WHO: Tidak ada satupun negara di dunia yang memenuhi standar menyusui
8 Aug 2017, Zayani Bhatt
https://today.mims.com/topic/who--tidak-ada-satupun-negara-di-dunia-yang-memenuhi-standar-menyusui?country=indonesia&elq_mid=32557&elq_cid=24460
https://today.mims.com/topic/who--tidak-ada-satupun-negara-di-dunia-yang-memenuhi-standar-menyusui?country=indonesia&elq_mid=32557&elq_cid=24460
Sebagai bagian dari Minggu Menyusui Dunia,
analisis baru dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa
tidak satupun negara di dunia ini yang harus memenuhi standar
rekomendasi menyusui. Kerjasama antara UNICEF dan Global Breastfeeding Collective, Global Breastfeeding Scorecard mengevaluasi sejumlah total 194 negara.
"Ibu dan bayinya mengalami kegagalan"
Hanya 40% anak-anak berusia di atas enam bulan yang menerima ASI
eksklusif (tidak berikan apapun kecuali ASI) dan hanya 23 negara yang
memiliki angka menyusui ASI di atas 60%.
Hal ini dianggap buruk mengingat banyak bukti penelitian menunjukkan bahwa menyusui memiliki manfaat kognitif dan kesehatan bagi para bayi dan ibunya. Hal ini dilakukan untuk mencegah diare dan pneumonia dalam enam bulan pertama kehidupan anak; menurunkan risiko obesitas dan diabetes untuk anak-anak di usia selanjutnya; begitu juga dengan penurunan risiko kanker ovarium dan payudara pada ibu-ibu – yang merupakan penyebab kematian utama pada wanita.
"Menyusui merupakan investasi paling efektif – dan murah – untuk perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat," sebut Direktur Eksekutif UNICEF Anthony Lake.
"Jika gagal dalam investasi menyusui, ini menandakan para ibu dan bayi juga mengalami kegagalan – dan kita harus membayar dua kali lipatnya: hilangnya kehidupan dan kesempatan," jelasnya.
Faktanya, kurangnya investasi ASI di negara berkembang, seperti Cina, India dan Indonesia, sudah menyebabkan sekitar 236.000 kematian anak setiap tahunnya dan menghabiskan kerugian hingga USD119 miliar.
Selain itu, survey juga menunjukkan bahwa pria dan orang yang sudah menikah lebih banyak yang mendukung kegiatan ini, dibandingkan dengan para wanita dan orang-orang yang belum menikah. Survey menunjukkan bahwa 77% berpendapat bahwa menyusui di tempat publik bisa diterima; dan 75% orang menjelaskan bahwa aktivitas ini harus dilindungi oleh hukum.
Meskipun demikian, menurut Mythili Pandi, presiden Kelompok Pendukung Ibu Menyusui di Singapura mengatakan, "Ibu-ibu selalu mendapat tatapan buruk orang-orang yang lewat. Banyak orang sudah disarankan untuk menyusui di daerah publik."
Di Hong Kong, 40% ibu yang menyusui harus menghadapi beberapa bentuk diskriminasi. Hal ini terkadang karena nilai moral atau kurangnya kesadaran akan manfaat menyusui.
Dengan demikian, pada 1 Agustus tahun ini, WHO, UNICEF dan 20 agen non-pemerintahan lain bekerjasama untuk melakukan Global Breastfeeding Collective. Tujuannya adalah untuk memperingati pemerintah, pendonor dan para pemegang kepentingan untuk mengeluarkan dan memperbaiki program dan kebijakan yang akan membantu para wanita agar dapat menyusui di ruang publik tanpa merasa malu.
Salah satu program inti dari kelompok ini adalah untuk membentuk kebijakan yang melindungi ibu baru – memastikan mereka menerima setidaknya 18 minggu cuti melahirkan, dan menjamin untuk menerima bayaran yang sama saat mereka kembali bekerja. Ada juga rencana untuk lebih banyak menyediakan tempat menyusui di tempat kerja.
Salah satu kegiatan lain adalah untuk mendukung Kode Internasional Substitusi ASI, yang pernah diimplementasikan pada 1981. Iklan agresif dari alternatif ASI bisa membuat para wanita merasa tidak nyaman mengenai kemampuan mereka untuk menyusui. Hal ini ditujukan untuk memberikan pilihan kepada wanita mengenai bagaimana apa yang harus mereka berikan ke bayi mereka "berdasarkan informasi tidak memihak dan bebas pengaruh komersil." MIMS
Sumber:
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2017/lack-investment-breastfeeding/en/
http://www.ctvnews.ca/health/countries-failing-to-meet-breastfeeding-targets-new-global-report-finds-1.3527210
http://www.reuters.com/article/us-asia-women-breastfeed-idUSKCN18D1NX
http://who.int/mediacentre/commentaries/world-breastfeeding-week/en/
Hal ini dianggap buruk mengingat banyak bukti penelitian menunjukkan bahwa menyusui memiliki manfaat kognitif dan kesehatan bagi para bayi dan ibunya. Hal ini dilakukan untuk mencegah diare dan pneumonia dalam enam bulan pertama kehidupan anak; menurunkan risiko obesitas dan diabetes untuk anak-anak di usia selanjutnya; begitu juga dengan penurunan risiko kanker ovarium dan payudara pada ibu-ibu – yang merupakan penyebab kematian utama pada wanita.
"Menyusui merupakan investasi paling efektif – dan murah – untuk perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat," sebut Direktur Eksekutif UNICEF Anthony Lake.
"Jika gagal dalam investasi menyusui, ini menandakan para ibu dan bayi juga mengalami kegagalan – dan kita harus membayar dua kali lipatnya: hilangnya kehidupan dan kesempatan," jelasnya.
Faktanya, kurangnya investasi ASI di negara berkembang, seperti Cina, India dan Indonesia, sudah menyebabkan sekitar 236.000 kematian anak setiap tahunnya dan menghabiskan kerugian hingga USD119 miliar.
Menyusui di hadapan publik masih belum bisa diterima di Asia
Dibandingkan Eropa dan Amerika, kegiatan menyusui di Asia masih sangat dihargai. Namun, wanita yang menyusui di publik harus menghadapi berbagai risiko pelecehan. Survey yang dipublikasi di bulan Maret meliputi 9.242 orang dari delapan negara di seluruh Asia menemukan usaha terbesar yang mendukung menyusui terdapat di Hong Kong dan Thailand.Selain itu, survey juga menunjukkan bahwa pria dan orang yang sudah menikah lebih banyak yang mendukung kegiatan ini, dibandingkan dengan para wanita dan orang-orang yang belum menikah. Survey menunjukkan bahwa 77% berpendapat bahwa menyusui di tempat publik bisa diterima; dan 75% orang menjelaskan bahwa aktivitas ini harus dilindungi oleh hukum.
Meskipun demikian, menurut Mythili Pandi, presiden Kelompok Pendukung Ibu Menyusui di Singapura mengatakan, "Ibu-ibu selalu mendapat tatapan buruk orang-orang yang lewat. Banyak orang sudah disarankan untuk menyusui di daerah publik."
Di Hong Kong, 40% ibu yang menyusui harus menghadapi beberapa bentuk diskriminasi. Hal ini terkadang karena nilai moral atau kurangnya kesadaran akan manfaat menyusui.
Diskriminasi menggarisbawahi kepentingan lebih banyaknya inisiatif
Direktur umum WHO, Dr Tedros Adhanom ghebreyesus, percaya bahwa kejadian ini hanya mungkin terjadi hanya jika ada banyak investasi dalam inisiatif untuk lebih banyak mendukung keputusan wanita untuk menyusui.Dengan demikian, pada 1 Agustus tahun ini, WHO, UNICEF dan 20 agen non-pemerintahan lain bekerjasama untuk melakukan Global Breastfeeding Collective. Tujuannya adalah untuk memperingati pemerintah, pendonor dan para pemegang kepentingan untuk mengeluarkan dan memperbaiki program dan kebijakan yang akan membantu para wanita agar dapat menyusui di ruang publik tanpa merasa malu.
Salah satu program inti dari kelompok ini adalah untuk membentuk kebijakan yang melindungi ibu baru – memastikan mereka menerima setidaknya 18 minggu cuti melahirkan, dan menjamin untuk menerima bayaran yang sama saat mereka kembali bekerja. Ada juga rencana untuk lebih banyak menyediakan tempat menyusui di tempat kerja.
Salah satu kegiatan lain adalah untuk mendukung Kode Internasional Substitusi ASI, yang pernah diimplementasikan pada 1981. Iklan agresif dari alternatif ASI bisa membuat para wanita merasa tidak nyaman mengenai kemampuan mereka untuk menyusui. Hal ini ditujukan untuk memberikan pilihan kepada wanita mengenai bagaimana apa yang harus mereka berikan ke bayi mereka "berdasarkan informasi tidak memihak dan bebas pengaruh komersil." MIMS
Sumber:
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2017/lack-investment-breastfeeding/en/
http://www.ctvnews.ca/health/countries-failing-to-meet-breastfeeding-targets-new-global-report-finds-1.3527210
http://www.reuters.com/article/us-asia-women-breastfeed-idUSKCN18D1NX
http://who.int/mediacentre/commentaries/world-breastfeeding-week/en/
No comments:
Post a Comment