal. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi pasien dari lateral, anterior, dan posterior guna mengamati :
o   bahu dan pinggul sejajar
o   jari - jari kaki mengarah kedepan
o   tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi yang lain
·                     Cara berjalan
Dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien dan risiko cedera akibat jatuh.
o   Kepela tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus
o   Tumit menyentuh tanah terlebih dahulu daripada jari kaki
o   Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki di sisi yang berlawanan
o   Gaya berjalan halus, terkoordinasi,
·       Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji yaitu :
o   Adanya kemerahan / pembengkakan sendi
o   Deformitas
o   Adanya nyeri tekan
o   Krepitasi
o   Peningkatan temperature di sekitar sendi
o   Perkembangan otot yang terkait dengan masing – masing sendi
o   Derajat gerak sendi
·       Kemampuan dan keterbatasan gerak
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
o   Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk bergerak
o   Adanya hambatan dalam bergerak ( terpasang infus, gips )
o   Keseimbangan dan koordinasi klien
o   Adanya hipotensi ortostatik
o   Kenyamanan klien
·       Kekuatan dan massa otot
Perawat harus mengkaji kekuatan dan kemampuan klien untuk bergerak, langkah ini diambil untuk menurunkan risiko tegang otot dan cedera tubuh baik pada klien maupun perawat.





Tingkatan kekuatan otot
Skala
Kekuatan (%)
Cirri
0
0
Paralisis total
1
10
Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi
2
25
Gerakan otot penuh menentanggravitasi, dengan sokongan
3
50
Gerakan normal menentang gravitasi
4
75
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit tahanan
5
100
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahana penuh

               (Priharjo, 2006 : 159)
·       Toleransi aktivitas
Pengkajian ini bermanfaat untuk membantu meningkatkan kemandirian klien yang mengalami :
o   Disabilitas kardiovaskuler dan respiratorik

3.      Pemeriksaan penunjang
·       Pemeriksaan Diagnostik
o   Foto rontgen
Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang.
o   CT scan tulang
Mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit untuk dievaluasi (mis: asetabulum).
o   MRI
Untuk melihat abnormalitas ( tumor, penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang).
·  Pemeriksaan Laboratorium
o   Pemeriksaan darah dan urine : memberikan informasi mengenai masalah musculoskeletal primer atau komplikasi yang terjadi (infeksi).
o   Pemeriksaan Hb : (biasanya lebih rendah bila terjadi perdarahan akibat trauma).

b.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko intoleransi aktivits
1.      Definisi
Risiko untuk mengalami ketidakcukupan energy secara fisiologis atau psikologis dalam memenuhi aktivitas sehari hari yang dibutuhkan atau diperlukan.
2.      Batasan Karakteristik / faktor resiko
a.     Tidak berpengalaman dalam beraktivitas
b.     Terdapat masalah sirkulasi / respirasi
c.     Riwayat intoleransi
3.      Faktor – Faktor yang Berhubungan
·            Gangguan kardiovaskular


 Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas
1.      Definisi
Ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis dalam memenuhi aktivitas sehari hari yang dibutuhkan atau diperlukan.
2.      Batasan Karakteristik
a.         Laporan verbal : kelelahan dan kelemahan
b.         Respon terhadap aktivitas menunjukan nadi dan tekanan darah abnormal
c.         Perubahan EKG menunjukan aritmia atau disritmia
d.        Dispneu dan ketidaknyamanan
3.      Faktor – Faktor yang Berhubungan
a.          Tirah baring atau imobilisasi
b.          Kelemahan secara menyeluruh
c.          Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
d.         Gaya hidup yang menetap

Diagnosa 3 :gangguan mobilitas fisik
1.      Definisi
Keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas . Suatu kondisi dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan bergeraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas.
2.      Batasan Karakteristik
a)         Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktifitas rutin
b)        Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
c)         Keterbatasan kemampuan melakukan ketererampilan motorik halus
d)        Tidak ada koordinasi gerak atau gerakan tak ritmis
e)         Keterbatasan ROM
f)         Sulit berbalik
g)        Perubahan gaya berjalan (missal menjadi pelan, sulit memulai langkah, kaki diseret, goyah pada posisi lateral)
h)        Penurunan waktu reaksi
i)          Gerakan menjadi napas pendek
j)          Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatatian dalam aktivitas lain, mengontrol perilaku, focus dalam tidak mampu beraktivitas)
k)        Gerak lambat
l)          Gerakan menyebabkan tremor

3.      Faktor – Faktor yang Berhubungan
a.          Pengobatan
b.          Terapi pembatasan gerak
c.          Kurang pengetahuan mengenai manfaat pergerakan fisik
d.         IMT diatas 75 % sesuai dengan usia
e.          Kerusakan sensori persepsi
f.           Nyeri, tidak nyaman
g.          Kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
h.          Intoleransi aktivitas
i.            Depresi mood atau cemas
j.            Kerusakan kognitif
k.          Penurunan kekuatan otot, control, dan massa
l.            Keengganan untuk memulai gerak
m.        Gaya hidup menetap, tidak fit
n.          Malnutrisi umum atau spesifik
o.          Kehilangan integritas struktur tulang
p.          Keterlambatan perkembangan
q.          Kekakuan sendi atau kontraktur
r.           Keterbatasan daya tahan kardiovaskuler
s.           Berhubungan dengan metabolisme seluler
t.           Keterbatasan dukungan lingkungan fisik atau social
u.         Kepercayaaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat disesuaikan dengan umur


c. Perencanaan
·      Dx. 1
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
a.                   berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
b.                  melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
c.                  menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi
Rasional
1.      kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit diatas frekuensi istirahat ; peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmHg) ; dispnea atu nyeri dada ; keletihan dan kelemahan yang berlebihan ; diaphoresis ; pusing/pingsan.

2.      Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis : penggunaan kursi roda saat mandi, dduduk ssat menyisir rambut,melakukan aktivitas dengan perlahan.

3.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
1.      Membantu dalam respon fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

2.      Teknik menghemat energi mengurangi pengurangan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3.      Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas


·       Dx. 2
Tujuan :
·                         setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
a.     berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
b.    melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
c.     menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

Intervensi
Rasional
1.      kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit diatas frekuensi istirahat ; peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmHg) ; dispnea atu nyeri dada ; keletihan dan kelemahan yang berlebihan ; diaphoresis ; pusing/pingsan.
2.      Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis : penggunaan kursi roda saat mandi, dduduk ssat menyisir rambut,melakukan aktivitas dengan perlahan.
3.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
1.      Membantu dalam respon fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2.      Teknik menghemat energi mengurangi pengurangan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3.      Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas


·       Dx. 3
Tujuan                          :
a.              Setelah dilakukan asuha keperawatan selama 4 x 24 jam  masalah teratasi
b.             Kriteria Hasil   :
c.              Klien akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitaskatkan
d.             Mampu mengidentifikasi beberapa alternatif untuk membantu mempertahankan tingkat aktivitas saat sekarang
e.              Berpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan  kemampuan untuk beraktivitas
Intervensi
Rasional
1.      Identifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif, seperti temperature yang sangat tinggi, insomnia, pemasukan makanan yang tidak adekuat.

2.      Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri, sesuai dengan kemampuan maksimal yang dimiliki klien.

3.      Lakukan perubahan posisi secara teratur ketika klien tirah baring  di tempat tidur atau dikursi.
4.      Konsultasikan dengan ahli terapi fisik atau terapi kerja
1.      Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas.
2.      Meningkatkan kemandirian dan rasa control diri, dapat menurunkan perasaan tidak berdaya.
3.      Menurunkan tekanan terus menerus pada daerah yang sama, mencegah kerusakan kulit. Meminimalkan spasme fleksor lutut dan panggul.
4.      Bermanfaat dalam mengembangkan program latihan individual dan mengidentifikasi kebutuhan alat untuk menghilangkan spasme otot, meningkatkan fungsi motorik, menurunkan atrofi, dan kontraktur pada system musculoskeletal.

Daftar Pustaka

1.        Long, C. Barbara. 2009. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan IAPK
2.        Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.
3.        Priharjo, Robert. 1993. Perwatan nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta : EGC
4.        NANDA 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan.
5.        Mubarak, Wahit Iqbal ; Nurul Cahyati. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC
6.        Doenges, E. Marilynn.2010.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.