*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Iklan Artikel 13092024

Thursday, 22 September 2016

CASE REPORT DI RUANG BAITULIZZAH 2 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Bayu Aji Sismanto, S.Kep. Hari Jumat, 17 Juni 2016.



CASE REPORT
DI RUANG BAITULIZZAH 2
RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
Bayu Aji Sismanto, S.Kep.
Hari Jumat, 17 Juni 2016.

A.      Fokus Pengkajian
Tn.S usia 55 tahun saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan sesak nafas saat bergerak nyeri dada sebelah kiri seperti kebakar. Sebelumnya pasien dibawa ke RSUD Sunan Kalijaga Demak, kemudian dirujuk ke RSISA Semarang. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan data : TD : 110/60, HR : 60, RR : 24x/m, S : 36 C.
B.       Diagnosa Prioritas
Diagnosa dari kasus di atas adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.
C.      Intervensi
Kriteria Hasil:
1.      suara nafas bersih
2.       tidak ada sekret di jalan nafas
3.      RR dalam batas normal
4.       spo2> 95%
Rencana Tindakan :
a.              Posisikan semi fowler
b.              Berikan oksigen
c.              Nebulizer
d.             Anjurkan untuk minum putih hangat






D.      Implementasi
Implementasi yang dilakukan perawat yaitu memposisikan semi fowler, memberikan oksigen 3 liter, nebulizer.
E.       Evaluasi
S     :    klien mengatakan masih sesak
O    :    RR klien meningkat
A    :    Masalah belum teratasi.
P     :    Lanjutkan intervensi nebulizer


CASE REPORT DI RUANG BAITULIZZAH 2 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Bayu Aji Sismanto, S.Kep. Hari Selasa, 14 Juni 2016.



CASE REPORT
DI RUANG BAITULIZZAH 2
RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
Bayu Aji Sismanto, S.Kep.
Hari Selasa, 14 Juni 2016.

A.      Fokus Pengkajian
Ny. R  usia 56 tahun pada saat dilakukan pengkajian  klien mengatakan di bawa kerumah sakit dengan keluhan nyeri di bagian perut sebelah kanan, nyeri bertambah jika saat digerakkan , kualitasnya cekot-cekot, skala : 5, waktunya kurang lebih 3 menit. Pasien mengatakan mempunyai riwayat kista. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan data :  TD : 120/80, HR : 86x/m, RR : 19x/m, S : 37 C.
B.     Diagnosa Prioritas
Diagnosa dari kasus di atas adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penyakit.
C.      Intervensi
Kriteria Hasil:
1.      Pasien mampu mengenali penyebab  nyeri.
2.      Pasien mampu mengontrol nyeri.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji tingkat nyeri (P,Q,R,S,T).
2.      Berikan informasi tentang nyeri.
3.      Ajarkan teknik relaksasi.
4.      Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup.







D.      Implementasi
Implementasi yang dilakukan perawat yaitu mengajarkan teknik relaksasi dan memberikan info tentang nyeri.
E.       Evaluasi
S     :    klien mengatakan akan melakukan teknik relaksasi ketika nyeri timbul.
O    :    Klien tampak melakukan teknik relaksasi dengan wajah rileks .
A    :    Masalah sebagian teratasi.
P     :    Lanjutkan intervensi.

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI SUB MATERI KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI oleh Bayu Aji Sismanto.,S.Kep



LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI
SUB MATERI KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI
oleh 
Bayu Aji Sismanto.,S.Kep
690.150.200

1)      KONSEP DASAR
A.    Pengertian
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.adapun tempat pengukuran suhu tubuh:suhu inti yaitu suhu jaringan dalam relatif konstan seperti rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, kandung kemiih dan suhu permukaan seperti kulit, aksila, oral. Rasa suhu mempunyai dua submodalitas yaitu rasa dingin dan rasa panas. Reseptor dingin/panas berfungsi mengindrai rasa panas dan refleks pengaturan suhu tubuh.

Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan prilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara prodksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan kardiovaskular. Perawat menerapkan pengetahuan mekanisme kontrol suhu untuk meningkatkan regulasi suhu.

Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontror suhu tubuh sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontror pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontror produksi panas.
B.     Klasifikasi
Macam-macam suhu tubuh menurut (Tamsuri Anas 2007) :
       Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
       Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C
       Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C
       Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C.

C.     Fisiologi
Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh adalah hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior (AH/POA) berperanan meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan menimbulkan keringat. Hipotalamus posterior (PH/ POA) berfungsi meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran darah, piloerektil, menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi hormon tiroid dan mensekresi epinephrine dan norepinephrine serta meningkatkan basal metabolisme rate. Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme homeostasis yang membantu memproduksi panas melalui mekanisme feed back negatif untuk dapat meningkatkan suhu tubuh ke arah normal (Tortora, 2009). Thermoreseptor di kulit dan hipotalamus mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic dan pusat peningkata panas di hipotalamus, serta sel neurosekretory hipotalamus yang menghasilkan hormon TRH (Thyrotropin releasing hormon) sebagai tanggapan.hipotalamus menyalurkan impuls syaraf dan mensekresi TRH, yang sebaliknya merangsang Thyrotroph di kelenjar pituitary anterior untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls syaraf dihipotalamus dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor.
Berbagai organ fektor akan berupaya untuk meningkatkan suhu tubuh untuk mencapai nilai normal, diantaranya adalah :
1.      Impuls syaraf dari pusat peningkatan panas merangsang syaraf sipatis yang menyebabkan pembuluh darah kulit akan mengalami vasokonstriksi. Vasokonstriksi menurunkan aliran darah hangat, sehingga perpindahan panas dari organ internal ke kulit. Melambatnya kecepatan hilangnya panas menyebabkan temperatur tubuh internal meningkatkan reaksi metabolic melanjutkan untuk produksi panas.
2.     Impuls syaraf di nervus simpatis menyebabkan medulla adrenal merangsang pelepasan epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah. Hormon sebaliknya, menghasilkan peningkatan metabolisme selular, dimana meningkatkan produksi panas.
3.    Pusat peningkatan panas merangsang bagian otak yang meningkatkan tonus otot dan memproduksi panas. Tonus otot meningkat, dan terjadi siklus yang berulang-ulang yang disebut menggigil. Selama menggigil maksimum, produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate hanya dalam waktu beberapa menit.
4.   Kelenjar tiroid memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan lebih hormon tiroid kedalam darah. Peningkatan kadar hormon tiroid secara perlahan-lahan meningkatkan metabolisme rate, dan peningkatan suhu tubuh. Jika suhu tubuh meningkat diatas normal maka putaran mekanisme feed back negatif berlawanan dengan yang telah disebutkan diatas. Tingginya suhu darah merangsang termoreseptor yang mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic, dimana sebaliknya merangsang pusat penurun panas dan menghambat pusat peningkatan panas. Impuls syaraf dari pusat penurun panas menyebabkan dilatasi pembuluh darah di kulit. Kulit menjadi hangat, dan kelebihan panas hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi bersamaan dengan peningkatan volume aliran darah dari inti yang lebih hangat ke kulit yang lebih dingin. Pada waktu yang bersamaan, metabolisme rate berkurang, dan tidak terjadi menggigil. Tingginya suhu darah merangsang kelenjar keringat kulit melalui aktivasi syaraf simpatis hipotalamik. Saat air menguap melalui permukaan kulit, kulit menjadi lebih dingin. Respon ini melawan efek penghasil panas dan membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal. Skema Mekanisme Feedback Negatif Menghemat Atau Meningkatkan Produksi Panas Menurun.
D.    Gangguan
Gangguan Pengaturan Suhu Tubuh
Diantaranya disebabkan oleh:
1.      Demam
Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Peningkatan ringan suhu sampai 39°C meningkatkan sistem imun tubuh. Demam juga meruapakan bentuk pertarungan akibat infeksi karena virus menstimulasi interferon (substansi yang bersifat melawan virus).Pola demam berbeda bergantung pada pirogen. Peningkatan dan penurunan jumlah pirogen berakibat puncak demam dan turun dalam waktu yang berbeda.Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrient. Metabolisme yang meningkat menggunakan energi yang memproduksi panas tambahan.
2.      Kelelahan akibat panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
3.      Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk  meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik tertentu.
4.      Heat stroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heat stroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Klien beresiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. fenotiazin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta-adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. atlet, pekerja konstruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkontinensia. Tanda lain yang paling penting adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu yang lebih besar dari 40,5°C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45°C, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjai kerusakan neurologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai.
5.      Hipotermia
       Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas sehingga akan mengakibatakan hipotermia.
Tingkatan hipotermia
~ Ringan 34,6 - 36,5°C per rektal
~ Sedang 28,0 - 33,5°C per rektal
~ Berat 17,0 - 27,5°C per rektal
~ Sangat berat 4,0 - 16,5°C per rektal
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35°C, orang yang mengalami hipotermia mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun dibawah 34,4°c, frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun. Jika hipotermia terus berlangsung, disritmia jantung akan berlangsung, kehilangan kesadaran, dan tidak responsif terhadap stimulus nyeri.
Kita dapat mengukur suhu tubuh pada tempat-tempat berikut:
1.      ketiak/ axilae: termometer didiamkan selama 10-15 menit
2.      anus/ dubur/ rectal: termometer didiamkan selama 3-5 menit
3.      mulut/ oral: termometer didiamkan selama 2-3 menit

Adapun suhu tubuh normal menurut usia dapat dilihat pada tabel berikut:
USIA
SUHU(DERAJAT CELCIUS)
3 Bulan
37,5°C
6 Bulan
37,5°C
1 Tahun
37,7°C
3 Tahun
37,2°C
5 Tahun
37,0°C
7 Tahun
36,8°C
9 Tahun
36,7°C
11 Tahun
36,7°C
13 Tahun
36,6°C
Dewasa
36,4°C
>70 Tahun
36,0°C

2)      KONSEP KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
B.     ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengkajian pada pasien yang mengalami demam
a. Identitas diri            :
        Umur, jenis kelamin, pekerjaan
b.  Status kesehatan :
keluhan utama : panas
c. Riwayat penyakit sekarang :
1) hipertermi : Pola Demam
a.       Terus menerus             tingginya menetap >24 jam,
                                                 bervariasi (1-2)oC.
b.      Intermitten                  :   demam memuncak secara
                                                 berseling dengan suhu normal.
c.       Remitten                       demam memuncak dan turun
                                                  tanpa kembali ke tingkat suhu
                                                  normal.
d.      Relaps                            periode episode demam diselingi
dengan tingkat suhu normal, episode demam       
normotermia dapat memanjang lebih dari 24
jam. Mulai timbulnya panas, berapa lama, waktu, upaya untuk mengurangi.
2)  Hipotermi : Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menelan. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
d.      Riwayat kesehatan lalu
1)      Hipertermi : sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
2)      Hipotermi : tanyakan  suhu pasien sebelumnya, sejak kapan timbul gejala gemetar, hilang ingatan, depresi dan gangguan menelan.
e.       Riwayat penyakit keluarga.
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak)
f.       Riwayat psikologis.
g.   Pemeriksaan fisik :
1)     hitung TTV ketika panas terus menerus dan sesuai perintah (2/4 jam)
2)     inspeksi dan palpasi kulit, ceg turgor (dingin, kering, kemerahan, hangat, turgor menurun).
4)     tanda-tanda dehidrasi perubahan tingkah laku : bingung, disorientasi, gelisah, disertai
5)   dengan sakit kepala, nyeri otot, nousea, photopobia, lemah, letih, dll.
2.      Diagnosa
b.      Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan hipertermia
c.       Hipertermia berhubungan dengan penyakit
d.      Hipotermia berhubungan dengan penuaan
3.      Intervensi                                               
a.  Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan hipertermia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh dalam rentang normal.
Kriteria hasil :
1)      Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2)      Kulit tidak teraba hangat
Intervensi :
1)      Evaluasi lingkungan rumah tentang faktor – faktor yan dapat mengganggu suhu tubuh.
2)      Kaji tanda dan gejal hipertermia
3)      Anjurkan pasien atau keluarga untuk minum secara adekuat
4)      Instruksikan keluarga unutk mengenali tanda dan gejala awal hipertermia : kulit kering, sakit kepala, penignkatan suhu, iritabilitas, suhu diatas 37,8 0C, dan kelemahan.
5)      Kolaborasi dalam pemberian antipiretik sesuai kebutuhan
6)      Sesuaikan suhu lingkungan sesuai dengan kebutuhan pasien.

b.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit
Tujuan  : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh dalam rentang normal.
Kriteria hasil :
1)   Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2)    Kulit tidak teraba hangat
3)    Nadi dan pernafasan dalam rentang normal yaitu :
Nadi : 60 -100 x/ menit, RR : 16 – 24 x / menit, sistole : 90 – 140 mmHg, diastole : 60 – 90 mmHg.
 Intervensi :
1)      Pantau hidrasi ( turgor kulit, kelembapan membran mukosa )
2)      Pantau TTV dan warna kulit
3)      Ajarkan pasien atau keluarga dala mebgukur suhu untuk
3)      mencegah dan mengenali secara dini hipertermia.
4)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan.
5)      Kompres dengan air dingin atau hangat
6)      Anjurkan asupan cairan oral
7)      Lepaskan pakaian yang berlebihan

c.       Hipotermia berhubungan dengan penuaan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh kembali dalam rentang normal.
Kriteria hasil :
1)      Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2)      Kulit tidak teraba dingin
3)      Pasien tidak tampak menggigil, pucat dan merinding
4)      TTV dalam rentang normal
Nadi : 16 – 24 x / menit, RR : 60 – 100 x / menit, sistole : 90 – 140 mmHg, diastole : 60 – 90 mmHg.
 Intervensi :
1)      Kaji gejala hipotermia ( perubahan warna kulit, menggigil, kelelahan, kelemahan, apatis, dan bicara yang bergumam ).
2)      Kaji suhu tubuh paling sedikit setiap 2 jam sesuai kebutuhan.
3)      Ajarkan pada pasien, khusunya pasien lansia tentang tindakan untuk mence
4)      Mencegah hipotermia dari pajanan dingin.
5)      Kolaborasi dalam teknik menghangatkan suhu basal ( hemodialisa, dialisis peritonial, irigasi kolon ).
6)      Berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat – alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang disesuaikan, botol dengan air hangat, minum air hangat sesuai dengan toleransi.


C.      
DAFTAR PUSTAKA

Cameron, J.R, dkk. Fisika Tubuh Manusia, EGC. Jakarta, 2006.
Gabriel, J.F. Fisika Kedokteran, EGC. Jakarta, 1996.
Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9, EGC. Jakarta, 1997.
M. Wilkinson, judith. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC
Nanda international. 2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC
Potter & Perry, Fundamental Keperawatan, volume 1, EGC. Jakarta, 2005.



Iklan Bawah Postingan