PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013
TENTANG
KOMITE
KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa untuk meningkatkan profesionalisme, pembinaan etik dan
disiplin tenaga keperawatan, serta menjamin mutu pelayanan kesehatan dan melindungi
keselamatan pasien perlu dibentuk Komite Keperawatan di Rumah Sakit;
b. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit;
Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
2004
Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009
tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004
Nomor
114,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009
Nomor
153,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara
Tahun
1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
5.
Keputusan . . .
-
2 -
|
5.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/MENKES/SK/III/2007
tentang
Standar
Profesi
Bidan;
6.
|
Peraturan Menteri Kesehatan
|
Nomor
|
|
HK.02.02/MENKES/148/I/2010
tentang
|
Izin dan
|
Penyelenggaraan Praktik Perawat sebagaimana
telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17
Tahun
2013 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun
2013
Nomor 473);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 585)
sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013
(Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 741);
8.
|
Peraturan Menteri
|
Kesehatan
|
|
Nomor
|
|
1464/MENKES/PER/X/2010
|
Tentang
|
Izin
|
dan
|
Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita
Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 501);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 603);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN TENTANG
KOMITE
KEPERAWATAN RUMAH SAKIT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan ini yang dimaksud dengan:
1. Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural rumah
sakit yang mempunyai fungsi utama
mempertahankan dan
meningkatkan
profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu
profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi.
2.
Rumah Sakit . . .
-
3 -
|
2. Rumah
Sakit
adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
3. Kewenangan Klinis tenaga keperawatan
adalah
uraian
intervensi
keperawatan dan kebidanan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan berdasarkan area praktiknya.
4. Penugasan Klinis adalah penugasan
kepala/direktur
Rumah
Sakit
kepada tenaga keperawatan
untuk melakukan asuhan
keperawatan atau asuhan
kebidanan di Rumah Sakit tersebut berdasarkan daftar Kewenangan Klinis.
5. Kredensial
adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk
menentukan kelayakan pemberian Kewenangan Klinis.
6. Rekredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah memiliki Kewenangan Klinis untuk menentukan kelayakan
pemberian Kewenangan Klinis tersebut.
7. Peraturan
Internal Staf Keperawatan adalah aturan yang mengatur tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme tenaga keperawatan
di Rumah Sakit.
8. Audit Keperawatan adalah
upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi perawat dan bidan.
9. Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan dengan reputasi dan kompetensi yang baik untuk
menelaah segala hal yang terkait dengan tenaga keperawatan.
10.
Buku Putih adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga keperawatan yang digunakan untuk menentukan Kewenangan Klinis.
Pasal
2
Penyelenggaraan Komite Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga keperawatan serta mengatur tata kelola klinis yang baik agar
mutu pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan yang berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih
terjamin dan terlindungi.
Pasal
3 . . .
-
4 -
|
Pasal
3
Tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2
meliputi
perawat dan bidan.
Pasal
4
(1) Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, semua
asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan yang dilakukan oleh setiap tenaga keperawatan di Rumah
Sakit dilakukan atas Penugasan Klinis dari kepala/direktur Rumah Sakit.
(2) Penugasan
Klinis
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
berupa pemberian Kewenangan
Klinis tenaga keperawatan oleh kepala/direktur Rumah
Sakit
melalui penerbitan surat
Penugasan Klinis kepada tenaga keperawatan yang bersangkutan.
(3) Surat Penugasan Klinis
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diterbitkan oleh kepala/direktur Rumah
Sakit
berdasarkan rekomendasi Komite
Keperawatan.
(4) Dalam keadaan darurat
kepala/direktur Rumah
Sakit
dapat memberikan surat
Penugasan Klinis secara
langsung tidak berdasarkan rekomendasi Komite
Keperawatan.
(5) Rekomendasi
Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diberikan setelah dilakukan Kredensial dengan ketentuan bahwa Rumah Sakit
merupakan tempat
untuk
melakukan pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga.
BAB
II
KOMITE
KEPERAWATAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
5
(1) Dalam
rangka mewujudkan
tata kelola klinis yang baik, setiap Rumah
Sakit harus membentuk Komite
Keperawatan.
(2) Komite
Keperawatan merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di Rumah
Sakit yang keanggotaannya terdiri dari
tenaga keperawatan.
(3) Komite
Keperawatan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
bukan
merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan.
Bagian
Kedua . . .
-
5 -
|
Bagian
Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal
6
Komite
Keperawatan dibentuk oleh kepala/direktur Rumah Sakit.
Pasal
7
(1) Susunan
organisasi Komite Keperawatan sekurang-kurangnya terdiri dari:
a.
ketua Komite Keperawatan;
b. sekretaris Komite Keperawatan; dan
c. subkomite.
(2) Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang-kurangnya dapat
terdiri
dari
ketua
dan sekretaris merangkap subkomite.
Pasal
8
(1) Keanggotaan Komite
Keperawatan
ditetapkan oleh kepala/direktur
Rumah Sakit dengan mempertimbangkan sikap
profesional, kompetensi, pengalaman
kerja, reputasi, dan perilaku.
(2) Jumlah
personil keanggotaan Komite
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di Rumah Sakit.
Pasal
9
(1) Ketua Komite Keperawatan ditetapkan oleh kepala/direktur
Rumah
Sakit dengan memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang bekerja di
Rumah Sakit.
(2) Sekretaris
Komite Keperawatan dan ketua subkomite
ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit berdasarkan rekomendasi dari ketua Komite Keperawatan dengan memperhatikan masukan dari
tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit.
Pasal
10
(1) Subkomite sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (1) terdiri dari:
a. subkomite Kredensial;
b. subkomite mutu profesi; dan
c. subkomite etik dan disiplin profesi.
(2)
Subkomite . . .
-
6 -
|
(2) Subkomite
Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertugas merekomendasikan Kewenangan
Klinis yang adekuat sesuai kompetensi
yang dimiliki setiap tenaga keperawatan.
(3) Subkomite mutu profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b bertugas melakukan audit
keperawatan dan merekomendasikan
kebutuhan pengembangan profesional berkelanjutan bagi tenaga keperawatan.
(4) Subkomite etik dan disiplin profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertugas merekomendasikan
pembinaan etik dan disiplin profesi.
Bagian
Ketiga
Fungsi,
Tugas, dan Kewenangan
Pasal
11
(1) Komite Keperawatan mempunyai
fungsi meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan yang
bekerja di Rumah Sakit dengan cara:
a. melakukan Kredensial bagi seluruh
tenaga
keperawatan
yang
akan melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit;
b. memelihara mutu profesi tenaga
keperawatan; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku
profesi perawat dan bidan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi Kredensial, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a. menyusun daftar rincian Kewenangan
Klinis dan Buku Putih;
b. melakukan verifikasi persyaratan
Kredensial;
c. merekomendasikan Kewenangan Klinis
tenaga keperawatan;
d.
merekomendasikan pemulihan Kewenangan
Klinis;
e. melakukan
Kredensial ulang secara
berkala sesuai waktu yang ditetapkan;
f. melaporkan seluruh proses
Kredensial
kepada
Ketua
Komite
Keperawatan untuk diteruskan kepada kepala/direktur Rumah Sakit;
(3) Dalam
melaksanakan fungsi
memelihara mutu
profesi, Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai
berikut:
a. menyusun
data
dasar profil tenaga keperawatan
sesuai
area
praktik;
b.
merekomendasikan . . .
-
7 -
|
b. merekomendasikan perencanaan pengembangan profesional berkelanjutan tenaga
keperawatan;
c.
melakukan audit keperawatan dan
kebidanan; dan
d.
memfasilitasi proses pendampingan
sesuai kebutuhan.
(4) Dalam melaksanakan fungsi
menjaga disiplin
dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite Keperawatan
memiliki tugas sebagai berikut:
a.
melakukan sosialisasi kode etik profesi
tenaga keperawatan;
b. melakukan
pembinaan etik
dan
disiplin profesi tenaga
keperawatan;
c. merekomendasikan penyelesaian masalah pelanggaran disiplin dan masalah
etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan
asuhan keperawatan dan
kebidanan;
d.
merekomendasikan pencabutan Kewenangan
Klinis; dan
e. memberikan pertimbangan dalam
mengambil
keputusan
etis dalam asuhan keperawatan dan kebidanan.
Pasal
12
Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan berwenang:
a. memberikan rekomendasi rincian
Kewenangan Klinis;
b.
memberikan rekomendasi perubahan
rincian Kewenangan Klinis; c. memberikan
rekomendasi penolakan Kewenangan Klinis tertentu; d. memberikan rekomendasi surat Penugasan
Klinis;
e. memberikan
rekomendasi tindak
lanjut
audit
keperawatan dan kebidanan;
f. memberikan rekomendasi pendidikan
keperawatan
dan
pendidikan
kebidanan berkelanjutan; dan
g. memberikan rekomendasi pendampingan dan
memberikan
rekomendasi pemberian tindakan disiplin.
Bagian
Keempat
Hubungan
Komite Keperawatan dengan Kepala/Direktur
Pasal
13
(1) Kepala/direktur Rumah Sakit
menetapkan
kebijakan,
prosedur
dan sumber daya yang diperlukan untuk
menjalankan fungsi dan tugas Komite Keperawatan.
(2) Komite
Keperawatan bertanggung jawab
kepada
kepala/direktur
Rumah Sakit.
Bagian
Kelima . . .
-
8 -
|
Bagian
Kelima
Panitia
Adhoc
Pasal
14
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan dapat dibantu oleh panitia adhoc.
(2) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit berdasarkan
usulan
ketua Komite Keperawatan.
(3) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari tenaga keperawatan yang tergolong sebagai
Mitra Bestari.
(4) Tenaga keperawatan yang tergolong sebagai Mitra Bestari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari Rumah Sakit lain, organisasi profesi perawat,
organisasi profesi bidan, dan/atau
institusi pendidikan keperawatan dan
institusi pendidikan kebidanan.
BAB
III
PERATURAN INTERNAL
STAF KEPERAWATAN
Pasal
15
(1) Setiap
Rumah
Sakit
wajib
menyusun peraturan internal staf keperawatan dengan mengacu pada peraturan internal korporasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Peraturan internal staf keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup tenaga perawat dan
tenaga bidan.
(3) Peraturan internal staf keperawatan disusun oleh Komite Keperawatan
dan disahkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.
(4) Peraturan internal staf keperawatan
berfungsi
sebagai
aturan
yang
digunakan oleh Komite Keperawatan dan staf keperawatan dalam melaksanakan tata
kelola klinis yang baik di Rumah Sakit.
(5) Tata cara
penyusunan Peraturan Internal Staf
Keperawatan dilaksanakan dengan berpedoman pada lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Kesehatan ini.
BAB
IV . .
.
9 -
|
BAB IV PENDANAAN
Pasal
16
(1) Kepengurusan
Komite Keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai dengan aturan dan kebijakan Rumah Sakit.
(2) Pelaksanaan kegiatan Komite Keperawatan didanai
dengan anggaran
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
BAB
V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal
17
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Komite Keperawatan dilakukan oleh Menteri, Badan
Pengawas Rumah Sakit Provinsi, Dewan Pengawas Rumah Sakit, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan perhimpunan/asosiasi
perumahsakitan dengan melibatkan organisasi profesi yang terkait sesuai dengan
tugas dan fungsinya masing-masing.
Pasal
18
(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diarahkan untuk meningkatkan kinerja Komite Keperawatan dalam
rangka menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, serta keselamatan pasien di Rumah Sakit.
(2) Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan melalui:
a. advokasi, sosialisasi, dan bimbingan
teknis;
b. pelatihan dan peningkatan kapasitas
sumber daya manusia; dan c. monitoring
dan evaluasi.
(3) Dalam rangka pembinaan
Komite Keperawatan, Menteri,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dapat memberikan sanksi administratif
berupa teguran lisan
dan teguran tertulis
BAB
VI . . .
-
10 -
|
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
19
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku, Rumah Sakit yang telah
memiliki Komite Keperawatan harus menyesuaikan dengan
Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal
20
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Komite Keperawatan
dilaksanakan dengan berpedoman pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal
21
Peraturan
Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI