Kode |
Standard |
Objektif |
---|---|---|
SKP.1 | Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan (akurasi) identifikasi pasien | Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek
diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak
benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi,
tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah
tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam
lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri,
atau mengalami situasi lainnya.
Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan ketepatan
pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk
menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien.
Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat
paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama
pasien, tanggal lahir, nomor rekam medik, atau bentuk lainnya (misalnya,
nomor induk kependudukan atau barcode). Nomor kamar pasien tidak dapat
digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini
digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan,
rawat inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan
lainnya.
Dua (2) bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait
intervensi kepada pasien. Misalnya, identifikasi pasien dilakukan
sebelum memberikan radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialisis,
pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan
identifikasi terhadap pasien koma
|
SKP.2 | Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar-PPA. | Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi
yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi
yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi
kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon,
komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus
disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen
dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk
memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan
ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan
phentobarbital, serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu
isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi
tidak terbatas pada
1. pemeriksaaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan kedokteran nuklir;
4. prosedur ultrasonografi;
5. magnetic resonance imaging;
6. diagnostik jantung;
7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien,
seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside
ultrasound, atau transesophageal echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara
mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam
jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas
bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan
kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya
dihindari;
2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau
komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan
panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil
pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai
kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa
hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan
secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima
informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan,
dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara
akurat.
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit
sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal.
Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang
diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5)
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi
a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis
dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA
dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift;
b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti
jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit
darurat ke kamar operasi; dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit terapi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan
pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse
event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik
dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki
secara signifikan proses asuhan pasien.
|
SKP.2.1 | Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis. | Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi
yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi
yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi
kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon,
komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus
disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen
dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk
memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan
ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan
phentobarbital, serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu
isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi
tidak terbatas pada
1. pemeriksaaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan kedokteran nuklir;
4. prosedur ultrasonografi;
5. magnetic resonance imaging;
6. diagnostik jantung;
7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien,
seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside
ultrasound, atau transesophageal echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara
mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam
jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas
bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan
kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya
dihindari;
2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau
komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan
panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil
pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai
kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa
hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan
secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima
informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan,
dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara
akurat.
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit
sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal.
Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang
diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5)
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi
a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis
dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA
dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift;
b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti
jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit
darurat ke kamar operasi; dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit terapi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan
pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse
event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik
dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki
secara signifikan proses asuhan pasien.
|
SKP.2.2 | Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses komunikasi Serah Terima (hand over). | Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi
yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi
yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi
kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon,
komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus
disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen
dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk
memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan
ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan
phentobarbital, serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu
isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi
tidak terbatas pada
1. pemeriksaaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan kedokteran nuklir;
4. prosedur ultrasonografi;
5. magnetic resonance imaging;
6. diagnostik jantung;
7. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien,
seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside
ultrasound, atau transesophageal echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara
mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam
jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas
bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan
kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya
dihindari;
2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau
komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan
panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil
pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai
kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa
hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan
secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima
informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan,
dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara
akurat.
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit
sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal.
Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang
diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5)
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi
a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis
dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA
dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift;
b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti
jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit
darurat ke kamar operasi; dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit terapi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan
pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse
event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik
dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki
secara signifikan proses asuhan pasien.
|
SKP.3 | Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai. | Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan
pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
pasien, terutama obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai
adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah
menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas
� obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin,
atau kemoterapeutik;
� obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak atau
kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti
Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama
obat rupa ucapan mirip (NORUM);
� elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama
atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama
atau lebih besar dari 3 mmol atau ml, natrium klorida dengan konsentrasi
lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau
lebih.
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di
seluruh dunia. Penyebab hal ini adalah
1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
2) ada produk baru;
3) kemasan dan label sama;
4) indikasi klinis sama;
5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.
Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di
berbagai organisasi kesehatan seperti the World Health Organization
(WHO) dan Institute for Safe Heatlh Medication Practices (ISMP), di
berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau
kejadian sentinel.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau
ketidaksengajaan menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium
klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium
fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol atau ml,
natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat
dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.
Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup
baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh
orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk
mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan
proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert
medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan
perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4).
Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan
informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit,
data tentang kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau
kejadian nyaris cedera (near miss) termasuk risiko terjadi salah
pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari
Institute for Safe Health Medication Practices (ISMP), Kementerian
Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk
menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan
menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label
atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat
high alert.
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit
perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap
memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat,
menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di
instalasi farmasi atau unit atau depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan
di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang berada
di bawah tanggung jawab apoteker.
|
SKP.3.1 | Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola penggunaan elektrolit konsentrat. | Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan
pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
pasien, terutama obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai
adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah
menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas
� obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin,
atau kemoterapeutik;
� obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak atau
kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti
Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama
obat rupa ucapan mirip (NORUM);
� elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama
atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama
atau lebih besar dari 3 mmol atau ml, natrium klorida dengan konsentrasi
lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau
lebih.
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di
seluruh dunia. Penyebab hal ini adalah
1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
2) ada produk baru;
3) kemasan dan label sama;
4) indikasi klinis sama;
5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.
Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di
berbagai organisasi kesehatan seperti the World Health Organization
(WHO) dan Institute for Safe Heatlh Medication Practices (ISMP), di
berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau
kejadian sentinel.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau
ketidaksengajaan menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium
klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq atau ml, potasium
fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol atau ml,
natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat
dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.
Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup
baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh
orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk
mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan
proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert
medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan
perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4).
Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan
informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit,
data tentang kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau
kejadian nyaris cedera (near miss) termasuk risiko terjadi salah
pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari
Institute for Safe Health Medication Practices (ISMP), Kementerian
Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk
menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan
menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label
atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat
high alert.
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit
perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap
memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat,
menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di
instalasi farmasi atau unit atau depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan
di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang berada
di bawah tanggung jawab apoteker.
|
SKP.4 | Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sebelum menjalani tindakan dan atau prosedur. | Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani
tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan
dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat
1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;
2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi
operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;
3) asesmen pasien tidak lengkap;
4) catatan rekam medik tidak lengkap;
5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas,
dan tidak lengkap;
7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.
Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi
dan atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui
mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat
laparaskopi atau endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik
dan terapeutik.
Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang
melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh,
kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi,
pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area
rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan.
Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai
berikut:
1. beri tanda di tempat operasi;
2. dilakukan verifikasi praoperasi;
3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.
Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif
melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat
dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat
di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur
operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta
harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus,
lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral
(laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari
tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang.
Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah
1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;
2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan
hasil pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang
dibutuhkan.
Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum
pasien tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing,
hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi
tanda di tempat (lokasi) operasi.
Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua
anggota tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan
yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan.
Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi sesaat sebelum
prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit
harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.
Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian
yang mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini
adalah akibat komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan atau atau prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini.
Kebijakan termasuk definisi operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya
prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati penyakit serta
kelainan atau disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap
lokasi di rumah sakit bila prosedur ini dijalankan.
Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist
dari WHO Patient Safety terkini.
|
SKP.4.1 | Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar operasi atau ruang tindakan sebelum operasi dimulai. | Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani
tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan
dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat
1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;
2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi
operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;
3) asesmen pasien tidak lengkap;
4) catatan rekam medik tidak lengkap;
5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas,
dan tidak lengkap;
7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.
Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi
dan atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui
mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat
laparaskopi atau endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik
dan terapeutik.
Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang
melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh,
kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi,
pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area
rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan.
Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai
berikut:
1. beri tanda di tempat operasi;
2. dilakukan verifikasi praoperasi;
3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.
Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif
melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat
dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat
di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur
operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta
harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus,
lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral
(laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari
tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang.
Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah
1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;
2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan
hasil pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang
dibutuhkan.
Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum
pasien tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing,
hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi
tanda di tempat (lokasi) operasi.
Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua
anggota tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan
yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan.
Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi sesaat sebelum
prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit
harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.
Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian
yang mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini
adalah akibat komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan atau atau prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini.
Kebijakan termasuk definisi operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya
prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati penyakit serta
kelainan atau disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap
lokasi di rumah sakit bila prosedur ini dijalankan.
Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist
dari WHO Patient Safety terkini.
|
SKP.5 | Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan evidence-based hand hygiene guidelines untuk menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. | Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah
tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi
terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas
kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di
semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing
disebabkan oleh kateter, infeksi pembuluh atau aliran darah terkait
pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-paru
terkait penggunaan ventilator.
Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya
adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman
kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia dari World Health Organization
(WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene)
dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi
pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur
menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel),
tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman. (lihat juga PPI 9) |
SKP.6 | Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh. | Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh. Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain: 1. kondisi pasien; 2. gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif); 3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; 4. riwayat jatuh pasien; 5. konsumsi obat tertentu; 6. konsumsi alkohol. Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan atau atau anestesi, perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh. Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi. Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan peralatan lain untuk latihan. Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan. Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh. Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan regulasi yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidak- kesengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan. |
CARI INFORMASI DISINI
POSTINGAN TERPOPULER
-
Judul : Panduan Pelaksanaan Early Warning System (EWS) di Rumah Sakit Label : Masuk dalam Akreditasi JCI Chapter Care of Pati...
-
International Patient Safety Goals (IPSG) help accredited organizations address specific areas of concern in some of the most problema...
-
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DENGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG ...
-
1. Buka Bwoser Google.com 2. Klik DPM-PTSP Kota Bekasi atau silahkan langsung klik link berikut : DPM-PTSP Kota Bekasi (bekasikota.go.id...
-
LAPORAN PENDAHULUAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN EDEMA PARU AKUT (ACUTE LUNG OEDEM) A. PENGERTIAN Edema, pada umumnya, berarti ...
Iklan Artikel 13092024
Wednesday, 15 April 2020
Sasaran Keselamatan Pasien adalah Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
Subscribe to:
Posts (Atom)