Nama : Bayu Aji Sismanto
NIM : 690.150.200 / Kelompok 2.2
LAPORAN
PENDAHULUAN
“ASFIKSIA”
STASE
KEPERAWATAN ANAK
- KONSEP DASAR
1. Pengertian
Prawirohardjo (2008) menjelaskan asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi dimana
tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Saiffudin (2001) juga
menjelaskan bahwa asfiksia
berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Mansjoer, 2000).
Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ
bayi seperti pengembangan paru-paru, proses terjadinya asfiksia neonatorum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera
setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Banyak faktor yang menyebabkannya,
diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru,
gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada
faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin
itu sendiri. (Hidayat, 2005).
2. Klasifikasi/ jenis/ macam
Asfiksia
dikalsifikasikan berdasarkan penilaian APGAR SCORE.
Tanda
|
Skor APGAR
|
||
0
|
1
|
2
|
|
Frekuensi Jantung
|
Tidak ada
|
< 100 x/menit
|
> 100 x/menit
|
Usaha bernafas
|
Tidak ada
|
Lambat tak teratur
|
Menangis kuat
|
Tanus otot
|
Lumpuh
|
Ekstremitas agak fleksi
|
Gerakan aktif
|
Refleks
|
Tidak ada
|
Gerakan sedikit
|
Gerakan kuat/melawan
|
Warna kulit
|
Biru/pucat
|
Tubuh kemerahan, eks biru
|
Seluruh tubuh kemerahan
|
a.
Asfiksia
berat (Nilai APGAR 0-3) Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/
menit, tonus otot buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi
tidak ada.
b.
Asfiksia
ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6) Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 /
menit, tonus otot kurang baik atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan
biru), menangis. Respirasi lambat, tidak teratur.
c.
Bayi normal
atau sedikit asfiksia 7 – 9 Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus
otot baik/ pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi
baik.
d.
Bayi normal
dengan nilai APGAR 10 Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.
3. Fisiologi
Beberapa kondisi tertentu pada
ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga
pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim
ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru
lahir.
Penolong persalinan harus
mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia.
Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan
dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
Beberapa faktor tertentu
diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan
Faktor Tali Pusat
a.
Lilitan tali
pusat
b.
Tali pusat
pendek
c.
Simpul tali
pusat
d.
Prolapsus
tali pusat
Faktor
Bayi
a.
Bayi prematur
(sebelum 37 minggu kehamilan)
b.
Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c.
Kelainan
bawaan (kongenital)
d.
Air ketuban
bercampur mekonium (warna kehijauan)
4. Gangguan / masalah
Gangguan yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a.
Edema otak
& Perdarahan otak
Pada
penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan
hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
b.
Anuria atau
oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh
darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c.
Kejang
Pada bayi
yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi
jaringan tak efektif.
d.
Koma
Apabila pada
pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
5. Pathways
Gambar
1.1 Pathways Asfiksia (World Health Organization, 2009)
6. Patofisiologi
Pada penderita asfiksia telah
dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta transport 02 akan menyebabkan
berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran C02. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia
fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi,
gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan,
gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan
terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik
yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam
basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh,
sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh
penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung.
7.
Tanda dan
gejala
a.
Pernapasan
terganggu
b.
Detik
jantung menurun
c.
Refleks/
respons bayi melemah
d.
Tonus otot menurun
e.
Warna kulit
biru atau pucat
f.
Kejang
g.
Penurunan
kesadaran
- KONSEP KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
1.
Data
subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama,
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu,
umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat natal, komplikasi
persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya,
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan
psikologis.
2.
Data
Obyektif, terdiri dari:
a.
Keadaan umum
Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu
tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140
kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit.
b.
Pemeriksaan
fisik.
i.
Kulit; warna
kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.
ii.
Kepala;
kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung.
iii.
Mata; warna
conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna
sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
iv.
Hidung terdapat
pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
v.
Mulut; Bibir
berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
vi.
Telinga;
perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya
karena leher nenoatus pendek
vii.
Thorax; bentuk
simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
viii.
Abdomen,
bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis
papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
ix.
Genitalia;
pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
x.
Anus;
perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeses.
xi.
Ekstremitas;
warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
xii.
Refleks;
pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek
moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya
patah tulang.
(Iskandar
Wahidiyat, 1991 dan Potter Patricia
A, 1996).
2.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
2.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
3.
Resiko
terjadinya hipoglikemia
4.
Resiko
terjadinya hipotermia
5.
Resiko
terjadinya infeksi
6.
Gangguan
hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah
3. Rencana Tindakan
a.
Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat
i.
Tujuan:
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
ii.
Kriteria:
Pernafasan normal 40-60 kali permenit, Pernafasan teratur, Tidak cyanosis,
Wajah dan seluruh tubuh warna kemerahan, Gas darah normal.
iii.
Intervensi:
1.
Letakkan
bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
Rasional :
Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi
kelancaran jalan nafas.
2.
Bersihkan
jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Rasional :
Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin
pertukaran gas yang sempurna.
4.
Observasi
gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional :
Deteksi dini adanya kelainan.
5.
Kolaborasi
dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
Rasional :
Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan
peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
b. Resiko
terjadinya hipotermi berhubungan
dengan adanya proses persalinan yang lama dengan ditandai akral dingin suhu
tubuh dibawah 36° C.
i.
Tujuan:
Tidak terjadi hipotermia.
ii.
Kriteria:
Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C; Akral hangat; Warna seluruh tubuh kemerahan
iii.
Intervensi:
1.
Letakkan
bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer).
Rasional :
Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi
menjadi hangat.
2.
Singkirkan
kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk
/kain yang kering dan hangat.
Rasional :
Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
3.
Observasi
suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional :
Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia. 4. Kolaborasi
dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin
diberikan. R/ Mencegah terjadinya hipoglikemia.
c. Resiko
gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
i.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
ii.
Kriteria:
Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik; Berat badan tidak turun lebih
dari 10%, Retensi tidak ada.
iii.
Intervensi:
1.
Lakukan
observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
Rasional :
Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan/
perawatan yang tepat.
2.
Monitor
turgor dan mukosa mulut.
Rasional :
Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3.
Monitor
intake dan out put.
Rasional :
Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).
4.
Beri
ASI/PASI sesuai kebutuhan.
Rasional :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5.
Lakukan
control berat badan setiap hari.
Rasional :
Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
d. Resiko
terjadinya infeksi.
i.
Tujuan:
Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
ii.
Kriteria:
Tidak ada tanda-tanda infeksi; Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
iii.
Intervensi:
1.
Lakukan teknik
aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
Rasioanal :
Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah
2.
Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional :
Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
3.
Pakai baju
khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
Rasional :
Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
4.
Lakukan
perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
Rasional :
Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena
mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
5.
Jaga
kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional :
Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6.
Observasi
tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal.
Rasional :
Deteksi dini adanya kelainan.
7.
Hindarkan
bayi kontak dengan sakit.
Rasional :
Mencegah terjadinya penularan infeksi.
8.
Kolaborasi
dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional :
Mencegah infeksi dari pneumonia.
e. Resiko
terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat.
i.
Tujuan:
Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.
ii.
Kriteria:
Akral hangat; Tidak cyanosis; Tidak apnea; Suhu normal (36,5°C -37,5°C);
Distrostik normal (> 40 mg).
iii.
Intervensi:
1.
Berikan
nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.
Rasional :
Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out
put.
2.
Beri selimut
dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan.
Rasional :
Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan
sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi.
3.
Observasi
gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi).
Rasional :
Deteksi dini adanya kelainan.
4.
Kolaborasi
dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik.
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang
ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.
f. Gangguan
hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
i.
Tujuan:
Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
ii.
Kriteria:
Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi, Bayi segera pulang dan ibu
dapat merawat bayinya sendiri.
iii.
Intervensi:
1.
Jelaskan
para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.
Rasional :
Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan
ibu/keluarga.
2.
Bantu orang
tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
3.
Orientasi
ibu pada lingkungan rumah sakit.
Rasional :
Ketidaktahuan memperbesar stressor.
4.
Tunjukkan
bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Rasional :
Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
5.
Lakukan
rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.
Rasional :
Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi
diperbolehkan pulang.
DAFTAR
PUSTAKA
Berhman, Kliegman &
Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa : A. Samik
Wahab. Jilid 1. Jakarta : EGC
http://www.authorstream.com/Presentation/zhukma-195191-asfiksia-tugas-keperawatan-anak-ii-asfiksi-education-ppt-powerpoint/
Mansjoer, A. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
World Health Organization Indonesia, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pelayaan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit
& Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. World
Health Organization: Jakarta
http://ummukautsar.wordpress.com/2010/01/16/pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayi-baru-lahir/