*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Iklan Artikel 13092024

Monday, 26 October 2020

Tindakan Ligasi Varises Esofagus ( LVE )

oleh : Ns. Bayu Aji Sismanto / 26 Oktober 2020

Ligasi Varises esofagus adalah suatu tindakan untuk mengikat pembuluh darah vena yang melebar dengan menggunakan bahan karet sebagai pengikat dengan bantuan skope gastro. Skleroterapi endoskopi varises esophagus adalah suatu tindakan menyuntikan obat tertentu kedalam pembuluh darah vena yang melebar di varises esophagus dengan bantuan skope gastro.


Indikasi :

1. Varises Esophagus
2. Untuk menghilangkan varises esophagus samapai ke derajat 0
3. Pengobatan pertama pada varises esophagus derajat II.III.sebelum terjadinya perdarahan

Fase pengikatan dan penyuntikan ini ( LVE dan STE ) dari pertama ke tindakan selanjutnya adalah setelah periode 7 - 14 hari kemudian.

Gambar. Varises Esofagus


Pada awalnya dilakukan endoskopi / gastroskopi diagnostik untuk menentukan derajat varises dan lokasi varisesnya ( di jam 3.6.9.12 dst ) .Adapun grade dari varises itu adalah :

a.  Grade I  : Bila ditiup varises mengecil / tidak menonjol
b.  Grade II : Menutup sebagian Lumen
c.  Grade III: Hampir menutup lumen, varises berkelok kelok, menonjol serta berwarna kebiruan.
d.  Grade IV: Adanya tanda kemerahan di pembuluh darah yang melebar (Red Signs)


Kontra indikasi : 
1. Syok yang bukan disebabkan perdarahan 
2. Penyakit paru berat 
3. Penyakit Jantung 

Persiapan Tindakan 
Alat dan Bahan ;
a. Skope Gastro 
b. Mouthpiece
c. Kassa / tisuue
d. Xylocain Spray 10%
e. Jelly Ky 
f. Spuit 3 cc, 5 cc, dan 50 cc 
g. Canule injektor type 20 , 21,23 ,25 ( STE ) 
h. Cairan Aqua for injection sebagai pengencer obat ( STE ) 
i . Venodenol 3% ( STE ) 
j.  Ligator Set ( Cook atau Boston ) versi RSCM / FKUI juga ada 


Persiapan Obat obatan : 
a. Anti perdarahan 
b. Anti Alergi 
c. Cairan Infus
d. Obat sedasi ( Midazolam , Fentanyl , Propofol 1 % ) 




        Gambar. Ligator beserta karet ligasi


Komplikasi :
1. Trauma pada mulut akibat gesekan dan benturan skope / mouthpiece 
2. Disfagia sesaat efek dari penyemprotan Xylocain Spray 10%
3. Perdarahan
4. Perforasi ( jika pengikatan terlalu dibawah / distal dan kuat )
5. Gangguan hemodinamik dan depresi nafas jika menggunakan sedasi anestesi


Perawatan Pasca LVE / STE 
1. Puasa makan / minum 6 jam pasca tindakan 
2. Makan / minum secara bertahap mulai cair sampai makanan halus dan dingin sampai 1-2 hari pasca tindakan .
3. Istirahat 
4. Beberapa kasus tanpa rawat inap 



Saturday, 5 September 2020

Endoskopi Pencernaan (Gastrskopi, Kolonoskopi)

 Endoskopi, Ini yang Harus Anda Ketahui - Alodokter

52helathcenter

Endoskopi adalah sebuah prosedur pemeriksaan yang bertujuan untuk melihat kondisi organ tubuh tertentu secara visual, dengan menggunakan alat khusus yang disebut endoskop. Selain untuk pemeriksaan, endoskopi juga dapat digunakan sebagai prosedur pembedahan.

Selain untuk pengamatan organ tubuh secara visual, endoskopi juga dapat memfasilitasi dokter untuk melakukan pembedahan pada organ tubuh. Endoskopi juga dapat memfasilitasi pengangkatan jaringan tubuh untuk keperluan tindakan medis atau pengambilan sampel jaringan (biopsi).

Endoskop merupakan alat berbentuk seperti selang lentur yang dilengkapi dengan kamera pada bagian ujungnya, yang dapat disambungkan ke monitor untuk memproyeksikan gambar yang ditangkap. Endoskop dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui rongga tubuh, seperti mulut, hidung, anus, atau melalui irisan kulit (insisi) yang dibuat khusus untuk endoskopi.

Berdasarkan organ tubuh yang diamati, endoskopi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Artroskopi, untuk mengamati kondisi bagian dalam sendi.
  • Bronkoskopi, untuk mengamati kondisi bronkus atau saluran pernapasan yang menuju paru-paru.
  • Kolonoskopi, untuk mengamati kondisi usus besar.
  • Enteroskopi, untuk mengamati kondisi usus halus.
  • Gastroskopiuntuk mengamati kondisi kerongkongan (esofagus), lambung, dan usus 12 jari (duodenum).
  • Histeroskopi, untuk mengamati kondisi rahim (uterus).
  • Laparoskopi, untuk mengamati kondisi organ dalam rongga perut atau panggul.
  • Laringoskopi, untuk mengamati kondisi pita suara dan laring.
  • Mediastinoskopi, untuk mengamati kondisi organ tubuh dalam rongga
  • Sistoskopi, untuk mengamati kondisi uretra (saluran kencing) dan kandung kemih.
  • Ureteroskopi, untuk mengamati kondisi ureter, yaitu saluran urine dari ginjal menuju kandung kemih.

Persiapan Endoskopi

Persiapan endoskopi berbeda-beda, tergantung kepada jenis endoskopi yang akan dijalani. Beberapa prosedur endoskopi memerlukan pasien untuk berpuasa setidaknya 12 jam sebelum dilakukan. Selain itu, dokter juga dapat memberikan pencahar atau obat pencuci perut untuk mengosongkan saluran pencernaan dari feses dan sisa makanan. Jenis endoskopi yang memerlukan pelaksanaan puasa atau konsumsi pencahar biasanya adalah endoskopi saluran pencernaan, seperti kolonoskopi atau gastroskopi.

Pasien harus memberitahukan kondisi medis secara rinci kepada dokter sebelum menjalani endoskopi. Jika sedang mengonsumsi obat antikoagulan, seperti warfarin, dokter akan meminta pasien menghentikan konsumsi obat tersebut untuk mencegah perdarahan, terutama bila akan dilakukan biopsi jaringan. Jika diperlukan, dokter akan memberikan antibiotik untuk dikonsumsi sebelum dan sesudah endoskopi untuk mencegah infeksi.

Prosedur Endoskopi

Pasien akan diberikan obat bius (biasanya lokal), tergantung jenis endoscopy yang dilakukan, untuk membuat daerah tindakan mati rasa. Bila diberikan obat bius (anestesi) lokal, dapat diberikan dalam bentuk semprotan untuk membuat daerah yang akan dilakukan tindakan menjadi baal. Jika diperlukan, dokter akan memberikan obat penenang (sedatif) untuk membantu pasien rileks selama menjalani prosedur ini. Beberapa jenis endoskopi, seperti laparoskopi atau mediastinoskopi, memerlukan bius umum dalam tindakannya.

Setelah bagian tubuh yang akan diperiksa endoskopi mati rasa, endoskop dimasukkan ke dalam tubuh secara hati-hati. Endoskop dapat dimasukkan melalui lubang yang ada di tubuh, seperti tenggorokan, anus, atau uretra. Pada jenis endoskopi yang tidak dapat dilakukan melalui lubang tubuh, seperti laparoskopi atau artroskopi, dokter dapat membuat sayatan kecil dari kulit sebagai jalan masuk endoskop ke dalam tubuh.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan endoskopi bervariasi, tergantung organ yang diperiksa, serta ada tidaknya tindakan pengobatan yang dilakukan. Waktu yang dibutuhkan bisa sebentar yaitu sekitar 15 menit, atau lama sampai 3 jam. Setelah prosedur endoskopi selesai, pasien mungkin diperbolehkan pulang dan beraktivitas seperti biasa, atau mungkin juga dianjurkan untuk rawat inap, tergantung jenis endoskopi yang dilakukan. Bila diperbolehkan pulang, pasien tidak diijinkan untuk menyetir sendiri sampai efek obat bius menghilang.

Jika pasien menjalani endoskopi yang memerlukan sayatan, dokter akan menjahit sayatan tersebut dan menutupnya dengan perban steril untuk mencegah infeksi. Dokter juga akan memberikan arahan kepada pasien bagaimana menjaga lukanya tetap bersih dan steril.

Untuk saluran pencernaan, teknologi terbaru memungkinkan melihat saluran pencernaan tanpa perlu memasukkan selang endoskop. Hal ini dilakukan dengan menelan kapsul yang dipasang kamera untuk melihat kondisi saluran pencernaan. Gambar yang ditangkap oleh kamera akan otomatis dipindahkan ke komputer, secara nirkabel, sehingga dapat dilihat melalui monitor komputer. Kapsul tersebut akan terbuang secara alami saat pasien buang air besar. Risiko yang terjadipun lebih ringan dibanding endoskopi dengan selang, walaupun tidak tertutup kemungkinan kapsul dapat menyumbat di saluran pencernaan, bila ada penyempitan.

Setelah Endoskopi

Setelah endoskopi selesai dilakukan, dokter akan meminta pasien untuk beristirahat selama beberapa jam hingga efek sedatif dan anestesi menghilang. Pasien akan diperbolehkan untuk pulang, namun harus diantar oleh teman atau kerabat terdekat. Rasa tidak nyaman seperti sakit tenggorokan setelah gastroskopi atau bronkoskopi serta BAK berdarah selama 24 jam setelah sistoskopi atau uteroskopi dapat dirasakan oleh pasien.

Pasien dianjurkan untuk makan makanan yang lembut selama kerongkongannya masih nyeri. Bila darah pada urine masih muncul setelah 24 jam pasca sistoskopi atau ureteroskopi, hendaknya segera hubungi dokter terkait.

Bila saat endoskopi dilakukan tindakan biopsi, hasilnya akan keluar dalam beberapa hari, setelah dianalisis di laboratorium.



Pengkajian Nyeri Dengan Metode Mnemonic PQRST

health: percakapan bahasa inggris pengkajian skala nyeri

52healthcenter

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri merupakan keluhan yang sering diungkapkan pasien ketika masuk rumah sakit.

Instrument ini sudah lazim digunakan oleh hampir seluruh institusi pelayanan kesehatan, institusi pendidikan juga menggunakan instrument ini sebgai dasar kurikulum sesuai dengan disiplin ilmu yang diberlakukan, instrument ini juga sering digunakan sebagai alat ukur pengkajian nyeri pada pasien dewasa.

Untuk itu, dalam mengkaji nyeri pada pasien dipastikan menggunakan intrumen atau alat ukur yang tepat. Salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan dalam mengkaji nyeri adalah metode mnemonic PQRST.


The PQRSTU Assessment – The Complete Subjective Health Assessment


Mnemonic PQRST untuk pengkajian nyeri

SingkatanPertanyaan
P : provokes, palliative (penyebab)Apa yang menyebabkan rasa sakit/nyeri; apakah ada hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik; apa yang dilakukan jika sakit/nyeri timbul; apakah nyeri ini sampai mengganggu tidur.
Q : quality (kualitas)Bisakah anda menjelaskan rasa sakit/nyeri; apakah rasanya tajam, sakit, seperti diremas, menekan, membakar, nyeri berat, kolik, kaku atau seperti ditusuk (biarkan pasien menjelaskan kondisi ini dengan kata-katanya).
R : Radiates (penyebaran)Apakah rasa sakitnya menyebar atau berfokus pada satu titik.
S : severety (keparahan)Seperti apa sakitnya; nilai nyeri dalam skala 1-10 dengan 0 berarti tidak sakit dan 10 yang paling sakit. Cara lain adalah menggunakan skala FACES untuk pasien anak-anak lebih dari 3 tahun atau pasien dengan kesulitan bicara
T : time (waktu)Kapan sakit mulai muncul; apakah munculnya perlahan atau tiba-tiba; apakah nyeri muncul secara terus-menerus atau kadang-kadang; apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini sebelumnya. apabila "iya" apakah nyeri yang muncul merupakan nyeri yang sama atau berbeda.

Cara Registrasi NIRA Anggota Baru PPNI

8 Steps To Work In The U.S. As A Foreign-Educated Nurse

52healthcenter

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merupakan organisasi profesi perawat yang diakui oleh perundang-undang di Indonesia (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan).

Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPNI hasil Munas IX Palembang menjelaskan anggota PPNI terbagi menjadi Anggota biasa, khusus, dan kehormatan. Anggota biasa adalah perawat Indonesia yang telah memnuhi persyaratan yang ditentukan oleh PPNI, sedangkan anggota khusus adalah perawat WNA yang bekerja di Indonesia dan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan PPNI, serta anggota kehormatan adalah seseorang yang bukan perawat dan atau telah berjasa terhadap perkembangan keperawatan di Indonesia.

gambar dari http://ppni-inna.org/


Untuk itu sebagai seorang perawat tentunya kita harus terdaftar dalam keanggotaan PPNI. Berikut cara mendaftar menjadi anggota PPNI siapkan KTP dan Ijazah terakhir)

  1. membuka laman website http://ppni-inna.org/
  2. pilih menu registrasi
  3. pilih start registration
  4. masukan biodata anda
  5. Daftarkan (perlu perhatikan masukan alamat email yang benar/aktif)
  6. Periksa email yang anda masukan tadi
  7. lihat email dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia
  8. Selanjutnya tugas anda menghubungi Dewan Pengurus Komisariat (DPK) tempat bekerja anda atau menghubungi Dewan Pengurus Daerah (DPD) untuk melakukan verifikasi pendaftaran.
  9. Setelah diverifikasi oleh DPK/DPD/DPW maka akan masuk di email untuk melakukan pembayaran.
  10. NIRA anda akan dikirim via email.

Sunday, 19 July 2020

REKOMENDASI WHO UNTUK HINDARI TEMPAT BERIKUT

WHO MEREKOMENDASIKAN UNTUK MENGHINDARI 3 TEMPAT INI







Bekasi, Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperbarui pedoman Virus Corona dengan menambahkan imbauan waspada penularan Corona di ruangan tertutup dengan memastikan ventilasi ruangan dibuat dengan baik.

Selain tempat tertutup, WHO juga menyinggung potensi penularan Corona yang cukup rawan di beberapa tempat. Mana saja?

Tempat yang direkomendaasikan untuk dihindari adalah sebagai berikut :

  • Tempat ramai,
  • Tempat yang sempit
  • Ruang yang terbatas dan tertutup

"Risikonya akan lebih tinggi di tempat-tempat yang memiliki beberapa faktor risiko sekaligus. Bahkan saat pembatasan sudah dilonggarkan, pertimbangkan ke mana Anda pergi dan #TetapWaspada dengan menghindari tiga jenis tempat di atas," tulis akun @WHOIndonesia, seperti diliat detikcom Senin (20/8/2020).

Lalu apa yang harus Anda lakukan?

  • Hindari berada di tempat yang ramai dan batasi berada di ruangan yang terbatas dan tertutup.
  • Jaga jarak setidaknya satu meter dengan orang lain.
  • Jika memungkinkan, buka jendela dan pintu agar terjadi pertukaran udara.
  • Rajin menjaga kebersihan tangan dan tutup mulut saat batuk dan bersin.
  • Kenakan masker sesuai anjuran dan jika tidak memungkinkan untuk menjaga jarak fisik.


Sebelumnya, Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona COVID-19 Achmad Yurianto dalam siaran pers BNPB beberapa waktu lalu, mengatakan transmisi penularan virus Corona COVID-19 banyak terjadi di lingkungan kantor.


"Identifikasi berikutnya dari penambahan kasus ini, ternyata penambahan kasus banyak terjadi di lingkungan kerja, dengan kualitas udara yang tidak bagus," kata pria yang akrab disapa Yuri ini dalam siaran pers BNPB melalui kanal YouTube, Kamis (16/7/2020).

Yuri menjelaskan, ruang kerja tanpa sirkulasi udara lancar dan hanya mengandalkan sistem pendingin udara akan menyebabkan penularan Corona lebih mudah terjadi. Terlebih saat ini ada kekhawatiran penularan COVID-19 melalui mikrodroplet yang bertahan di udara khususnya di ruangan tertutup.

Thursday, 9 July 2020

RESUME JURNAL READING Spirituality Intervention and Outcomes: Corner stone of Holistic Nursing Practice

RESUME JURNAL READING

Spirituality Intervention and Outcomes: Corner stone of Holistic Nursing Practice.
by. Ns. Bayu Aji Sismanto - bayuajisismanto@gmail.com

I. NAMA PENELITI
Mardiyono, MNS, Praneed Songwathana, RN, PhD, and Wongchan Petpichetchian, RN, PhD.

II. TEMPAT PENELITIAN
Boston, Philadelphaia, Lovis, USA.

III. LATAR BELAKANG

Praktik keperawatan holistik mengakibatkan penyembuhan seluruh orang sebagai manusia yang memiliki keterkaitan pikiran tubuh aspek spiritual sosial budaya (Nurses holistik Amerika Association, 2009). Keperawatan holistik terdiri dari dua pandangan holisme (1) holisme dari hubungan timbal balik dari dimensi bio-psiko-sosial-budaya-spiritual pasien, dan (2) holisme dari seluruh kesatuan dalam proses timbal balik antara pasien dan lingkungan (Dossey, Keegan, & Guzzeta 2005). Keperawatan holistik selalu berkorelasi dengan agama atau sistem kepercayaan. Islam sebagai pandangan holistik memberikan ajaran spiritual, yang dapat diterapkan dalam praktek keperawatan. Intervensi spiritualitas terdiri dari ajaran Islam berdasarkan suci Al-Qur'an (Syed, 2003), hidup cara nabi Muhammad (Loukas, Saad,
Tubbs, & Shoja, 2010), dan dimodifikasi metode konvensional. Intervensi spiritualitas diterapkan di berbagai bidang keperawatan seperti medis, bedah, bersalin, anak, psikiatri, kritis, dan keperawatan komunitas. Manfaatnya telah ditunjukkan dalam beberapa aspek termasuk membantu pasien untuk mencapai tugas spiritual dan untuk mendapatkan respon relaksasi ketenangan dan kesadaran dan mengaktifkan jalur saraf untuk proses penyembuhan diri dengan mempromosikan pemeliharaan diri pada adaptasi psikologis, status fisiologis, hubungan peduli transpersonal, dan spiritualitas untuk keterhubungan dengan Allah (Hudak, Gallo, & Morton, 1998).

IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji efek dari intervensi spiritualitas Islam pada hasil kesehatan dalam keperawatan.

V. METODE PENELITIAN
Database mencari jurnal elektronik dan buku yang diterbitkan sejak 1994-2010.

VI. HASIL PENELITIAN

Intervensi spiritualitas dapat diterapkan dalam proses keperawatan berdasarkan klasifikasi intervensi keperawatan (NIC) (McCloskey, Bulechek, Craft-Rosenberg, Daly, Denehy, Glick et al., 1996). Tabel dibawah menunjukkan bahwa beberapa intervensi telah disediakan untuk diagnosa keperawatan, NIC, tetapi beberapa dari mereka harus dikembangkan untuk diagnosis keperawatan dan NIC.
Tabel diagnosa, klasifikasi intervensi keperawatan, dan intervensi spiritualitas dalam holistik.

VII. SARAN PENELITIAN

Banyak intervensi spiritualitas harus diteliti dan diterapkan dalam praktek keperawatan dengan mengembangkan pedoman keperawatan. Intervensi spiritualitas sangat penting untuk pasien muslim untuk mematuhi kewajiban agama, menyesuaikan diri dengan negara-negara menuntut kesehatan dan penyakit, dan membantu untuk pulih dari penyakit. Perawat harus memahami benar cara hidup pada pasien muslim, sehingga perawat dapat merawat pasien muslim sehubungan dengan sistem kepercayaan dan nilai-nilai agama.

VIII. KESIMPULAN

Meskipun literatur intervensi spiritualitas terbatas, beberapa bukti menunjukkan bahwa intervensi spiritual bisa digunakan sebagai energi integratif dalam praktek keperawatan untuk meningkatkan kesehatan dan meminimalkan beberapa gejala. Intervensi spiritualitas harus dilakukan atau dijadikan sebagai prioritas tinggi dalam holistik keperawatan dan intervensi pendukung. Intervensi spiritualitas pada penderita batu ginjal dapat dijadikan sebagai kegiatan rutin untuk praktek keperawatan.
Beberapa intervensi spiritualitas telah diterapkan dalam praktek keperawatan, seperti doa, zikir, adzan dan iqomat untuk bayi yang baru lahir, penggunaan madu, dan sunat. Intervensi spiritualitas termasuk zikir, SEFT, dan penggunaan madu telah diteliti.

IX. KORELASI ISI JURNAL DENGAN REALITAS KLINIS

Pada pasien batu ginjal setelah dilakukan intervensi dengan pendekatan spiritual seperti intervensi spiritual doa, dzikir dll didapatkan hasil bahwa gejala yang dirasakan pada pasien batu ginjal menjadi berkurang. Masalah nyeri adalah yang sering dirasakan pada pasien batu ginjal, masalah tersebut akan berangsur menurun. 

X. PERBANDIGAN ISI JURNAL DENGAN TEORI/HASIL PENELITIAN YANG SUDAH ADA

Pada penelitian yang dilakukan oleh astuti dkk (2015) tentang pengaruh intervensi Spiritual Emosional Freedom Technique (SEFT) terhadap ibu rumah tangga dengan HIV di kota Bandung didapatkan penurunan tingkat depresi dari depresi ringan sampai berat pada kelompok intervensi yang terlihat signifkan, sedang pada kelompok kontrol perubahan tidak signifikan. Setelah dilakukan intervensi SEFT terdapat perbedaan signifikan pada ibu rumah tangga dengan HIV. Penelitian yang dilakukan oleh Ilhamsyah dkk (2012) tentang hubungan pelaksanaan keperawatan spiritual terhadap kepuasan spiritual pasien di rumah sakit ibnu sina makasar bahwa terdapat hubungan pelaksanaan keperawatan spiritual dengan kepuasan spiritual pasien diruang rawat inap RS Ibnu Sina Makasar. Zulfatul dkk (2015) melakukan penelitian kesejahteraan spiritual keluarga pasien stroke dan kaitannya dengan depresi. Didapatkan hasil adanya hubungan antara tingkat kesejahteraan spiritual dengan depresi yang dialami oleh kelurga pasien stroke. Semakin tinggi kesejahteraan spiritual semakin rendah depresi keluarga pasien stroke.
Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa peran intervensi spiritual dalam praktik keperawatan diperlukan sebagai salah satu intervensi dalam menerapkan implementasi keperawatan dan menurunkan beberapa tanda gejala pada penyakit. Intervensi keperawatan spiritual pada pasien digunakan untuk meningkatkan peran pada aspek spiritual dalam proses penyembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, dkk. (2015). Pengaruh Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique terhadap Penurunan Tingkat Depresi Ibu Rumah Tangga dengan HIV di Kota Bandung.

jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/view/98. Diakses tanggal 25 September 2016. Dossey, B. M., Keegan, L., & Guzzeta, C. E. (2005). Holistic nursing. A handbook for practice (4th ed). Boston: Jones and Bartlett Publishers.

Hudak, C. M., Gallo, B. M., & Morton, P. G. (1998). Critical care nursing: A holistic approach (7th ed.). Philadelphia: Lippincott.

Ilhamsyah, dkk. (2012). Hubungan Pelaksanaan Keperawatan Spiritual terhadap Kepuasan Spiritual Pasien di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/81d819ce514daf70ca00dec2f52f2463.pdf. Diakses tanggal 25 September 2016.

Loukas, M., Saad, Y., Tubbs, R. S., & Shoja, M. M. (2010). The heart and cardiovascular system in the Qur'an and Hadeeth. [doi: DOI: 10.1016/j.ijcard.2009.05.011]. International Journal of Cardiology, 140(1), 19-23.

McCloskey, J. C., Bulechek, G. M., Craft-Rosenberg, M., Daly, J., Denehy, J., Glick, O., et al. (1996). Nursing intervention classification (NIC) (Vol. 2nd). St. Louis: Mosby.

Syed, I. B. (2003). Spiritual medicine in the history of Islamic medicine. Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine, 2, 45-49.

Zulfatul, dkk. (2015). Kesejahteraan Spiritual Keluarga Pasien Stroke dan Kaitannya dengan Depresi. ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/view/168. Diakses tanggal 25 September 2016.

Wednesday, 15 April 2020

EMPON EMPON PEREDA SAKIT PERUT DAN SENDI



Jahe Merah, Minuman Sehat Beromset Cerah

EMPON EMPON PEREDA SAKIT PERUT DAN SENDI

Manfaat jahe merah untuk kesehatan dipengaruhi oleh kandungan berbagai macam nutrisi. Berbeda dengan jahe putih yang sering digunakan untuk memasak, jahe merah merupakan salah satu jenis jahe dengan kandungan nutrisi yang sangat kuat dibandingkan dengan jenis jahe lainnya.

Banyak orang memanfaatkan jahe sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kandungan pada jahe yang sangat banyak, seperti gingerol, flavonoid, agen antibakteri, agen antiperadangan, dan lainnya tentunya dapat memberi dampak positif pada kesehatan.

Tidak seperti jenis jahe pada umumnya, jenis jahe ini memiliki rasa lebih pedas, ukuranya kecil, dan memiliki warna merah karena kandungan antosianin pada kulitnya. Selain itu, jahe merah hanya dipanen setelah berumur agak tua dan cocok dijadikan untuk ramuan obat-obatan.

Manfaat lain untuk kesehatan dapat bisa dijadikan untuk meredakan berbagai penyakit. Sebagai obat-obatan yang ampuh meredakan berbagai penyakit ringan hingga berat, kamu bisa mengonsumsinya secara teratur dengan berkonsultasi pada dokter terlebih dahulu.

Mengatasi untuk sakit sendi

Manfaat jahe merah untuk kesehatan yang pertama adalah dapat meredakan nyeri otot dan nyeri sendi. Jadi jahe merah tidak hanya bermanfaat sebagai minuman penghangat di kala cuaca dingin saja.
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh American College of Rheumatology membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat membantu mengurangi gejala nyeri otot. Bahkan jahe lebih efekti mengurangi peradangan dalam tubuh dibandingkan dengan obat anti inflamasi non steroid.

10 Manfaat Jahe Bagi Kesehatan yang Perlu Anda Ketahui – Kendari Pos
Jadi bagi orang-orang yang mengalami penyakit nyeri rematik, manfaat jahe merah akan sangat baik untuk meredakan gejalanya. Namun perlu juga dikombinasikan dengan berbagai bahan lainnya seperti temu lawak, kumis kucing, cabe jawa, dan daun komfrey, yang direbus secara bersamaan.

Minum jahe merah secara rutin akan meredakan rematik yang diderita. Beberapa komponen aktif dalam jahe yang dapat menurunkan leukotrien dan portaglandin yang memicu peradangan di antaranya gingerol, gingerdione, dan zingeron. Selain itu, jahe merah juga mengandung oleoresin yang lebih tinggi dari jahe lainnya, di mana oleoresin juga dapat bekerja sebagai antiperadangan.



Mengatasi untuk pencernaan


Manfaat jahe merah untuk kesehatan selanjutnya adalah mengatasi berbagai masalah pencernaan. Hal ini sebenarnya sudah diterapkan zaman dahulu. Jahe merah maupun jahe putih sudah menjadi obat herbal alami yang digunakan untuk memperlancar sekaligus mengatas berbagai masalah pencernaan.

Manfaat jahe merah untuk kesehatan ini didukung oleh ekstrak minyak jahe merah dapat melindungi sistem pencernaan kamu dari bakteri. Dengan begitu, sistem pencernaan dapat bekerja dengan baik dan masalah pencernaan seperti sakit perut tidak akan muncul lagi.
Agen antibakteri yang ada dalam jahe seperti Escherichia coli, Salmonella enteriditis, dan Staphylococcus aureus dapat melawan bakteri jahat. Bahkan manfaat jahe merah juga bisa digunakan untuk mengatasi flu dan batuk.


Sasaran Keselamatan Pasien adalah Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan


Kode

Standard

Objektif
SKP.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan (akurasi) identifikasi pasien Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami situasi lainnya. Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien. Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medik, atau bentuk lainnya (misalnya, nomor induk kependudukan atau barcode). Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan, rawat inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya. Dua (2) bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien. Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum memberikan radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap pasien koma


SKP.2 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar-PPA. Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada 1. pemeriksaaan laboratorium; 2. pemeriksaan radiologi; 3. pemeriksaan kedokteran nuklir; 4. prosedur ultrasonografi; 5. magnetic resonance imaging; 6. diagnostik jantung; 7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms. Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari; 2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan; 3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat. Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5) Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift; b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dan c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik. Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.


SKP.2.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis. Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada 1. pemeriksaaan laboratorium; 2. pemeriksaan radiologi; 3. pemeriksaan kedokteran nuklir; 4. prosedur ultrasonografi; 5. magnetic resonance imaging; 6. diagnostik jantung; 7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms. Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari; 2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan; 3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat. Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5) Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift; b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dan c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik. Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.


SKP.2.2 Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses komunikasi Serah Terima (hand over). Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada 1. pemeriksaaan laboratorium; 2. pemeriksaan radiologi; 3. pemeriksaan kedokteran nuklir; 4. prosedur ultrasonografi; 5. magnetic resonance imaging; 6. diagnostik jantung; 7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms. Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari; 2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan; 3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat. Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5) Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift; b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dan c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik. Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.


SKP.3 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai. Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien. Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas � obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik; � obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak atau kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); � elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol atau ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab hal ini adalah 1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai; 2) ada produk baru; 3) kemasan dan label sama; 4) indikasi klinis sama; 5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama; 6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah. Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel. Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol atau ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4). Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian nyaris cedera (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert. Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di instalasi farmasi atau unit atau depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.


SKP.3.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola penggunaan elektrolit konsentrat. Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien. Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas � obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik; � obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak atau kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); � elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol atau ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab hal ini adalah 1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai; 2) ada produk baru; 3) kemasan dan label sama; 4) indikasi klinis sama; 5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama; 6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah. Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel. Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol atau ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4). Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian nyaris cedera (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert. Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di instalasi farmasi atau unit atau depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.


SKP.4 Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sebelum menjalani tindakan dan atau prosedur. Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat 1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim; 2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi; 3) asesmen pasien tidak lengkap; 4) catatan rekam medik tidak lengkap; 5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim; 6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak lengkap; 7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang. Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat laparaskopi atau endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik dan terapeutik. Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan. Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut: 1. beri tanda di tempat operasi; 2. dilakukan verifikasi praoperasi; 3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai. Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang. Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah 1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien; 2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji; 3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan. Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi. Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung. Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan atau atau prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan termasuk definisi operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati penyakit serta kelainan atau disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit bila prosedur ini dijalankan. Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety terkini.


SKP.4.1 Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar operasi atau ruang tindakan sebelum operasi dimulai. Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat 1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim; 2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi; 3) asesmen pasien tidak lengkap; 4) catatan rekam medik tidak lengkap; 5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim; 6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak lengkap; 7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang. Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat laparaskopi atau endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik dan terapeutik. Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan. Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut: 1. beri tanda di tempat operasi; 2. dilakukan verifikasi praoperasi; 3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai. Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang. Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah 1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien; 2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji; 3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan. Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi. Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung. Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan atau atau prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan termasuk definisi operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati penyakit serta kelainan atau disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit bila prosedur ini dijalankan. Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety terkini.



SKP.5 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan evidence-based hand hygiene guidelines untuk menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi pembuluh atau aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator. Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman. (lihat juga PPI 9)



SKP.6 Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh. Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh. Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain: 1. kondisi pasien; 2. gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif); 3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; 4. riwayat jatuh pasien; 5. konsumsi obat tertentu; 6. konsumsi alkohol. Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan atau atau anestesi, perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh. Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi. Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan peralatan lain untuk latihan. Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan. Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh. Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan regulasi yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidak- kesengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan. 

Iklan Bawah Postingan