*-* PROFESIONAL NURSE *-* ENDOSKOPI SALURAN CERNA DAN PERNAFASAN *-* *-* INSTAGRAM *-* @bayuajisismanto *-* *-* ENDOSCOPY UNIT *-* GASTROSCOPY, KOLONOSCOPY, BRONCOSCOPY, DUODENOSKOPI *-*

CARI INFORMASI DISINI

POSTINGAN TERPOPULER

Iklan Artikel 13092024

Friday, 13 September 2024

LP Diare Pada Anak : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Diare Anak

 A. Konsep Dasar Diare 

1. Pengertian Diare 

Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014). 

Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air besar >3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai atau tanpa disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari terjadinya proses implamasi pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2013)


2. Penyebab Diare 

Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013) ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sebagai berikut: 

a. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh: 

1) Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella, golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis (ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan sebagainya. 

2) Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur terutama canalida. 

b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh: 

1) Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan mineral. 

2) Kurang kalori protein. 3) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.


3. Patofisiologis 

Mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misal toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat timbul, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat dari toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. 



Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal menurut Wijayaningsih (2013) sebagi berikut: 

a. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (output), merupakan penyebab terjadi kematian pada diare. 

b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis) Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja/feses. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun didalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metoabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. 

c. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi dalam 2 sampai 3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40mg% pada bayi dan 50 persen pada anak-anak.

d. Gangguan gizi Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh: 

1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.

2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama. 

3) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. 

e. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, sehingga perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi pasien bisa meninggal.


4. Tanda dan Gejala 

Menurut Lia dewi (2014), berikut ini adalah tanda dan gejala anak yang mengalami diare: 

a. Cengeng, rewel. 

b. Suhu meningkat. 

c. Gelisah. 

d. Nafsu makan menurun. 

e. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan darahnya. Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam. 

f. Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok. 

g. Anus lecet. 

h. Berat badan menurun. 

i. Turgon kulit menurun.

j. Mata dan ubun-ubun cekung. 

k. Selaput lender dan mulut serta kulit menjadi kering. 


5. Manifestasi Klinis 

Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari diare, yaitu: 

a. Nyeri perut (abdominal discomfort). 

b. Mual, kadang-kadang sampai muntah. 

c. Rasa perih di ulu hati. 

d. Rasa lekas kenyang. 

e. Nafsu makan berkurang. 

f. Perut kembung, rasa panas di dada dan perut. 

g. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba). 

h. Demam dan lemah. 

i. Membrane mukosa mulut dan bibir kering. 

j. Diare. 

k. Pontanel cekung. 


6. Komplikasi 

Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan komplikasi yang bisa terjadi pada diare: 

a. Dehidrasi. 

b. Renjatan hipovolemik. 

c. Kejang. 

d. Bakterimia. 

e. Mal nutrisi.

f. Hipoglikemia. 

g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. 


7. Penatalaksanaan 

Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut: 

a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan). 

b. Dietetik (pemberian makanan). 

c. Obat-obatan. 

1) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum. 

2) Sesuaikan dengan umur anak: 

a) < 2 tahun diberikan ½ gelas, 

b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas, 

c) > 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas). 


3) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25- 100ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali. 

4) Oralit diberikan sebanyak ±100ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus dehidrasi ringan sampai berat. Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RT): 1) Larutan gula garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½ sendok teh garam dapur halus + 1 gelas air hangat atau air the hangat, 2) Air tajin (2 liter + 5g garam). 

a) Cara tradisional. 3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak selama 45-60 menit.

b) Cara biasa. 2 liter air + 100 g tepung beras + 5 g garam dimasak hingga mendidih.


B. Konsep Dasar Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Pada Diare 

1. Pengertian Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Risiko ketidakseimbangan elektrolit merupakan suatu kondisi dimana tubuh berisiko mengalami perubahan kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu kesehatan (Pranata, 2013). Risiko ketidakseimbangan elektrolit yaitu kondisi yang berisiko mengalami suatu perubahan kadar serum elektrolit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). 

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Menurut Pranata (2013) banyak faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit. Berikut ini merupakan hal-hal yang bisa mempengauhi keseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu: 

a. Usia Usia merupakan tahap kehidupan seseorang dimana terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sistematis secara normal, kebutuhan cairan dan elektrolit akan berjalan seiringnya perubahan perkembangan seseorang. Akan tetapi, hal ini bisa berubah jika terdapat penyakit. Dikarenakan faktor penyakit ini akan mengganggu status homeostasis cairan dan elektrolit. Berikut ini kebutuhan cairan dan elektrolit sesuai rentang usia:

1) Bayi Proporsi cairan dalam tubuh bayi lebih besar daripada orang dewasa. Meskipun demikian, dalam menjaga status keseimbangan cairan pada bayi lebih rumit daripada orang dewasa. Karena bayi mengekskresikan volume air dalam jumlah yang besar, sehingga asupan cairan juga harus besar untuk menjaga keseimbangan tersebut. 

2) Anak Pada anak kebutuhan cairan masih cukup tinggi. Pada masa pertumbuhan ini sering terganggu oleh penyakit sehingga berdampak pula dengan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menjadi kurang stabil. Kondisi ini memicu terjadinya pengeluaran cairan lebih besar dari dalam tubuh dan terjadi dalam bentuk insensible water loss. 

3) Dewasa Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan anatomis dan fisilogis yang berdampak pada status metabolik. Dengan peningkatan metabolik maka jumlah air juga meningkat. Hormonal yang telah berubah juga mempengaruhi kebutuhan cairan pada masa ini. Pada masa lansia organ utama dalam keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu ginjal juga mengalami penurunan fungsi. Penyakit yang diderita pada lansia juga menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti diabetes melitus, kanker atau gangguan kardiovaskuler. Terapi obat deuretik pada lansia juga akan berdampak pada defisit cairan dan elektrolit. Ukuran tubuh Proporsional tubuh berbanding lurus dengan kebutuhan cairan. Selain proporsi ukuran tubuh, komposisi dalam tubuh pun ikut mempengaruhi jumlah total cairan di dalam tubuh. Lemak (lipid) sebagai jaringan yang tidak bisa menyatu dengan air akan memiliki kandungan air yang minimal. Sehingga pada wanita yang obesitas kandungan air dalam tubuhnya lebih sedikit daripada wanita dengan berat badan tubuh normal. Temperatur Lingkungan Suhu lingkungan juga mempengaruhi kebutuhan caian dan elektrolit seseorang. Di saat suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka keringat akan diproduksi lebih banyak untuk menjaga kelembaban kulit dan mendinginkan permukaan kulit yang panas. Pada kondisi suhu lingkungan yang dingin, pori-pori tubuh mengecil dan sedikit untuk memproduksi keringat karena kulit sudah lembab. Berbeda di ginjal, dimana aldosterone akan menurun. Sehingga urine yang diekskresikan akan lebih banyak. 

Gaya hidup Gaya hidup disini meliputi diet, stres, serta olahraga. 

1) Diet Dalam mempertahankan status cairan dan elektrolit, secara langsung asupan yang seimbang akan menjaga belance cairan. 

2) Stres Stres akan meningkatkan beberapa hormon, seperti aldosterone, glukokortikoid serta ADH. Hormone aldosterone dan glukolotikoid akan menyebabkan retensi natrium, sehingga air juga akan tertahan. Dampak dari ADH adalah penurunan jumlah urine. 

3) Olahraga Olahraga memerlukan energi lebih besar dari biasanya, sehingga memicu peningkatan kehilangan air yang tidak disadari (insible water loss).


3. Faktor Risiko 

Faktor risiko dari resiko ketidakseimbangan elektrolit yaitu sebagai berikut: 

a. Defisiensi volume cairan dan regulasi endokrin. 

b. Diare. 

c. Kelebihan volume cairan. 

d. Disfungsi ginjal. 

e. Muntah. 

f. Efek samping obat atau prosedur (misalnya medikasi, drain, pembedahan). 

g. Gangguan mekanisme regulasi (misalnya diabetes insipidu, sindrom ketidaktepatan sekresi hormon antideuretik). 

h. Ketidakseimbangan cairan (misalnya dehidrasi dan intoksikasi air). 


4. Penatalaksanaan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit pada Diare Menurut Pranata (2013) berikut ini tatalaksana pergantian cairan pada pasien diare dan muntah: Pada kondisi seperti ini, klien akan mengalami kehilangan, biasanya air, natrium, dan kalium serta ion yang lainnya. Jika memungkinkan pergantian cairan dilakukan dengan cara oral. Tetapi, jika sudah tidak memungkinkan pergantinan dilakukan secara intravena. Cairan infus yang bisa digunakan adalah NaCl, larutan glukosa, dan kalium. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan klinis lebih lanjut, agar mengetahui konsentrasi elektrolit dalam plasma dan hemoglobin serta hematokrit. Pada anakanak, pemberian kalium harus dibatasi.


Daftar Pustaka :

Ariani, Ayu Putri. (2016). Diare pencegahan dan pengobatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Axton, Sharon & Fugate, Terry. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik (edisi 3). Jakarta: EGC 

Bararah,Taqiyyah & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Pustaka Raya. Dinarti, dkk. (2009). Dokumentasi keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Dinkes Provinsi Bali. (2017). 10 besar penyakit pada anak. Diperoleh tanggal 25 Februari 2019, dari http://diskes.baliprov.go.id/id/profil/-kesehatanprovinsi-bali2 

Kyle, Terri & Carman, Susan. (2016). Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta: EGC. 

Lestari, Titik. (2016). Asuhan keperawatan anak. Yogyakarta: Nuha Medika Marcdante, Karen, dkk. (2014). Ilmu kesehatan anak esensial. Singapore: Elvesier. 

NANDA. (2018). Diagnosis keperawatan (edisi 11). Jakarta: EGC. Ngastiyah. (2012). Perawatan anak sakit (edisi 2). Jakarta: EGC. Nursalam, dkk. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika.

Iklan Bawah Postingan