*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Iklan Artikel 13092024

Sunday, 18 June 2017

LUKA DAN PERAWATANNYA oleh Bayu Aji Sismanto

LUKA DAN PERAWATANNYA
Bayu Aji Sismanto.,S.Kep.Ns.
bayuajisismanto@gmail.com


DEFINISI 

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang yang dikarenakan berbagai sebab dimana ketika luka timbul, beberapa efek yang akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dari lokasi luka
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel


Mekanisme terjadinya luka :

1. Luka insisi (Incised wounds), 
Luka ini terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misalnya terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat disebut dengan (Ligasi).

2. Luka memar (Contusion Wound), 
Luka ini terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

3. Luka lecet (Abraded Wound), 
Luka ini terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4. Luka tusuk (Punctured Wound), 
luka ini terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

5. Luka gores (Lacerated Wound), 
Luka ini terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.

6. Luka tembus (Penetrating Wound), 
yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

7. Luka Bakar (Combustio)
Luka ini diakibatkan oleh perpindahan suhu yang tinggi pada area permukaan tubuh yang mengakibatkan terbakarnya jaringan kulit. Misalnya diakibatkan oleh tersengat listrik atau terbakar akibat api dan bahan bakar lainnya.
 
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
 
Stadium I : .
Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

Stadium II : 
Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III : 
Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

Stadium IV : 
Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). 

Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
 
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. 
Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).



KOMPLIKASI DARI LUKA

  1. Hematoma (Hemorrhage) Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.
  2. Infeksi (Wounds Sepsis) Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
    • Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
      • Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
      • Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
  3. Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence adalah rusaknya luka bedah Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka
  4. Keloid Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

Friday, 16 June 2017

STANDART PROSEDURE SOP PEMASANGAN INFUS

STANDART PROSEDURE SOP PEMASANGAN INFUS
OLEHH BAYU AJI SISMANTO


A. Pengertian
Pemasangan Infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh lewat sebuah jarum ke dalam pembuluh darah intra vena (pembuluh balik) untuk dapat menggantikan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
B. Tujuan pemasangan infus
  1. Mempertahankan dan mengganti cairan tubuh yg didalamnya mengandung air, vitamin, elektrolit,lemak,  protein ,& kalori yg tidak mampu untuk dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral
  2. Agar dapat memperbaiki keseimbangan asam basa
  3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah Memberikan jalan/jalur masuk dalam  pemberian obat-obatan kedalam tubuh
  4. Memonitor tekanan darah Intra Vena Central (CVP)
  5. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan untuk di istirahatkan.
C. Indikasi pemasangan infus
  1. Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg memungkinkan untuk pemberian obat secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra Vena
  2. Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian obat (seperti furosemid, digoxin)
  3. Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus-menerus melalui pembuluh darah Intra vena
  4. Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan & elektrolit
  5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kepentingan dgn injeksi intramuskuler.
  6. Pasien yg mendapatkan tranfusi darah
  7. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (contohnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan seandainya berlangsung syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
  8. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya syok (meneror nyawa) & risiko dehidrasi (kekurangan cairan) , sebelum pembuluh darah kolaps (tak teraba), maka tak mampu dipasang pemasangan infus.
»» Lihat SOP Pemasangan EKG
D. Kontraindikasi
  1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) & infeksi di area pemasangan infus.
  2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, lantaran lokasi ini dapat digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
  3. Obat-obatan yg berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yg aliran darahnya lambat (contohnya pembuluh vena di tungkai & kaki).
E. Persiapan Alat
  1. Standar infuse
  2. Set infuse
  3. Cairan sesuai program medic
  4. Jarum infuse dengan ukuran yg tepat
  5. Pengalas
  6. Torniket
  7. Kapas alcohol
  8. Plester
  9. Gunting Kasa steril
  10. Betadin
  11. Sarung tangan
»» Lihat Jenis jenis Cairan Infus
F. Prosedur Kerja :
  1. Jelaskan prosedur yg akan dilakukan Pemasangan infus | dok. Aristianto
  2. Cuci tangan
  3. Hubungkan cairan & infus set dgn memasukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol infuse
  4. Isi cairan ke dalam set infus dgn menekan ruang tetesan sampai terisi sebagian & buka klem slang sampai cairan memenuhi selang & udara selang ke luar
  5. Letakkan pangalas dibawah lokasi ( vena ) yg akan dilakukan penginfusan
  6. Lakukan pembendungan dengan tornikut (karet pembendung) 10 sampai 12 cm di atas tempat penusukan & anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular ( apabila sadar )
  7. Gunakan sarung tangan steril
  8. Disinfeksi daerah yg akan ditusuk dengan kapas alcohol
  9. Lakukan penusukan pada pembuluh intra vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas
  10. Perhatikan adanya keluar darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik ke luar bagian dalam ( jarum ) sambil melanjutkan tusukan ke dalam vena
  11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan melakukan tekanan menggunakan jari tangan agar darah tidak ke luar. Seterusnya bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang infuse
  12. Buka pengatur tetesan & atur kecepatan sesuai dengan dosis yg diberikan
  13. Jalankan fiksasi dengan kasa steril
  14. Tuliskan tanggal & waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
  15. Lepaskan sarung tangan & cuci tangan
G. Dokumentasi Pendokumentasian keperawatan mesti jelas :
  1. waktu pemasangan
  2. type cairan
  3. Tempat insersi (melalui IV)
  4. Kecepatan aliran (tetesan/menit)
  5. Respon klien sesudah dilakukan tindakan pemasangan infuse

SOP Defibrilasi - Standart Operasional Prosedur Defibrilasi Oleh Bayu Aji Sismanto

Standart Operasional Prosedur Defibrilasi 

Oleh : Bayu Aji Sismanto.,S.Kep.Ns.

Tujuan :
Untuk menentukan adanya fibrilasi ventrikel dengan cara memberikan arus
listrik melewati dinding dada pasien. Fibrilasi yang dilakukan dengan segera telah memperlihatkan peningkatan yang berarti meyerupai tindakan resusitasi yang berhasil.
Indikasi
Fibrilasi ventrikel
Takikardi ventrikel pada pasien tidak sadar atau nadi sangat lemah.
Bila ada kemungkinan yang memperlihatkan asistole dan mengarah pada fibrilasi ventrikel.
Kontraindikasi
Tidak ada.
Kemungkinan komplikasi
  1. Kulit terbakar karena lempeng atau bantalan defibrilator.
  2. Kerusakan miokardium.
Peralatan
  1. Defibrilator
  2. Pasta elektrode
  3. Mesin EKG
  4. Troli kardiak arest.
  5. Suction (mesin penghisap).
  6. Resusitasi kardiopulmoner (RPJ)/ Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Prosedur :
  1. Kaji pasien untuk memastikan bahwa denyut nadi pasien benar-benar lemah.
  2. Letakkan defibrilator hingga bantalan  dapat dengan mudah mencapai dada pasien.
  3. Hubungkan defibrilator dengan sumber listrik. (Jika defibrilator menggunakan batterai sebagai arus listrik, hubungkan pada batterai hanya bila akan digunakan).
  4. Tekan tombol power in, dan yakinkan bahwa indikator cahayanya on. Hampir sebagian besar unit mempunyai sirkuit sinkronisasi yang harus dalam keadaan off atau tidak terpasang untuk menangani fibrilasi ventrikel.
  5. Olesi seluruh permukaan fibrilator dengan pasta elektrode, tipis dan merata.
  6. Tentukan tingkat energi yang tepat pada mesin. Energi yang digunakan pada upaya defibrilasi pertama harus pada 200-300 joule.
  7. Tekan tombol baik pada mesin atau pada bantalan fibrilasi itu sendiri.
  8. Perhatikan jarum pada petunjuk arus sampai menunjukkan tingkat yang telah ditentukan,dengar kan bila ada tanda atau alarm yang menunjukkan energi penuh.
  9. Gosok atau usap dada pasien untuk membersihkan dari keringat atau larutan lain.
  10. Pasang bantalan fibrilator pada dada dengan lembut, walaupun dengan ditekan. Pasang satu bantalan tepat disebelah kiri dari bagian atas sternum dan di bawah klavikula dan satu bantalan yang lain diletakkan tepat disebelah kirindari apeks jantung dan garis midaksila. Posisi elektrode v1 dan v6 dari EKG 12 sadapan harus terlihat efektif.
  11. Operator memerintahkan semua personel untuk menjauh dan melepaskan semua peralatan yang sedang dipegang yang berhubungan dengan pasien atau tempat tidur. Operator harus melihat untuk mematikan semua personel telah menjauhi tempat tidur.
  12. Gunakan tekanan pada bantalan defibrilator lebih dari 220 pound, dan secara bergantian tekan tombol pada bantalan defibrilator untuk mengalirkan arus listrik.
  13. Periksa nadi pasien.
  14. Kaji pola EKG setelah defibrilasi, lanjutkan dengan melakukan RJP selama tidak dilakukan defibrilasi.
  15. Jika fibrilasi ventrikel berlanjut, dengan segera ulangi langkah 6-14. Yakinkan bahwa pasta elektrode masih cukup tersedia pada setiap bantalan defibrilator.
  16. Jika fibrilasi ventrikel masih terus berlanjut, ulangi langkah 6-14 dengan tingkat energi 360 joule.
  17. Jika defibrilasi ke tiga tidak berhasil, lanjutkan RPJ dan lakukan algorithm edvance cardiac life support dengan tepat.
Tindak lanjut
Kaji pasien dari adanya kulit terbakar dan obati bila diperlukan .
Bersihkan pelumas dari dada pasien dan pada bantalan defibrilator.
Monitor, laporkan dan catat tanda-tanda vital secara terus menerus sampai keadaan stabil.
Sumber :
MANCINI, Mary E.
Pedoman praktis prosedur keperawatan darurat = pocket manual of emergency nursing procedures / Mary E. Mancini R.N, Jakarta : EGC 1994

Wednesday, 14 June 2017

PERBEDAAN BLS dengan SISTEM ABC DAN CAB - AHA 2015 oleh Bayu Aji Sismanto

PERBEDAAN
Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan CAB
oleh Bayu Aji Sismanto



Skema 1.1 
No
ABC
CAB
1
Memeriksa respon pasien
Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual.
2
Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED
Melakukan panggilan darurat
3
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik)
4
Breathing (Look, Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasi dalam-dalam)
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
5
Circulation (Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
6
Defribilasi
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
·           Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).
·           Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses  pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
·           Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya  dapat melakukan kompresi dada.
      Penggunaan Sistem ABC Saat ini :
1.   Pada  korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat.
2.      Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.




DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical service with Mobile application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/ADIC2011-039.pdf. diakses Kamis, 20 September 2012 pukul 08:30 WIB.
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS). http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar. diakses Kamis, 20 September 2012 pukul 08:30 WIB.

BASIC LIFE SUPPORT - BANTUAN HIDUP DASAR oleh Bayu Aji Sismanto

BASIC LIFE SUPORT (BLS)
BANTUAN HIDUP DASAR
oleh Bayu Aji Sismanto


 
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase : bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan  yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4 menit. 
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. 
Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru / CPR. 
Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB)
1.      Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2.        Melakukan panggilan darurat.
3.        Circulation :
·           Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada.
·           Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
·           Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
·           Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.
  .   Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur.
   .    Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik. 
   .       Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). 
4.        Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan gigi Rahang Atas. 
5.        Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
·            Pastikan hidung korban terpencet rapat
·           Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
·           Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
·           Berikan satu ventilasi tiap satu detik
·           Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.

·           Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.
·           Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
·           Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
·           Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.
·           Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
6.        RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
7.        Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical service with Mobile application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/ADIC2011-039.pdf. diakses Kamis, 20 September 2012 pukul 08:30 WIB.
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS). http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar. diakses Kamis, 20 September 2012 pukul 08:30 WIB.http://nspamuji.blogspot.co.id/2012/09/bls-basic-life-support.html

Iklan Bawah Postingan