LAPORAN PENDAHULUAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
EDEMA PARU AKUT (ACUTE LUNG OEDEM)
A. PENGERTIAN
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini
secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh
darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena
terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada
cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam
plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah)
(Horrison, 1995).
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan
ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar
pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya,
dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru
secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru
terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran
cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang
disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul
dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk
bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema
paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk
pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan
olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.
B. ETIOLOGI
-
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
–Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya
gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
–Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh
karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
–Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh
karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
b)Penurunan tekanan onkotik plasma.
–Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit
ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
–Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau
efusi pleura (unilateral).
– Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena
obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan
end-expiratory volume (asma).
d)Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
–Sampai sekarang belum ada contoh secara
percobaan maupun klinik.
-
Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a)Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b)Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine,
asap Teflon®, NO2, dsb).
c)Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular,
endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d)Aspirasi asam lambung.
e)Pneumonitis radiasi akut.
f)Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g)Disseminated Intravascular Coagulation.
h)Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat
nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i)Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j)Pankreatitis Perdarahan Akut.
-
Insufisiensi Limfatik :
a)Post Lung Transplant.
b)Lymphangitic Carcinomatosis.
c)Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
-
Tak diketahui/tak jelas
a)High Altitude Pulmonary Edema.
b)Neurogenic Pulmonary Edema.
c)Narcotic overdose.
d)Pulmonary embolism.
e)Eclampsia
f)Post Anesthesia.
g)Post Cardiopulmonary Bypass.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi
menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui
oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Khronik
»Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan
oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak
bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung
tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan
yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan
oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam
sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan
dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung
yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah
darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini
dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
»Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang
umumnya disebabkan oleh hal berikut:
î Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi
terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya,
dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
î kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan
oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan
racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada
paru-paru.
î Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk
mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan
dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada
orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin
perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
î High altitude pulmonary edema, yang dapat
terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi
lebih dari 10,000 feet.
î Trauma otak, perdarahan dalam otak
(intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi
otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
Î Paru yang mengembang secara cepat dapat
adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin
terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau
jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh
(unilateral pulmonary edema).
î Jarang, overdosis pada heroin atau methadone
dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau
penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada
aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
Î Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari
non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut
yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung
injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
D. PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan
kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah
dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah
yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam
paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema
adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang
berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia
dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary
edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan
aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia)
mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih
jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin
mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles
(suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden
pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga
dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang
prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan
fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang
tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.
Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga
menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.
Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan
fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.
Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia
dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut
biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing
yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun
tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian
indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema
paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada
beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler
paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti
pada cardiogenic shock lung.
F. DIAGNOSA PENUNJANG
» Pemeriksaan Fisik
– Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi
napas seperti mukus berbuih.
– Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering
dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
sebagai asma kardiale.
– Takikardia dengan S3 gallop.
– Murmur bila ada kelainan katup.
» Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia
dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.
» Laboratorium
– Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula
rendah dan kemudian hiperkapnia.
– Enzim kardiospesifik meningkat jika
penyebabnya infark miokard.
– Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit,
urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T),
angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas
didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal
terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral
column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai
bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi
oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema
mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua
bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah
dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari
bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari
alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin
mendasarinya.
» Gambaran Radiologi yang ditemukan :
– Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi
vaskular di hilus)
– Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral)
– Kranialisasi vaskuler
– Hilus suram (batas tidak jelas)
– Interstitial fibrosis (gambaran seperti
granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
» Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung
: kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall
motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan
dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
» Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide
(BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam
menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk
pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau
N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan
timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar
jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter
lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi
menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang
kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.
» Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah
tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam
vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang –
ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler
paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru,
disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg
atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary
edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya
menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan
kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada
intensive care unit (ICU).
G. PENATALAKSANAAN
– Posisi ½ duduk.
– Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit
bila perlu dengan masker NRBM.
– Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu,
ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2
konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan
intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
– Infus emergensi. Monitor tekanan darah,
monitor EKG, oksimetri bila ada.
– Nitrogliserin sublingual atau intravena.
Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika
tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
– Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak
memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama
dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
– Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang
tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
– Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip
continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
– Bila perlu (tekanan darah turun / tanda
hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
– Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien
infark miokard.
– Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
– Operasi pada komplikasi akut infark miokard,
seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda
tendinae.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
-
Pengkajian
î Identitas :
î Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung
mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
î Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak
nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba
pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik
tanda klinik mungkin menyertai klien
î Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak
sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta
kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui
pada klien
î Pemeriksaan fisik
-
Sistem Integumen
Subyektif : –
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun
(akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan
-
Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung,
hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,
penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru,
-
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
suara jantung tambahan
-
Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal,
letargi
-
Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal,
retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
-
Sistem genitourinaria
Subyektif : –
Obyektif : produksi urine menurun,
-
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
î Pemeriksaan Penunjang :
-
Hb : menurun/normal
-
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
-
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
Diagnosa yang mungkin muncul
-
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas
-
Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
-
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
-
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
-
Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadapprosedur medis
-
Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
-
Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
-
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
Rencana Tindakan:
Intervensi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan & KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
keadaan tubuh yang lemah
|
Pola nafas kembali
efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam,
dengan kriteria hasil:
1.Tidak terjadi
hipoksia atau hipoksemia
2.Tidak sesak
3.RR normal (16-20
× / menit)
4.Tidak terdapat
kontraksi otot bantu nafas
5.Tidak terdapat sianosis
|
3.Observasi tanda
dan gejala sianosis
4.Berikan terapi
oksigenasi
5.Observasi
tanda-tanda vital
6.Observasi
timbulnya gagal nafas.
7.Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan
pengobatan
|
1.Informasi yang
adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan
terapi
2.Jalan nafas yang
longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
3.Sianosis
merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2
pada jaringan tubuh perifer .
4.Pemberian
oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5.Dyspneu,
sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
6.Ketidakmampuan
tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7.Pengobatan yang
diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi
keperawatan
|
2
|
Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan
distensi kapiler pulmonar
|
Fungsi pertukaran
gas dapat maksimal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
× 24 jam dengan kriteria hasil:
8.Tidak terjadi
sianosis
9.Tidak sesak
|
|
1.Informasi yang
adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan
terapi
2.Jalan nafas yang
longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancer
3.Posisi yang
berbeda menurunkan resiko perlukaan akibat imobilisasi
4.Pemberian
oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia
5.Dyspneu,
sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
6.Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi
sangat membantu dalam proses terapi keperawatan
|
3
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area
invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang
endotrakeal
|
Infeksi tidak
terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam,
dengan kriteria hasil:
7.Pasien mampu
mengurangi kontak dengan area pemasangan selang endotrakeal
8.Suhu normal (36,5oC)
|
1.Berikan HE pada
pasien tentang kondisi yang dialaminya
2.Observasi
tanda-tanda vital.
3.Observasi daerah
pemasangan selang endotrakheal
4.Lakukan tehnik
perawatan secara aseptik
5.Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan
pengobatan
|
1.Informasi yang
adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan
terapi
2.Meningkatnya
suhu tubuh dpat dijadikan sebagai indicator terjadinya infeksi
3.Kebersihan area
pemasangan selang menjadi factor resiko masuknya mikroorganisme
4.Meminimalkan
organisme yang kontak dengan pasien dapat menurunkan resiko
terjadinya infeksi
5.Pengobatan yang
diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi
keperawatan
|
-
Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara
aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
-
Evaluasi:
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana
keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan
apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC
Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk
Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC