*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Iklan Artikel 13092024

Saturday, 17 December 2016

PERILAKU KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN PERAWATAN INFUS oleh Bayu Aji Sismanto




PERILAKU KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP 
PELAKSANAAN PERAWATAN INFUS


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Perilaku Kepatuhan
1.         Pengertian  Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur dan disiplin (Ali M, 2003). Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat kepada perintah, menurut perintah, aturan dan sebagainya (Ana R. Dan Suharso, 2005). Patuh adalah sikap positif individu yang ditunjukkan dengan adanya perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidakpatuhan merupakan suatu kondisi pada individu atau kelompok yang sebenarnya mau melakukannya, tetapi dapat dicegah untuk melakukannya oleh faktor-faktor yang menghalangi ketaatan terhadap anjuran (Nurbaiti, 2004, paragraf 1, http://lukmanrohimin.blogspot.com, diakses tanggal 18). kepatuhan perawat adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (Slamet B, 2007, paragraf 1, http://dr-suparyanto.blogspot.com, diakses tanggal 6).
2.         Pengertian perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007), ataupun merupakan respon dan reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkunganya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yaitu rangsangan (syafrudin, 2009).
3.         Faktor faktor perilaku
Menurut lawrence Grence prilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, (Notoadmodjo, 2007)  yaitu :
a.         Faktor predisposisi (Predisposing faktor)
Faktor ini mencangkup pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Artinya faktor-faktor yang mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antaralain: pengetahuan, pendidikan, sikap. Penjabaran dari faktor predisposisi antaralain;
1)        Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Syafrudin, 2009). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antaralain (Notoatmodjo, 2007) :

a)         Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain; menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b)        Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c)         Aplikasi (applycation)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d)        Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen– komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi,dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e)         Sintesis (syntesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f)         Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma – norma yang berlaku di masyarakat.
2)        Pendidikan
Pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah didapatkan oleh seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan lebih mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan perubahan yang baru tersebut (Notoatmodjo, 2007). Semakin tinggi pendidikan seorang perawat maka seorang perawat cenderung berperilaku kepatuhan baik.
3)      Sikap
Menurut Newcomb, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo, 2007 sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
a)         Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya perawat mau dan memperhatikan prosedur perawatan infus.
b)        Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Misalnya seorang perawat dalam melakukan perawatan infus sesuai dengan prosedur dan merespon bila ada keluhan dari pasien.
c)         Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Misalnya seorang kepala ruang mengajak anak buahnya yang belum mematuhi prosedur perawatan infus untuk mematuhi prosedur dan mendiskusikan dampaknya apabila tidak mematuhi prosedur perawatan infus.
d)        Bertangung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya perawat bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya yang berkaitan dengan perawatan infus.     
b.      Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor ini mencangkup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat (Notoadmodjo, 2007). Penjabaran dari faktor pemungkin antara lain:
1)      Fasilitas
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dapat membantu memudahkan pekerja, tugas dan sebagimya. Sehingga dapat membantu meudahkan pekerja, tugas dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fasilitas disini adalah segala sesuatu yang dapat membantu memudahkan perawat dalam melakukan perawatan infus. Misalnya: untuk mempermudah tindakan perawat dalam pencegahan penularan penyakit atau infeksi, maka disediakan sarung tangan yang cukup banyak  di ruang yang merawat pasien dengan penyakit infeksius atau menular, larutan desinfektan untuk setiap kali melakukan mencuci tangan,dan lain sebagainya.
2)      Prosedur tetap
Prosedur tetap merupakan suatu prosedur atau tahap-tahap kegiatan dalam suatu kegiatan yang telah ditetapkan oleh suatu institusi atau organisasi (Suharso dan Ana Retno Ningsih, 2005). Protap yang dimaksud disini adalah protap perawatan infus.
c.       Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan (Notoadmodjo, 2007). Penjabaran dari faktor penguat antara lain:
1)   Perilaku petugas kesehatan
Perilaku petugas kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku yang dimaksud disini adalah perilaku petugas kesehatan yaitu perawat dalam melakukan pelaksanaan perawatan infus.
2)      Pengaruh teman
Misalnya; perawat mengetahui manfaat dari tindakan mencuci tangan untuk dirinya agar terhindar dari bahaya penularan infeksi, tetapi perawat tersebut tidak melakukanya, karena kebiasaan, meniru teman, atau karena ketidaktahuan.
4.         Tingkat kepatuhan
Tingkat kepatuhan (compliance rate) adalah kepatuhan petugas dalam pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan (Depkes, 1998).
Menurut Niven tahun 2002, pengukuran kepatuhan dikategorikan menjadi 2 yaitu :
a.       Patuh
Bila perilaku sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan
b.      Tidak patuh
Bila perilaku menunjukkan ketidaktaatan terhadap instruksi yang diberikan.

B.       Protap Perawatan Infus
1.         Definisi
Prosedur tetap merupakan suatu prosedur atau tahap-tahap kegiatan dalam suatu kegiatan yang telah ditetapkan oleh suatu institusi atau organisasi (Suharso dan Ana Retno Ningsih , 2005).
2.         Standar Operasional Prosedur Perawatan infus di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal
a.    Tujuan : mencegah terjadinya infeksi
b.    Kebijakan
1)      Pasien yang terpasang infus
2)      Dilakukan oleh perawat
c.    Prosedur pelaksanaanya
1)      Standar alat
a)          Pinset anatomi steril : 2 buah
b)         Kasa steril
c)          Sarung tangan steril
d)         Gunting plester
e)          Plester atau hepavix
f)          Lidi kapas
g)         Alkohol 70% atau wash bensin dalam tempatnya
h)         Iodin povidon solution 10% sejenis
i) Penunjuk waktu
j) NaCl 0,9%
k)         Bengkok 2 buah,satu berisi cairan desinfektan
2)      Standar waktu
a)    Persiapan alat : 5 menit
b)   Persiapan pasien : 5 menit
c)    Langkah prosedur : 10 menit
3)      Tahap pra interaksi
a)    Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
b)   Mencuci tangan
c)    Menyiapkan obat dengan benar
d)   Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
4)        Tahap orientasi
a)    Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik
b)   Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga atau klien
c)    Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
5)      Tahap kerja
a)    Mengatur posisi paasien
b)   Memakai sarung tangan
c)    Membasahi plester dengan alkohol dan buka balutan dengan menggunakan pinset
d)   Membersihkan bekas plester
e)    Membersihkan daerah tusukan dan sekitarnya dengan NaCl
f)    Mengolesi tempat tusukan dengan iodin cair atau zalf
g)   Menutup dengan kasa steril dengan rapi
h)   Memasang plester penutup
i)     Mengatur tetesan infus sesuai program
6)      Tahap terminasi
a)    Melakukan evaluasi tindakan
b)   Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c)    Berpamitan dengan klien
d)   Membereskan alat-alat
e)    Mencuci tangan
f)    Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

C.      Perawatan Infus
1.         Definisi
Perawatan infus adalah perawatan pada tempat pemasangan infus. Jadi protap perawatan infus adalah suatu prosedur atau tahapan-tahapan kegiatan dalam perawatan pada tempat pemasangan infus yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
2.      Perawatan infus
Menurut Linda T (2004) perawatan infus adalah sebagai berikut :
a.       Memantau pasien setiap 1 jam, nilai responya terhadap terapi cairan dan memeriksa;
1)      Infus terbuka atau lepas (apabila jarum lurus atau butterfly masih terpasang, memeriksa adanya infiltrasi),
2)      Memeriksa jumlah cairan yang diberikan sesuai terapi, dan
3)      Mempertahankan kecepatan tetesan (beberapa tetes permenit).
b.      Memeriksa setiap 8 jam apakah ada tanda-tanda phlebitis atau infeksi.
c.       Memindahkan pemasangan infus setiap 72-96 jam, untuk mengurangi phlebitis atau infeksi lokal.
d.      Set infus harus di ganti (termasuk piggypacks) setiap 72 jam atau jika ada kerusakan.
e.       Jika pipa tidak terhubung, harus di bersihkan penghubung jarum atau plastik kateter dengan alkohol 60-90% dan menghubungkan dengan infus set baru.                                    
3.      Perawatan tempat pemasangan Intra vena
Menurut Panitia pengendalian infeksi nosokomial (2004) perawatan tempat pemasangan intra vena adalah sebagai berikut :
a.       Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya komplikasi tanpa membuka kasa penutup yaitu dengan cara meraba daerah vena tersebut.
b.      Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, barulah kasa penutup dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi.
c.       Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 48-72 jam kasa penutup harus diganti dengan yang baru dan steril.
d.      Bila ada waktu pemasangan kanula tempat pemasangan diberi antiseptik maka setiap penggantian kasa penutup, tempat pemasangan diberi antiseptik kembali.
4.      Tindakan perawatan untuk mencegah infeksi pada pemasangan jalur intravena
a.    Mencuci tangan dengan teliti sebelum kontak dengan bagian apapun dari sistem infus atau dengan pasien
b.    Mengevaluasi penampung intra vena akan adanya keretakan, kebocoran, atau kekeruhan yang mungkin menandakan suatu larutan yang terkontaminasi
c.     Menggunakan teknik aseptik yang kuat
d.   Menempatkan kanula intra vena dengan kuat untuk mencegah pergerakan keluar masuk
e.    Memeriksa tempat penusukan intra vena setiap hari dan mengganti balutan steril
f.     Melepaskan kateter intra vena pada adanya tanda pertama peradangan lokaal, kontaminasi atau komplikasi
g.    Mengganti kanula intra vena yang dipasang saat keadaan gawat sesegera mungkin
h.    Mengganti kantong setiap 24 jam dan seluruh set pemberian sedikitnya setiap 48 jam sampai 72 jam dan setiap 24 jam jika produk darah yang diinfuskan (Bruner dan Suddart, 2002).




DAFTAR PUSTAKA
   Ali M. (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Pustaka Utama: Jakarta.
Ana Retno Ningsih dan Suharso (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang : CV. Widya Karya

Arikunto S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI, Jakarta : Rineka Cipta.
Brunner and suddarth (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 1. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Depkes. (1998). Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Jakarta.

Depkes RI Dirjen Bina Yanmed (2008). Statistik Rumah Sakit diindonesia Seri 3 : Morbiditas/Mortalitas Edisi 2008, Jakarta

Hidayat, Alimul Aziz. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

La Rocca. (1998). Terapi Intra Vena. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Linda T. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Majid, A. (2008). Desain Penelitian. http://majidbsz.wordpress.com/2008/05/30 /desain-penelitian/. diakses tanggal 1 mei 2011

Mardalis. (2004). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara

 Nevin Neil (2002). Psikologi Kesehatan, Edisi Kedua, Jakarta: EGC

Notoatmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka  Cipta

Notoatmodjo S. (2007). Promosi Kesehatan Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial (2004). Pengendalian Infeksi Nosokomial. Semarang : FK.UNDIP.
Saryono dan Mekar Dewi Anggraeni (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Schaffer, S.D., Garzon, Heroux, & Korniewicz. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Alih bahasa : Setiawan. Jakarta : EGC.

Slamet B, (2007). http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/02/konsep-kepatuhan-2.html, diakses tanggal 6 juni 2011
Syafrudin (2009). Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kebidanan. Trans Info Media: Jakarta

Udiyono, Ari. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Semarang: UNDIP.


No comments:

Post a Comment

Iklan Bawah Postingan