LAPORAN PENDAHULUAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CKD
-
PENGERTIAN
Gagal
Ginjal Kronik (GGK)
adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
danirreversible.
sedangkan
gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,
2007).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
penurunan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).
Gagal
ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
ml/menit (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronis merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektroli sehingga terjadi uremia (Smeltzer &
Bare, 2001). Gagal ginjal kronik/ Cronic Kidney Disease (CKD) adalah
penurunan fungsi ginjal yang persisten dan irreversible. Gangguan
fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat
digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000).
Dari
pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronis adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif
sehingga tubuh akan mengalami gangguan karena ginjal tidak mampu
mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.
-
PENYEBAB
-
Infeksi saluran kemih (ISK)
ISK
bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis
akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresip
berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi yang berulang dan
menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal
dan saluran kemih seperti refluks vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli
atau kandung kemih neurogonik. Kerusakan ginjal pada pielonefritis
akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan refluks
urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal
(refluks internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks
vesikoureter merupakan penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.
-
Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi
dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin
merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan
pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air, pengaruh
vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui
defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan
adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat
hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit putih.
-
Glomerulonefritis
Glomerulonepritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai
balam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
hematuria. Meski lesi terutama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron
pada akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal
kronik.
-
Penyakit ginjal kronik
Penyakit
ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat membesar dan
terisi oleh klompok-klompok kista yang menyarupai anggur. Perjalanan
penyakit progresip cepat dan mengakibatkan kematian sebelum mencapai
usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah rasa sakit
didaerah pinggang, hematutia, poliuria, proteinuria dan ginjal
membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah
hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik
merupakan penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
-
Gout
Gout
merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperurisemia
(peningkatan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama
berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan tubuh. Pada
gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal dapat
menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang
berjalan progresip lambat.
-
Diabetes mellitus
Nefropati
diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada
penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah
nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan nekrosis
papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh
peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer juga
lebih menebal. Mula-mula lumen kapilet masih utuh tapi lambat laun
mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.
-
Hiperparatirodisme
Hiperparatiroidisme
primer akibat hipersekresi hormone paratiroid merupakan penyakit yang
dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat menyebutkan
gagal ginjal. Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar
paratiroid.
-
Nefropati toksik
Ginjal
rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah
dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik
untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan
penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
-
KLASIFIKASI
-
Stadium 1
Kerusakan
ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan
CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
-
Stadium 2
Kerusakan
ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita
dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan
lain.
-
Stadium 3
Penurunan
lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
-
Stadium 4
Penurunan
berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan
belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan
ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.
-
Stadium 5
Kegagalan
ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau
pencangkokan ginjal.
-
MANIFESTASI KLINIK
-
Sistem Gastrointestinal
-
Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti (amonia metil guanidin) serta sembabnya mukosa usus.
-
Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.
-
Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.
-
Sistem Integumen
-
Kulit berwarna pucat akibat anemia
-
Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori.
-
Ekimosis akibat gangguan hematologis.
-
Bekas garukan karena gatal.
-
Sistem Hematologi
-
Anemia
Penyebabnya
yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga terjadi pengurangan
eritropoesis pada sumsum tulang belakang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremik, defesiensi
asam folat akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan pada saluran
cerna dan fibrosis pada sumsum tulang akibat hipertiroid sekunder.
-
Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan
perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
-
Gangguan fungsi leukosi
Hiperpigmentasi
leukosit, pagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun.
-
Sistem Syaraf dan otot
-
Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan kakinya (Restless leg syndrome).
-
Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki (Burning feet syndrome).
-
Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan kejang – kejang.
-
Sistem Kardiovaskuler
-
Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron.
-
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
-
Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.
-
Edema akibat penimbunan cairan
-
Sistem Endokrin
-
Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita gangguan menstruasi (amenore)
-
Gangguan toleransi glukosa.
-
Gangguan metabolisme lemak
-
Gangguan metabolisme Vitamin D.
-
Gangguan sistem lain
-
Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik.
-
Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.
-
Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.
-
PATOFISIOLOGI
Pada
waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
-
Gangguan Klirens Ginjal
Banyak
masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan
laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi
juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
-
Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal
juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak
terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
-
Asidosis
Dengan
semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi
-
AnemiA
Sebagai
akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
-
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas
yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang
satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal
ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D
(1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
-
Penyakit Tulang Uremik
Disebut
Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.
-
PATHWAYS
-
PENATALAKSANAAN
-
Terapi Konservatif
Perubahan
fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan
sampai tahun.
Prinsip
terapi konservatif :
-
Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
-
Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
-
Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi
-
Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
-
Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
-
Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
-
Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
-
Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
-
Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
-
Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
-
Kendalikan terapi ISK
-
Diet protein yang proporsional.
-
Kendalikan hiperfosfatemia.
-
Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
-
Terapi hiperfosfatemia.
-
Terapi keadaan asidosis metabolik.
-
Kendalikan keadaan hiperglikemia.
-
Terapi alleviative gejala azotemia
-
Pembatasan konsumsi protein hewani.
-
Terapi keluhan gatal-gatal.
-
Terapi keluhan gastrointestinal.
-
Terapi keluhan neuromuskuler.
-
Terapi keluhan tulang dan sendi.
-
Terapi anemia.
-
Terapi setiap infeksi.
Menurut Toto Suharyanto dan Abdul Madjid, 2009: 189 Pengobatan gagal ginjal kronis dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu:
-
Tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif
-
Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
-
Pembatasan protein, tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
Rasional:
Untuk
membatasi produk akhir metabolisme protein yang tidak dapat di
ekskresi oleh ginjal. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin dalam
darah,
mencegah/mengurangi
penimbunan garam/air dalam tubuh.
-
Diet rendah kalium. Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
-
Diet rendah natrium. Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
-
Pengaturan cairan. Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah, mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
-
Terapi simtomatik
-
Asidosis metabolik
Jika
terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia
) :
-
Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
-
Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
-
Anemia
-
Anemia Normokrom normositer
Berhubungan
dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin
(ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
-
Anemia hemolisis
Berhubungan
dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin
asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
-
Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi
Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).
Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan
secara hati-hati.
-
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
-
HCT < atau sama dengan 20 %
-
Hb < atau sama dengan 7 mg5
-
Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.
-
Kelainan Kulit
Beberapa
pilihan terapi :
-
Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
-
Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
-
Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
-
Pemberian obat (Diphenhidramine 25-50 P.O, Hidroxyzine 10 mg P.O
-
Kelainan Neuromuskular
Terapi
pilihannya :
-
HD reguler.
-
Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
-
Operasi sub total paratiroidektomi.
-
Hipertensi
Bentuk
hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi,
tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya
meliputi :
-
Restriksi garam dapur.
-
Diuresis dan Ultrafiltrasi.
-
Obat-obat antihipertensi.
-
Terapi pengganti
Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).
Dialisis
yang meliputi :
-
Hemodialisa
Tindakan
terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG).
-
Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi
ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
-
FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
-
Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
-
Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
-
Riwayat penyakit:
-
Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
-
Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
-
Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM)
-
Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
-
Pemeriksaan Fisik :
-
Pernafasan (B 1 : Breathing):
Gejala:
Nafas
pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak.
Tanda
:Takhipnoe,
dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum
-
Cardiovascular (B 2 : Bleeding) :
Gejala
: Riwayat
hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
: Hipertensi,
nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction
rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
-
Persyarafan (B 3 : Brain) : Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma
-
Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala
: Penurunan
frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda
: Perubahan
warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria
-
Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) : Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
-
Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) :
Gejala
: Nyeri
panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda
: Pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
-
Pola aktivitas sehari-hari
-
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien
-
Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
-
Pola Eliminasi : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
-
Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
-
Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
-
Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
-
Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
-
Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
-
Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
-
Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
-
Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien
-
DIAGNOSA KEPERAWATAN
-
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
-
Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
-
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur reabsorsi dan sekresi elektrolit
-
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
-
Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)
-
Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
-
Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit
-
RENCANA TINDAKAN
Diagnose
|
Tujuan
dan criteria hasil
|
Intervensi
|
Pola
nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
|
NOC:
Respiratory
status : Ventilation
Respiratory
status : Airway patency
Vital
sign Status
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien
menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria
hasil:
|
NIC:
|
Kelebihan
volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
|
NOC
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ….Kelebihan
volume cairan teratasi dengan kriteria:
|
NIC
:
|
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur reabsorsi dan sekresi
elektrolit
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ….x diharapkan cairan dan
elektrolit klien seimbang dengan kriteria hasil :
Label
NOC : Fluid Balance
Label
NOC : Vital sign
|
Electrolyte
Monitoring
Fluid
Management
Vital
Signs Monitoring
|
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
|
NOC:
Tissue
Integrity : Skin and Mucous Membranes
Wound
Healing : primer dan sekunder
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas
kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
|
NIC
: Pressure Management
|
Nyeri
akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal,
kesemutan)
|
NOC
:
Level
control,
comfort
level
Setelah
dilakukan tinfakan keperawatan selama ….Pasien
tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
|
NIC
:
|
Risiko
infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
|
NOC
:
Immune
Status
Knowledge
: Infection control
Risk
control
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
|
NIC
:
|
Risiko
perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …….. diharapkan Tidak
terjadi perdarahan
Dengan
Kriteria hasil:
-
TD
100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
-
Tidak
ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
-
Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik (sianosis, pucat, keringat
dingin)
a.
|
Rasional
: Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda
klinis seperti epistaksis, ptike.
Rasional
: Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
Rasional
: Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan
dini bila terjadi perdarahan.
Rasional
: Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang
dialami pasien.
|
-
EVALUASI
-
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
-
Tidak ada sianosis
-
Adanya batuk yang efektif
-
Tidak ada sesak napas
-
Sputum dapat keluar
-
Tidak ada pursed lips
-
Jalan napas paten (tidak merasa tercekik, irama napas teratur, frekuensi napas 16-20 x/menit, tidak ada suara napas tambahan)
-
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
-
Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
-
Tidak ada edema, efusi, anasarka
-
Bunyi napas bersih
-
Tidak ada dipsnea
-
Tidak ada distensi vena jugularis
-
Tidak ada kelelahan dan bingung
-
Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR : 60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5
-
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur reabsorsi dan sekresi elektrolit
-
Turgor kulit elastic
-
Intake dan output cairan seimbang
-
Membrane mucus lembab
-
Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR : 60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5
-
Kadar elektrolit dalam tubuh normal
-
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
-
Perfusi jaringan baik
-
Tidaka da luka /lesi pada kulit
-
Turgor kulit elastic
-
Hidrasi cukup
-
Kelembaban kulit baik
-
Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)
-
Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-
Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
-
Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
-
Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
-
Tanda vital dalam rentang normal
-
Tidak mengalami gangguan tidur
-
Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
-
Jumlah leukosit dalam batas normal
-
Pasien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
-
Adanya perilaku hidup sehat
-
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
-
Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit
-
TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
-
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
-
Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik (sianosis, pucat, keringat dingin)
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku
Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito.
2001. Rencana
Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif.
Jakarta: EGC
Daugirdas,
J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Kusuma,
Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Mansjoer,
A dkk. (2007).
Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius
Mutaqqin,
Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Suharyanto
Toto dan Abdul Madjid.2009. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta. TIM.
Suyono,
Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKU