A. Konsep Dasar Diare
1. Pengertian Diare
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair.
Bisa juga didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk
cair dengan frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila
BAB sudah lebih dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus
dikatakan diare jika sudah buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari.
(Lia dewi, 2014).
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang
air besar >3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat
disertai atau tanpa disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari
terjadinya proses implamasi pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2013)
2. Penyebab Diare
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih
(2013) ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam
dua golongan yaitu sebagai berikut:
a. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella,
salmonella, golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan
kimia dari makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis (ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi,
hawa dingin dan sebagainya.
2) Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur
terutama canalida.
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:
1) Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan
mineral.
2) Kurang kalori protein.
3) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
3. Patofisiologis
Mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misal toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan sehingga
timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat timbul, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat dari toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal menurut
Wijayaningsih (2013) sebagi berikut:
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(output), merupakan penyebab terjadi kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja/feses. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun didalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metoabolisme
yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler
ke dalam cairan intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi dalam 2 sampai 3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa
darah menurun hingga 40mg% pada bayi dan 50 persen pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
3) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, sehingga perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera
diatasi pasien bisa meninggal.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Lia dewi (2014), berikut ini adalah tanda dan gejala anak yang
mengalami diare:
a. Cengeng, rewel.
b. Suhu meningkat.
c. Gelisah.
d. Nafsu makan menurun.
e. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan darahnya. Kelamaan,
feses ini akan berwarna hijau dan asam.
f. Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan
tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan
kesadaran, dan diakhiri dengan syok.
g. Anus lecet.
h. Berat badan menurun.
i. Turgon kulit menurun.
j. Mata dan ubun-ubun cekung.
k. Selaput lender dan mulut serta kulit menjadi kering.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari
diare, yaitu:
a. Nyeri perut (abdominal discomfort).
b. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
c. Rasa perih di ulu hati.
d. Rasa lekas kenyang.
e. Nafsu makan berkurang.
f. Perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
g. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
h. Demam dan lemah.
i. Membrane mukosa mulut dan bibir kering.
j. Diare.
k. Pontanel cekung.
6. Komplikasi
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan komplikasi yang bisa
terjadi pada diare:
a. Dehidrasi.
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang.
d. Bakterimia.
e. Mal nutrisi.
f. Hipoglikemia.
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
7. Penatalaksanaan
Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
b. Dietetik (pemberian makanan).
c. Obat-obatan.
1) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali setiap
2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4
jam pertama dan sisanya adlibitum.
2) Sesuaikan dengan umur anak:
a) < 2 tahun diberikan ½ gelas,
b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas,
c) > 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas).
3) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25-
100ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.
4) Oralit diberikan sebanyak ±100ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus dehidrasi
ringan sampai berat.
Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RT): 1) Larutan gula
garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½ sendok teh garam dapur halus + 1
gelas air hangat atau air the hangat, 2) Air tajin (2 liter + 5g garam).
a) Cara tradisional.
3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak selama 45-60 menit.
b) Cara biasa.
2 liter air + 100 g tepung beras + 5 g garam dimasak hingga mendidih.
B. Konsep Dasar Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Pada Diare
1. Pengertian Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Risiko ketidakseimbangan elektrolit merupakan suatu kondisi dimana tubuh
berisiko mengalami perubahan kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu
kesehatan (Pranata, 2013).
Risiko ketidakseimbangan elektrolit yaitu kondisi yang berisiko mengalami
suatu perubahan kadar serum elektrolit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Menurut Pranata (2013) banyak faktor yang mempengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit. Berikut ini merupakan hal-hal yang bisa mempengauhi
keseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu:
a. Usia
Usia merupakan tahap kehidupan seseorang dimana terjadi pertumbuhan
dan perkembangan yang sistematis secara normal, kebutuhan cairan dan elektrolit
akan berjalan seiringnya perubahan perkembangan seseorang. Akan tetapi, hal ini
bisa berubah jika terdapat penyakit. Dikarenakan faktor penyakit ini akan
mengganggu status homeostasis cairan dan elektrolit. Berikut ini kebutuhan cairan
dan elektrolit sesuai rentang usia:
1) Bayi
Proporsi cairan dalam tubuh bayi lebih besar daripada orang dewasa.
Meskipun demikian, dalam menjaga status keseimbangan cairan pada bayi lebih
rumit daripada orang dewasa. Karena bayi mengekskresikan volume air dalam
jumlah yang besar, sehingga asupan cairan juga harus besar untuk menjaga
keseimbangan tersebut.
2) Anak
Pada anak kebutuhan cairan masih cukup tinggi. Pada masa pertumbuhan
ini sering terganggu oleh penyakit sehingga berdampak pula dengan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menjadi kurang stabil. Kondisi ini
memicu terjadinya pengeluaran cairan lebih besar dari dalam tubuh dan terjadi
dalam bentuk insensible water loss.
3) Dewasa
Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan anatomis dan fisilogis yang
berdampak pada status metabolik. Dengan peningkatan metabolik maka jumlah
air juga meningkat. Hormonal yang telah berubah juga mempengaruhi kebutuhan
cairan pada masa ini.
Pada masa lansia organ utama dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
yaitu ginjal juga mengalami penurunan fungsi. Penyakit yang diderita pada lansia
juga menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti
diabetes melitus, kanker atau gangguan kardiovaskuler. Terapi obat deuretik pada
lansia juga akan berdampak pada defisit cairan dan elektrolit. Ukuran tubuh
Proporsional tubuh berbanding lurus dengan kebutuhan cairan. Selain
proporsi ukuran tubuh, komposisi dalam tubuh pun ikut mempengaruhi jumlah
total cairan di dalam tubuh. Lemak (lipid) sebagai jaringan yang tidak bisa
menyatu dengan air akan memiliki kandungan air yang minimal. Sehingga pada
wanita yang obesitas kandungan air dalam tubuhnya lebih sedikit daripada wanita
dengan berat badan tubuh normal. Temperatur Lingkungan
Suhu lingkungan juga mempengaruhi kebutuhan caian dan elektrolit
seseorang. Di saat suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka keringat akan
diproduksi lebih banyak untuk menjaga kelembaban kulit dan mendinginkan
permukaan kulit yang panas. Pada kondisi suhu lingkungan yang dingin, pori-pori
tubuh mengecil dan sedikit untuk memproduksi keringat karena kulit sudah
lembab. Berbeda di ginjal, dimana aldosterone akan menurun. Sehingga urine
yang diekskresikan akan lebih banyak.
Gaya hidup
Gaya hidup disini meliputi diet, stres, serta olahraga.
1) Diet
Dalam mempertahankan status cairan dan elektrolit, secara langsung
asupan yang seimbang akan menjaga belance cairan.
2) Stres
Stres akan meningkatkan beberapa hormon, seperti aldosterone,
glukokortikoid serta ADH. Hormone aldosterone dan glukolotikoid akan menyebabkan retensi natrium, sehingga air juga akan tertahan. Dampak dari ADH
adalah penurunan jumlah urine.
3) Olahraga
Olahraga memerlukan energi lebih besar dari biasanya, sehingga memicu
peningkatan kehilangan air yang tidak disadari (insible water loss).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko dari resiko ketidakseimbangan elektrolit yaitu sebagai berikut:
a. Defisiensi volume cairan dan regulasi endokrin.
b. Diare.
c. Kelebihan volume cairan.
d. Disfungsi ginjal.
e. Muntah.
f. Efek samping obat atau prosedur (misalnya medikasi, drain, pembedahan).
g. Gangguan mekanisme regulasi (misalnya diabetes insipidu, sindrom
ketidaktepatan sekresi hormon antideuretik).
h. Ketidakseimbangan cairan (misalnya dehidrasi dan intoksikasi air).
4. Penatalaksanaan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit pada Diare
Menurut Pranata (2013) berikut ini tatalaksana pergantian cairan pada
pasien diare dan muntah: Pada kondisi seperti ini, klien akan mengalami
kehilangan, biasanya air, natrium, dan kalium serta ion yang lainnya. Jika
memungkinkan pergantian cairan dilakukan dengan cara oral. Tetapi, jika sudah
tidak memungkinkan pergantinan dilakukan secara intravena. Cairan infus yang
bisa digunakan adalah NaCl, larutan glukosa, dan kalium. Perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan klinis lebih lanjut, agar mengetahui konsentrasi elektrolit dalam plasma dan hemoglobin serta hematokrit. Pada anakanak, pemberian kalium harus dibatasi.
Daftar Pustaka :
Ariani, Ayu Putri. (2016). Diare pencegahan dan pengobatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Axton, Sharon & Fugate, Terry. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik
(edisi 3). Jakarta: EGC
Bararah,Taqiyyah & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Pustaka
Raya.
Dinarti, dkk. (2009). Dokumentasi keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dinkes Provinsi Bali. (2017). 10 besar penyakit pada anak. Diperoleh tanggal 25
Februari 2019, dari http://diskes.baliprov.go.id/id/profil/-kesehatanprovinsi-bali2
Kyle, Terri & Carman, Susan. (2016). Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta:
EGC.
Lestari, Titik. (2016). Asuhan keperawatan anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Marcdante, Karen, dkk. (2014). Ilmu kesehatan anak esensial. Singapore:
Elvesier.
NANDA. (2018). Diagnosis keperawatan (edisi 11). Jakarta: EGC.
Ngastiyah. (2012). Perawatan anak sakit (edisi 2). Jakarta: EGC.
Nursalam, dkk. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: Salemba
Medika.