PERILAKU KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP
PELAKSANAAN PERAWATAN INFUS
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kepatuhan
1.
Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan
adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah,
prosedur dan disiplin (Ali M, 2003). Kepatuhan berasal dari
kata patuh yang berarti taat kepada perintah, menurut perintah, aturan dan
sebagainya (Ana R. Dan Suharso, 2005). Patuh adalah
sikap positif individu yang ditunjukkan dengan adanya perubahan secara berarti
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidakpatuhan merupakan suatu kondisi
pada individu atau kelompok yang sebenarnya mau melakukannya, tetapi dapat
dicegah untuk melakukannya oleh faktor-faktor yang menghalangi ketaatan
terhadap anjuran (Nurbaiti, 2004, paragraf 1,
http://lukmanrohimin.blogspot.com, diakses tanggal 18). kepatuhan perawat adalah perilaku sesuai aturan dan
berdisiplin (Slamet B, 2007, paragraf 1, http://dr-suparyanto.blogspot.com, diakses tanggal 6).
2.
Pengertian perilaku
Perilaku
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007), ataupun merupakan respon dan reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku adalah suatu aksi reaksi
organisme terhadap lingkunganya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi
apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yaitu rangsangan
(syafrudin, 2009).
3.
Faktor faktor perilaku
Menurut lawrence Grence prilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama,
(Notoadmodjo, 2007) yaitu :
a.
Faktor predisposisi (Predisposing faktor)
Faktor ini mencangkup pengetahuan, sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Artinya faktor-faktor yang
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antaralain: pengetahuan,
pendidikan, sikap. Penjabaran dari faktor predisposisi antaralain;
1)
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior) (Syafrudin, 2009). Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antaralain (Notoatmodjo,
2007) :
a)
Tahu (know)
Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain; menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b)
Memahami (comprehension)
Memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
c)
Aplikasi (applycation)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d)
Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen– komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi,dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e)
Sintesis (syntesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f)
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma – norma yang
berlaku di masyarakat.
2)
Pendidikan
Pendidikan adalah
pendidikan formal yang pernah didapatkan oleh seseorang. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka ia akan lebih mudah menerima hal-hal baru dan mudah
menyesuaikan dengan perubahan yang baru tersebut (Notoatmodjo,
2007). Semakin tinggi pendidikan seorang perawat maka
seorang perawat cenderung berperilaku kepatuhan baik.
3)
Sikap
Menurut Newcomb, menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka
atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo, 2007 sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu :
a)
Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya perawat mau dan memperhatikan prosedur
perawatan infus.
b)
Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Misalnya seorang perawat dalam melakukan
perawatan infus sesuai dengan prosedur dan merespon bila ada keluhan dari
pasien.
c)
Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Misalnya seorang kepala ruang mengajak anak
buahnya yang belum mematuhi prosedur perawatan infus untuk mematuhi prosedur
dan mendiskusikan dampaknya apabila tidak mematuhi prosedur perawatan infus.
d)
Bertangung
jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang
paling tinggi. Misalnya perawat bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukannya yang berkaitan dengan perawatan infus.
b.
Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor ini mencangkup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat
(Notoadmodjo, 2007). Penjabaran dari faktor pemungkin
antara lain:
1)
Fasilitas
Berdasarkan kamus besar
bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dapat membantu memudahkan pekerja, tugas
dan sebagimya. Sehingga dapat membantu meudahkan pekerja, tugas dan sebagainya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa fasilitas disini adalah segala sesuatu yang
dapat membantu memudahkan perawat dalam melakukan perawatan infus.
Misalnya: untuk mempermudah tindakan perawat dalam pencegahan penularan
penyakit atau infeksi, maka disediakan sarung tangan yang cukup banyak di ruang yang merawat pasien dengan penyakit
infeksius atau menular, larutan desinfektan untuk setiap kali melakukan mencuci
tangan,dan lain sebagainya.
2)
Prosedur tetap
Prosedur tetap merupakan suatu prosedur atau
tahap-tahap kegiatan dalam suatu kegiatan yang telah ditetapkan oleh suatu
institusi atau organisasi (Suharso dan Ana Retno Ningsih, 2005). Protap yang
dimaksud disini adalah protap perawatan infus.
c.
Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari
pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan
(Notoadmodjo, 2007). Penjabaran dari faktor penguat antara
lain:
1) Perilaku
petugas kesehatan
Perilaku petugas kesehatan adalah
suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,
serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku yang dimaksud disini adalah
perilaku petugas kesehatan yaitu perawat dalam melakukan pelaksanaan perawatan
infus.
2) Pengaruh
teman
Misalnya; perawat mengetahui manfaat dari tindakan
mencuci tangan untuk dirinya agar
terhindar dari bahaya penularan infeksi, tetapi perawat tersebut tidak
melakukanya, karena kebiasaan, meniru teman, atau karena ketidaktahuan.
4.
Tingkat kepatuhan
Tingkat kepatuhan (compliance rate) adalah kepatuhan petugas dalam pelayanan yang
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan (Depkes, 1998).
Menurut Niven tahun 2002, pengukuran kepatuhan
dikategorikan menjadi 2 yaitu :
a.
Patuh
Bila
perilaku sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan
b.
Tidak patuh
Bila
perilaku menunjukkan ketidaktaatan terhadap instruksi yang diberikan.
B. Protap Perawatan Infus
1.
Definisi
Prosedur tetap merupakan suatu
prosedur atau tahap-tahap kegiatan dalam suatu kegiatan yang telah ditetapkan
oleh suatu institusi atau organisasi (Suharso dan Ana Retno Ningsih , 2005).
2.
Standar Operasional Prosedur Perawatan
infus di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal
a.
Tujuan : mencegah terjadinya infeksi
b.
Kebijakan
1)
Pasien yang terpasang infus
2)
Dilakukan oleh perawat
c.
Prosedur pelaksanaanya
1)
Standar alat
a)
Pinset anatomi steril : 2 buah
b)
Kasa steril
c)
Sarung tangan steril
d)
Gunting plester
e)
Plester atau hepavix
f)
Lidi kapas
g)
Alkohol 70% atau wash bensin dalam
tempatnya
h)
Iodin povidon solution 10% sejenis
i)
Penunjuk waktu
j)
NaCl 0,9%
k)
Bengkok 2 buah,satu berisi cairan
desinfektan
2)
Standar waktu
a)
Persiapan alat : 5 menit
b)
Persiapan pasien : 5 menit
c)
Langkah prosedur : 10 menit
3)
Tahap pra interaksi
a)
Melakukan verifikasi data sebelumnya
bila ada
b)
Mencuci tangan
c)
Menyiapkan obat dengan benar
d)
Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar
4)
Tahap orientasi
a)
Memberikan salam sebagai pendekatan
teraupetik
b)
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga atau klien
c)
Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan.
5)
Tahap kerja
a)
Mengatur posisi paasien
b)
Memakai sarung tangan
c)
Membasahi plester dengan alkohol dan
buka balutan dengan menggunakan pinset
d)
Membersihkan bekas plester
e)
Membersihkan daerah tusukan dan
sekitarnya dengan NaCl
f)
Mengolesi tempat tusukan dengan iodin
cair atau zalf
g)
Menutup dengan kasa steril dengan rapi
h)
Memasang plester penutup
i)
Mengatur tetesan infus sesuai program
6)
Tahap terminasi
a)
Melakukan evaluasi tindakan
b)
Melakukan kontrak untuk kegiatan
selanjutnya
c)
Berpamitan dengan klien
d)
Membereskan alat-alat
e)
Mencuci tangan
f)
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan.
C. Perawatan Infus
1.
Definisi
Perawatan infus adalah perawatan
pada tempat pemasangan infus. Jadi protap perawatan infus adalah suatu prosedur
atau tahapan-tahapan kegiatan dalam perawatan pada tempat pemasangan infus yang
telah ditetapkan oleh rumah sakit.
2.
Perawatan infus
Menurut Linda T
(2004) perawatan infus adalah sebagai berikut :
a. Memantau
pasien setiap 1 jam, nilai responya terhadap terapi cairan dan memeriksa;
1) Infus
terbuka atau lepas (apabila jarum lurus atau butterfly masih terpasang,
memeriksa adanya infiltrasi),
2) Memeriksa
jumlah cairan yang diberikan sesuai terapi, dan
3) Mempertahankan
kecepatan tetesan (beberapa tetes permenit).
b. Memeriksa
setiap 8 jam apakah ada tanda-tanda phlebitis atau infeksi.
c. Memindahkan
pemasangan infus setiap 72-96 jam, untuk mengurangi phlebitis atau infeksi
lokal.
d. Set
infus harus di ganti (termasuk piggypacks) setiap 72 jam atau jika ada
kerusakan.
e. Jika
pipa tidak terhubung, harus di bersihkan penghubung jarum atau plastik kateter
dengan alkohol 60-90% dan menghubungkan dengan infus set baru.
3.
Perawatan tempat pemasangan Intra vena
Menurut Panitia
pengendalian infeksi nosokomial (2004) perawatan tempat pemasangan intra vena
adalah sebagai berikut :
a.
Tempat tusukan diperiksa setiap hari
untuk melihat kemungkinan timbulnya komplikasi tanpa membuka kasa penutup yaitu
dengan cara meraba daerah vena tersebut.
b.
Bila ada demam yang tidak bisa
dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, barulah kasa penutup dibuka
untuk melihat kemungkinan komplikasi.
c.
Bila kanula harus dipertahankan untuk
waktu lama, maka setiap 48-72 jam kasa penutup harus diganti dengan yang baru
dan steril.
d.
Bila ada waktu pemasangan kanula tempat
pemasangan diberi antiseptik maka setiap penggantian kasa penutup, tempat
pemasangan diberi antiseptik kembali.
4.
Tindakan perawatan untuk mencegah
infeksi pada pemasangan jalur intravena
a.
Mencuci tangan dengan teliti sebelum
kontak dengan bagian apapun dari sistem infus atau dengan pasien
b.
Mengevaluasi penampung intra vena akan
adanya keretakan, kebocoran, atau kekeruhan yang mungkin menandakan suatu
larutan yang terkontaminasi
c.
Menggunakan teknik aseptik yang kuat
d.
Menempatkan kanula intra vena dengan
kuat untuk mencegah pergerakan keluar masuk
e.
Memeriksa tempat penusukan intra vena
setiap hari dan mengganti balutan steril
f.
Melepaskan kateter intra vena pada
adanya tanda pertama peradangan lokaal, kontaminasi atau komplikasi
g.
Mengganti kanula intra vena yang
dipasang saat keadaan gawat sesegera mungkin
h.
Mengganti kantong setiap 24 jam dan
seluruh set pemberian sedikitnya setiap 48 jam sampai 72 jam dan setiap 24 jam
jika produk darah yang diinfuskan (Bruner dan Suddart, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Ali M. (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Pustaka Utama: Jakarta.
Ana Retno Ningsih dan Suharso (2005). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Semarang : CV. Widya Karya
Arikunto
S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI, Jakarta : Rineka Cipta.
Brunner
and suddarth (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 1.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Depkes.
(1998). Petunjuk Pelaksanaan Indikator
Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Jakarta.
Depkes RI Dirjen Bina Yanmed
(2008). Statistik Rumah Sakit diindonesia Seri 3 : Morbiditas/Mortalitas Edisi
2008, Jakarta
Hidayat,
Alimul Aziz. (2009). Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknis Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
La
Rocca. (1998). Terapi Intra Vena. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Linda
T. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Majid,
A. (2008). Desain Penelitian. http://majidbsz.wordpress.com/2008/05/30
/desain-penelitian/. diakses tanggal 1 mei 2011
Mardalis.
(2004). Metode Penelitian Suatu
Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara
Nevin Neil (2002). Psikologi Kesehatan, Edisi Kedua, Jakarta: EGC
Notoatmodjo S. (2003). Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo S.
(2007). Promosi Kesehatan Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nurbaiti (2004). http://lukmanrohimin.blogspot.com/2008/10/kepatuhan-perawat-dalam-menerapkan.html di akses tanggal 20
maret 2011
Nursalam.
(2003). Konsep & Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Panitia
Pengendalian Infeksi Nosokomial (2004). Pengendalian Infeksi Nosokomial.
Semarang : FK.UNDIP.
Saryono
dan Mekar Dewi Anggraeni (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Schaffer, S.D.,
Garzon, Heroux, & Korniewicz. (2000). Pencegahan
Infeksi dan Praktik yang Aman. Alih bahasa : Setiawan. Jakarta : EGC.
Slamet B, (2007).
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/02/konsep-kepatuhan-2.html, diakses
tanggal 6 juni 2011
Syafrudin (2009). Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Trans Info Media: Jakarta
Udiyono, Ari. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Semarang: UNDIP.
No comments:
Post a Comment