*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Wednesday 26 July 2017

LP STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN CKD by admin 06051994


LAPORAN PENDAHULUAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CKD

  1. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten danirreversible. sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan penurunan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 ml/menit (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektroli sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal ginjal kronik/ Cronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000).
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan mengalami gangguan karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.

  1. PENYEBAB
  1. Infeksi saluran kemih (ISK)
ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresip berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi yang berulang dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran kemih seperti refluks vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogonik. Kerusakan ginjal pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.
  1. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit putih.
  1. Glomerulonefritis
Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai balam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan hematuria. Meski lesi terutama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal kronik.
  1. Penyakit ginjal kronik
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat membesar dan terisi oleh klompok-klompok kista yang menyarupai anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan mengakibatkan kematian sebelum mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang, hematutia, poliuria, proteinuria dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
  1. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan tubuh. Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal dapat menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang berjalan progresip lambat.
  1. Diabetes mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapilet masih utuh tapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.
  1. Hiperparatirodisme
Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid merupakan penyakit yang dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal. Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar paratiroid.
  1. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
  1. KLASIFIKASI
  1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
  1. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
  1. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
  1. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.
  1. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
  1. MANIFESTASI KLINIK
  1. Sistem Gastrointestinal
  • Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti (amonia metil guanidin) serta sembabnya mukosa usus.
  • Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.
  • Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.
  1. Sistem Integumen
  • Kulit berwarna pucat akibat anemia
  • Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori.
  • Ekimosis akibat gangguan hematologis.
  • Bekas garukan karena gatal.
  1. Sistem Hematologi
  • Anemia
Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga terjadi pengurangan eritropoesis pada sumsum tulang belakang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremik, defesiensi asam folat akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan pada saluran cerna dan fibrosis pada sumsum tulang akibat hipertiroid sekunder.
  • Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
  • Gangguan fungsi leukosi
Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
  1. Sistem Syaraf dan otot
  • Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan kakinya (Restless leg syndrome).
  • Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki (Burning feet syndrome).
  • Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan kejang – kejang.
  1. Sistem Kardiovaskuler
  • Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron.
  • Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
  • Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.
  • Edema akibat penimbunan cairan
  1. Sistem Endokrin
  • Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita gangguan menstruasi (amenore)
  • Gangguan toleransi glukosa.
  • Gangguan metabolisme lemak
  • Gangguan metabolisme Vitamin D.
  1. Gangguan sistem lain
  • Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik.
  • Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.
  • Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.

  1. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
  1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
  1. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
  1. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
  1. AnemiA
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
  1. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
  1. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.


  1. PATHWAYS


  1. PENATALAKSANAAN
    1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Prinsip terapi konservatif :
  1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
  • Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
  • Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi
  • Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
  • Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
  • Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
  • Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
  • Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
  1. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
  • Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
  • Kendalikan terapi ISK
  • Diet protein yang proporsional.
  • Kendalikan hiperfosfatemia.
  • Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
  • Terapi hiperfosfatemia.
  • Terapi keadaan asidosis metabolik.
  • Kendalikan keadaan hiperglikemia.
  1. Terapi alleviative gejala azotemia
  • Pembatasan konsumsi protein hewani.
  • Terapi keluhan gatal-gatal.
  • Terapi keluhan gastrointestinal.
  • Terapi keluhan neuromuskuler.
  • Terapi keluhan tulang dan sendi.
  • Terapi anemia.
  • Terapi setiap infeksi.

Menurut Toto Suharyanto dan Abdul Madjid, 2009: 189 Pengobatan gagal ginjal kronis dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu:
  1. Tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif
  1. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
  • Pembatasan protein, tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
Rasional: Untuk membatasi produk akhir metabolisme protein yang tidak dapat di ekskresi oleh ginjal. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin dalam darah, mencegah/mengurangi penimbunan garam/air dalam tubuh.
  • Diet rendah kalium. Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
  • Diet rendah natrium. Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
  • Pengaturan cairan. Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah, mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
    1. Terapi simtomatik
  1. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
  • Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
  • Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
  1. Anemia
  • Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
  • Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
  • Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
  • Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
  1. HCT < atau sama dengan 20 %
  2. Hb  < atau sama dengan 7 mg5
  3. Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan high output heart failure.
  1. Kelainan Kulit
Beberapa pilihan terapi :
  • Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
  • Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
  • Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
  • Pemberian obat (Diphenhidramine 25-50 P.O, Hidroxyzine 10 mg P.O   
  1. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya : 
  1. HD reguler.
  2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
  3. Operasi sub total paratiroidektomi.
  1. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
  1. Restriksi garam dapur.
  2. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
  3. Obat-obat antihipertensi.
    1. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
Dialisis yang meliputi :
  1. Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
  1. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).


  1. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
  1. Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
  2. Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
  3. Riwayat penyakit:
  • Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
  • Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
  • Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM)
  1. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
  2. Pemeriksaan Fisik :
  1. Pernafasan (B 1 : Breathing):
Gejala: Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda :Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum
  1. Cardiovascular (B 2 : Bleeding) :
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
  1. Persyarafan (B 3 : Brain) : Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma
  2. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala : Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria
  1. Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) : Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
  2. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) :
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
  1. Pola aktivitas sehari-hari
  • Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien
  • Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
  • Pola Eliminasi : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
  • Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
  • Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
  • Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
  • Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
  • Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
  • Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
  • Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
  • Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien


  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
  2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
  3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur reabsorsi dan sekresi elektrolit
  4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
  5. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)
  6. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
  7. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit


  1. RENCANA TINDAKAN
Diagnose
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
NOC:
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
  • Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
  • Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
  • Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC:
  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
  • Pasang mayo bila perlu
  • Lakukan fisioterapi dada jika perlu
  • Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
  • Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
  • Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
  • Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
  • Monitor respirasi dan status O2
  • Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
  • Pertahankan jalan nafas yang paten
  • Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
  • Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
  • Monitor  vital sign
  • Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
  • Ajarkan bagaimana batuk efektif
  • Monitor pola nafas

Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR

NOC :
  • Electrolit and acid base balance
  • Fluid balance
  • Hydration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….Kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria:
  • Terbebas dari edema, efusi, anaskara
  • Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
  • Terbebas dari distensi vena jugularis.
  • Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign DBN
  • Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung
NIC :
  • Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
  • Pasang urin kateter jika diperlukan
  • Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
  • Monitor vital sign
  • Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
  • Kaji lokasi dan luas edema
  • Monitor masukan makanan / cairan
  • Monitor status nutrisi
  • Berikan diuretik sesuai interuksi
  • Kolaborasi pemberian obat
  • Monitor berat badan
  • Monitor  elektrolit
  • Monitor tanda dan gejala dari odema

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur reabsorsi dan sekresi elektrolit

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x diharapkan cairan dan elektrolit klien seimbang dengan kriteria hasil :
Label NOC : Fluid Balance
  • Turgor kulit elastic ( skala 5 )
  • Intake dan output cairan seimbang ( skala 5 )
  • Membrane mucus lembab ( skala 5 )
Label NOC : Vital sign
  • Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR : 60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5
  • Kadar elektrolit dalam tubuh normal

Electrolyte Monitoring
  • Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
  • Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit
  • Monitor adanya mual,muntah dan diare
Fluid Management
  • Monitor status hidrasi ( membran mukus, tekanan ortostatik, keadekuatan denyut nadi )
  • Monitor keakuratan intake dan output cairan
  • Monitor vital signs
  • Monitor pemberian terapi IV
Vital Signs Monitoring
  • Monitor vital sign klien

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi

NOC:
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Wound Healing : primer dan sekunder
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
  • Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
  • Tidak ada luka/lesi pada kulit
  • Perfusi jaringan baik
  • Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
  • Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
  • Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka




NIC : Pressure Management
  • Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
  • Hindari kerutan pada tempat tidur
  • Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
  • Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
  • Monitor kulit akan adanya kemerahan
  • Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
  • Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
  • Monitor status nutrisi pasien
  • Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
  • Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
  • Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
  • Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
  • Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
  • Cegah kontaminasi feses dan urin
  • Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
  • Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)

NOC :
Level control,
comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama ….Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
  • Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
  • Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
  • Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
  • Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
  • Tanda vital dalam rentang normal
  • Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :
  • Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
  • Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  • Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
  • Kurangi faktor presipitasi nyeri
  • Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
  • Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……..
  • Tingkatkan istirahat
  • Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
  • Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit

NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
  • Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
  • Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
  • Jumlah leukosit dalam batas normal
  • Menunjukkan perilaku hidup sehat
  • Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :
  • Pertahankan teknik aseptif
  • Batasi pengunjung bila perlu
  • Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
  • Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
  • Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
  • Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
  • Tingkatkan intake nutrisi
  • Berikan terapi antibiotik:.................................
  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
  • Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
  • Monitor adanya luka
  • Dorong masukan cairan
  • Dorong istirahat
  • Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
  • Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …….. diharapkan Tidak terjadi perdarahan
Dengan Kriteria hasil:
- TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
- Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
- Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik (sianosis, pucat, keringat dingin)
a.   
  • Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
  • Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
  • Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
  • Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
    Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
  • Kolaborasi, monitor trombosit setiap har.
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.



  1. EVALUASI
    1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
  • Tidak ada sianosis
  • Adanya batuk yang efektif
  • Tidak ada sesak napas
  • Sputum dapat keluar
  • Tidak ada pursed lips
  • Jalan napas paten (tidak merasa tercekik, irama napas teratur, frekuensi napas 16-20 x/menit, tidak ada suara napas tambahan)
  • Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
    1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
  • Tidak ada edema, efusi, anasarka
  • Bunyi napas bersih
  • Tidak ada dipsnea
  • Tidak ada distensi vena jugularis
  • Tidak ada kelelahan dan bingung
  • Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR : 60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5
    1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur reabsorsi dan sekresi elektrolit
  • Turgor kulit elastic
  • Intake dan output cairan seimbang
  • Membrane mucus lembab
  • Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR : 60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5
  • Kadar elektrolit dalam tubuh normal
    1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
  • Perfusi jaringan baik
  • Tidaka da luka /lesi pada kulit
  • Turgor kulit elastic
  • Hidrasi cukup
  • Kelembaban kulit baik
    1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)
  • Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
  • Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
  • Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
  • Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
  • Tanda vital dalam rentang normal
  • Tidak mengalami gangguan tidur
    1. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
  • Tidak ada tanda-tanda infeksi
  • Jumlah leukosit dalam batas normal
  • Pasien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
  • Adanya perilaku hidup sehat
  • Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
    1. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit
  • TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
  • Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
  • Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik (sianosis, pucat, keringat dingin)


DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Suharyanto Toto dan Abdul Madjid.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta. TIM.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKU


No comments:

Post a Comment