LAPORAN PENDAHULUAN
Central Venous Pressure
A.
Pengertian
Merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksibel ke dalam vena sentral klien dalam rangka memberikan terapi melalui vena sentral. Ujung dari kateter berada pada superior venacafa(Ignativicius,1999). Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.
B.
Indikasi
Central Venous Pressure ( CVP ) diindikasikan untuk ;
1. Pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan.
2. Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi
3. Mengkaji efek pemberian obat diuretik pada kasus-kasus overload cairan
4. Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang banyak
( Thelan, 1994 ).
Perhatian sebelum prosedur pemasangan CVP :
1.
Jelaskan prosedur kepada klien dengan tujuan untuk
mengurangi kecemasan dan
mengharapkan kerjasama dari klien.
2.
Kerjasama klien diperlukan dalam rangka posisi
pemasangan, yaitu posisi trendelenberg, yang mungkin akan sangat membuat klien
merasa tidak nyaman.
3.
Kateter CVP tersedia dengan lumen jenis single, double,
atau triple, tergantung dari kondisi klien.
4.
Kateter CVP terbuat dari dari bahan jenis
polyvinylchloride yang sangat lembut dan fleksibel.
C.
Prosedur
Persiapan alat :
1. Kateter CVP sesuai ukuran
2. Needle intriducer
3. Syringe
4. Mandrin (guidewire)
5. Duk steril
2. Needle intriducer
3. Syringe
4. Mandrin (guidewire)
5. Duk steril
Teknik pemasangan
yang sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya adalah dengan menggunakan
mandarin yang dimasukkan melalui jarum, jarum kemudian dilepaskan, dan kateter CVP dimasukkan
melalui mandarin tersebut. Jika kateter sudah mencapai atrium kanan, mandarin
ditarik, dan terakhir kateter disambungkan pada IV set yang telah disiapkan dan
lakukan penjahitan daerah insersi.
Langkah Pemasangan :
1.
Siapkan alat
2.
Lakukan cuci tangan steril
3.
Gunakan sarung tangan steril
4.
Tentukan daerah yang akan dipasang ; vena yang biasa
digunakan sebagai tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal
jugular.
5.
Posisikan pasien trendelenberg, atur posisi kepala agar
vena jugularis interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk
mempermudah pemasangan.
6.
Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan
antiseptic
7.
Pasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.
8.
Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah
terjadinya emboli udara, anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan
nafas.
9.
Masukkan jarum / kateter secara gentle, ujung dari
kateter harus tetap berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam
jantung.
10. Setelah
selesai pemasangan sambungkan dengan selang yang menghubungkan dengan IV set dan
selang untuk mengukur CVP.
11. Lakukan
fiksasi / dressing pada daerah pemasangan , agar posisi kateter terjaga dengan
baik.
12. Rapikan
peralatan dan cuci tangan kembali
13. Catat
laporan pemasangan, termasuk respon klien (tanda-tanda vital, kesadaran, dll ),
lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil pengukuran CVP serta cairan
yang digunakan.
14. Setelah
dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dadauntuk memastikan posisi ujung
kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya hemothorax atau pneumothorax
sebagai akibat dari pemasangan.
15. Tempat
lain yang bisa digunakan sebagai tempat pemasangan CVP adalah vena femoralis
dan vena fossa antecubiti.
Manajemen
Keperawatan pada pasien yang terpasang CVP :
1. Digunakan
untuk mengukur tekanan pengisian jantung bagian kanan
2. Pada
saat diastolic, dimana katub tricuspid membuka, darah mengalir dari atrium
kanan ke ventrikel kanan, pada saat ini CVP merefleksikan sebagai Right
Ventricular End Diastolic Pressure (RVEDP).
3. CVP
normal berkisar antara 2-5 mmHg atau 3-8 cmH20
4. Bila
hasil pengukuran CVP dibawah normal, biasanya terjadi pada kasus hipovolemi,
menandakan tidak adekuatnya volume darah di ventrikel pada saat akhir diastolic
untuk menghasilkan stroke volume yang adekuat. Untuk mengkompensasinya guna
meningkatkan cardiac output, maka jantung nmeningkatkan heart ratenya,
meyebabkan tavhycardi, dan akhirnya juga akan meningkatkan konsumsi 02 miokard.
5. Bila
hasil pengukuran CVP diatas normal, biasanya terjadi pada kasus overload, untuk
mengkompensasinya jantung harus lebih kuat berkontraksi yang juga akan
meningkatkan konsumsi O2 miokard.
6. Standar
pengukuran CVP bisa menggunakan ukuran mmHg atau cmH2O, dimana
I mmHg = 1,36 cmH2O.
I mmHg = 1,36 cmH2O.
D.
Lokasi Pemantauan
1.
Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada
kanan)
2.
Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks
rendah pada kanan
3.
Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang
menjadi phlebitis
4.
Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium
kanan atau tepat di atas vena kava superior
E.
Indikasi Pemasangan
1.
Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan
yang banyak yang dapat menimbulkan syok.
2.
Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti
open heart, trepanasi.
3.
Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
4.
Pasien dengan gagal jantung.
5.
Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20%
aminofusin).
6.
Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang
besar (transfusi masif).
F.
Komplikasi
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP al :
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP al :
1.
Perdarahan.
2.
Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis).
3.
Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak.
4.
Pericardial effusion.
5.
Aritmia
6.
Infeksi.
7.
Perubahan posisi jalur.
G.
Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
1.
Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
2.
Frekuensi napas, suara napas
3.
Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi
4.
Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter
5.
Kesesuaian posisi jalur infus set
6.
Tanda-tanda vital, perfusi
7.
Tekanan CVP
8.
Intake dan out put
9.
ECG Monitor
H. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter vena central.
I. Tujuan Keperawatan
Perawatan akan menangani atau mengurangi komplikasi dari emboli darah.
1. Konsultasikan
dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah bagi klien yang
beresiko tinggi sampai ia ambulasi.(terapi heparin dosis rendah akan
mengakibatkan viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan memungkinkan
resiko terjadinya embolisme)
2. Pantau tanda-tanda dan gejala embolisme
pulmonal
a.
Nyeri dada akut dan jelas
b.
Dispnea, kelelahan, sianosis
c.
Penurunan saturasi oksigen
d.
Takikardia
e.
Distensi vena jugularis
f.
Hipotensi
g.
Dilatasi venrikel kanan akut tanpa penyakit
parenkim(pada ronsen dada)
h.
Kekacauan mental
i.
Disritmia jantung
3.
Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada
syok :
a.
Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan
obat-obatan)
b.
Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protocol
c.
Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume
sirkulasi melalui haluaran urine)
d.
Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif
hemodinamik (untuk mendeteksi disritmia dan pedoman pengobatan)
e.
Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan
perifer dan meningkatkan tekanan darah
f.
Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk
mengoreksi asidosis metabolik)
g.
Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen
aritmia sesuai indikasi
h.
Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan
ansietas dan menurunkan kebutuhan metabolisme )
i.
Siapkan klien untuk prosedur angiografi dan/ atau
skaning perfusi paru-paru ( untuk memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya
atelektasis)
(Karena kematian akibat embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama setelah awitan, intervensi segera adalah sangat penting)
(Karena kematian akibat embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama setelah awitan, intervensi segera adalah sangat penting)
4. Berikan
terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen. (dengan
tindakan ini akan meningkatan sirkulasi oksigen secara cepat
5. Pantau
nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini membantu
menentukan status perfusi dan volume)
6. Lakukan
pengobatan trombolisis, mis : urokinase, streptokinase sesuai dengan program
dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya emboli dan meningkatkan perfusi
kapiler pulmonal)
7. Setelah
pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan dengan heparin. (IV
secara terus menerus atau intermitten). (Heparin dapat menghambat atau
memperlambat proses terbentuknya trombus dan membantu mencegah pembentukan dan
berulangnya pembekuan.
K. Implementasi
Disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.
Tidak ditemukan adanya tanda-tanda emboli darah.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Owen. 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.